Dua Puluh Satu

14.4K 1.3K 12
                                    

We spent the late nights making things right between us.
But now it's all good, babe.
Roll that back wood, babe.
And play me close.
'Cause girls like you run 'round with guys like me.
'Til sun down when I come through.
I need a girl like you, yeah yeah..

(Maroon 5_Girls like you)

•°•

Tama berdiri tidak nyaman di lobi hotel. Sejak tadi ia gelisah. Bolak-balik menatap kearah pintu masuk dan jam dinding.

Belum terlalu siang sebenarnya, tapi entah kenapa dia merasa Bryna sudah sangat terlambat, dan itu bukan kebiasaannya.
Apa dia sakit?
Apakah semalam dia baik-baik saja?
Apakah Tama memperlakukannya dengan baik?
Apakah Bryna kecewa?
Apakah Tama menyakitinya?

Brengsek.
Tama tidak pernah harus menghawatirkan wanita manapun yang ia tiduri sebelumnya. Tapi sekarang?

Gadis itu masih perawan, dan ia terkejut, jujur saja.
Ia tidak pernah menyangka bahwa Bryna masih mempertahankan keperawanannya sampai selama ini.
Berapa usianya sekarang? 29? 30?

Bryna sudah berpacaran dengan Nicko selama sepuluh tahun kan? Dan menurut cerita yang ia dengar, Bryna bahkan tinggal seatap dengan Sean selama 4 tahun ia tinggal di Adelaide.
Jadi, bagaimana bisa dia masih perawan?

Dan yang lebih mengusik pikirannya, adalah fakta bahwa ia tidak mundur begitu mengetahui kenyataan bahwa Bryna masih perawan. Seharusnya dia membatalkan semuanya. Tapi ia tidak bisa berhenti. Tidak mau.

Sialan.

Betapa bodohnya Tama karena tidak menahan Bryna saat gadis itu mengumpulkan pakaian dan bergegas kembali ke penginapannya setelah mereka selesai. Dia bahkan tidak menawarkan diri untuk mengantarnya.

Double sialan.

Apa yang terjadi dengan otaknya? Bagaimana bisa ia membiarkan Bryna pulang tengah malam begitu, diantar oleh supir, setelah apa yang mereka lalui bersama?

Apakah sekarang Bryna marah padanya? Menyesali perbuatan mereka?
Ah, tentu saja dia marah. Dan Tama memang pantas menerima itu.

Beberapa menit kemudian, sebuah taksi memasuki pelataran. Seperti orang bodoh, Tama berlari menyongsongnya, dan ia harus menelan kekecewaannya.
Bukan Bryna yang turun. Jo, dan hanya Jo. Tanpa Bryna.

“Pagi pak..” Jo menyapanya ramah.

“Bryna dimana?”

Ekspresi Jo berubah gelisah.
“Oh.. Emm, pulang pak.”

“Pulang?” Tama bertanya nyaris membentak.

“Emm, iya. Kemarin bu Bryna minta dipesankan tiket pulang secepatnya, jadi..”

“Jam berapa penerbangannya?”

“Tiga jam yang lalu.”

“Brengsek!” Tama mengumpat. Tidak peduli bahwa beberapa pekerja menatapnya keheranan dan Jo yang menatapnya kuatir.

Ia mengambil ponsel disakunya, menghubungi Mela dan langsung bertanya galak.

“Bryna disitu?”

“Tidak pak. Bukannya bu Bryna masih di Malang?”

“Kalau Bryna datang, hubungi saya secepatnya!” Ia mengakhiri panggilannya, berang.

Mengusap layar ponselnya sekali lagi, ia menghubungi nomor yang selalu ada dalam kontaknya, tapi tidak pernah ia hubungi sebelumnya.
Nomor Bryna.

Nothing Last Forever (Hate-Love) ✔Where stories live. Discover now