Chapter 21 : Isyarat

Comenzar desde el principio
                                    

"Rafa kan sebentar lagi resmi jadi pacar Gea," ucap Lana enteng.

"Lana!" tegurku pelan sambil memelototinya.

"Beneran, Ge?" Arka seakan minta konfirmasi dariku.

"Rafa tuh udah nembak Gea tau! Pas pulang dari acara ultah Jess waktu itu. Makanya lo jangan suka ngomong aneh-aneh ke Gea, ntar ada yang salah paham," lanjut Lana setengah berbisik.

Kalau di ruang musik ini ada karung, udah aku karungin Lana dan kubuang dia ke sudut terjauh di sekolah ini.

Kurasakan tangan Arka yang semula ada di bahuku menjauh dengan canggung. Sepertinya dia kaget. Tak percaya bahwa pada akhirnya ada cowok yang menyatakan cinta padaku.

"Oh," gumam Arka.

"Mereka serasi kan, Ar?" tanya Lana lagi.

Sialan. Aku tahu Lana sengaja mengatakan ini pada Arka. Dia ingin tahu reaksi cowok itu.

Arka tersenyum tipis. "Serasi."

Aku sudah menduga dia akan mengatakan itu.

Kemudian suara Bu Eka yang menyuruh Rafa untuk maju terdengar. Rafa segera beranjak lalu duduk di sebuah kursi yang telah disediakan dan memangku gitar akustiknya. Aku jadi deg-degan karena mungkin saja setelah Rafa, namaku yang akan dipanggil.

"Oh ya, Ibu belum menjelaskan hal satu ini, ya. Kalau memungkinkan, kalian bisa main alat musiknya sambil bernyanyi. Itu bisa jadi nilai plus untuk kalian."

Aku melirik Lana, "Lo sambil nyanyi, Lan?"

"Iya. Suara gue kan bagus, sayang banget nggak dipamerin," canda Lana.

Aku mendengus. Kemudian Rafa mulai memetik gitarnya. Jantungku berdetak primitif ketika intro lagu Arms Open terdengar. Ternyata dia sungguh-sungguh memainkan lagu itu.

Aku menatap Rafa yang juga tengah melayangkan tatapannya ke arahku. Gila, jadi pengin kabur! Mana ada cewek yang kuat ditatap kayak gitu oleh cowok ganteng kayak Rafa. Sambil bernyanyi lagu yang mengisyaratkan bahwa dia akan selalu ada untuk orang yang dicintainya pula. Bapernya berlipat ganda.

"Dia ngeliatin lo," ujar Arka di belakangku. Suaranya pelan, berbisik, tapi tentu aku masih bisa menangkapnya.

"Ngeliatin lo, kali," balasku sok cuek. "Atau dinding di belakang."

"Lo suka dia nggak?" tanya Arka.

Aku menelan ludah tak kentara. Mau bilang iya tapi sebetulnya aku masih belum yakin, mau bilang nggak, kok kesannya sok jual mahal banget, ya?

"Well, dia tipe gue," ucapku akhirnya. Baik, ganteng, tinggi, jago nyanyi, jago main gitar, perhatian, kalem, kurang apalagi? Itu jawaban terjujurku sekarang.

"Lo suka cowok yang bisa ngasih lo kepastian?" tanya Arka lagi.

Dahiku berkerut. Arka tentu tak dapat melihatnya karena aku membelakanginya. Entah aku yang memang peka atau ke-GR-an saja, tapi bagiku pertanyaan itu terkesan aneh. Dia seperti sedang membandingkan dirinya dengan Rafa. "Semua orang suka kepastian. Nggak ada orang yang mau hidupnya terombang-ambing nggak jelas."

"Semoga Rafa bisa bikin lo bahagia."

Ternyata aku yang ke-GR-an. Lagi pula apa yang kuharapkan dari cowok yang sudah memiliki pacar yang sempurna?

Just a Friend to You Donde viven las historias. Descúbrelo ahora