63

673 120 15
                                    

Ceklek~

Salah satu bilik kamar dengan pintu kayu warna putih terbuka.

Kedua wanita yang sempat tengkar mulut itu akhirnya memutuskan untuk berjalan ke tempat dimana semua kebenaran itu akan terungkap.

Ya, kamar seorang pasien laki-laki berkostum biru corak polkadot.

"Mba tunggu di sini sebentar" wanita sanggul itu masuk dengan pakaian serba hijau.

Satu wanita lain menunggu dengan mencengkram lengan bajunya, hawa dingin mulai menyeruak dari sana.

"Jeongin" gumamnya.

"Gue kangen sama lo, saking kangennya gue sampe lupa kapan terakhir kali lo bikin gue marah, karena seinget gue hati ini selalu muji kebaikan lo" lanjutnya.

Dengan keadaan gelisah dan gemetar ini Lucy hanya bisa berdoa, berharap sesuatu tak terlalu mengejutkannya.

Pintu kamar di depannya kembali terbuka, suster cantik tadi mengisyaratkan kepada Lucy untuk masuk ke ruangan.

Gelap. Kesan pertama yang Lucy dapatkan dari kediamannya sekarang.

Dia hanya bisa melihat cahaya hijau dan merah yang menari nari di layar komputer, serta selang transparan yang bergelantung.

"Suster, kok gelap banget sih"

"Mba duduk di sini dulu" sahut suster.

Lucy manut. Dia duduk di sofa mungil di sebelah jendela, jendela ini menuju ke arah parkiran bawah tanah.

"Suster, jadi ini ruangan paling ujung?"

"Iya mba"

Setelah itu hening, Lucy semakin fokus dengan mobil yang terparkir rapih di setiap sekat.

Lama kelamaan Lucy sedikit mendengar suara langkah kaki, dia menoleh ke sisi lain.

Suster sanggul tadi sudah tidak ada di ruangan.

"Sus, suster" Lucy berdiri was-was. Teringat dirinya ada di bilik paling bawah, pojok.

"Suster, plis jangan becanda gini deh, sumpah ngga lucu" lanjut Lucy.

Lucy berjalan mendekati tembok, dia meraba setiap dinding untuk mencari saklar lampu.

"Suster, tolong dong jangan bercanda gini"

Lucy masih terus meraba setiap sudut ruangan, hingga kepalanya tak sengaja menyenggol vas bunga.

"Aw"

Vas bunga itu oleng dan hampir jatuh.

Jika seseorang tidak langsung menarik ke dalam pelukannya, mungkin kini Lucy kembali berbaring di ranjangnya.

Grep

Nafas berat seseorang terdengar jeli di telinga Lucy. Badannya dingin, kulitnya sedikit lembab.

Lucy yang awalnya hanya diam akhirnya memberontak.

"Minggir! Siapa lo!" Pekik Lucy.

Orang itu langsung menyingkir sambil memegang perutnya yang disikut oleh Lucy.

Lucy yang sudah diujung ketakutan pun mengambil tiang infus nya dan mengancam seseorang di depannya itu.

"Mundur ngga, atau gue lempar pake tiang besi ini"

Orang itu tak bergerak, dia hanya diam ditempatnya.

"Lo ngga denger ya!"

Semakin Lucy menegaskan, dia semakin banyak mengenali seseorang di hadapannya.

"Sebentar" Lucy menurunkan tiang ditangannya.

"Gue yakin gue kenal lo, tapi" Orang itu tersenyum sebelum akhirnya terjatuh.

Lucy dengan sigap menangkap badan tinggi orang itu, dia memapahkannya ke lengan kanan.

Lucy masih belum bisa menebak, ini terlalu sulit, badannya mulai terasa remuk.

"Tolong--" mulut Lucy dibungkam.

"Jangan" gumamnya.

Lucy semakin mengenali dan yakin siapa orang dipangkuannya sekarang.

"Kenapa?" Tanyanya.

Dahi Lucy sempat berkerut, matanya sedikit membulat ketika melihat ketajaman mata lawannya.

Air matanya kemudian jatuh alus tepat dipipi lelaki di bawahnya.

"Kamu nangis? Lagi?"

Sesegukan Lucy mengisyaratkan ketidakpercayaannya.

"Loh, ngga seneng ya"

Tangis Lucy semakin menjadi. Dia bahkan tak sanggup mengusap wajahnya yang sudah cukup banjir.

"Jangan nangis, dada aku jadi sakit" lanjutnya.

Lucy semakin mengerang, lampu yang tadinya sempat padam seketika menyala lagi, kini wajah keduanya semakin jelas.

Jelas dengan wajah yang membuat seisi ruang ikut pedih dengan kehadirannya.

"Sayang, udah dong"

Lucy memeluk erat tubuh lemah lelaki di hadapannya, dia kaku, badannya dingin.

"Lo kenapa ada di sini, kenapa lo jadi kurus banget kaya gini sih hikss" ucap Lucy dengan nada Sesegukan.

"Aduh, ini leher aku kecekek tau, sini sini aku lap dulu pipinya yang basah, ututututuuuuu sayangnya Guanlin"

"Kamu susah tidur ya, mata panda kamu makin tebel gini" ujar Guanlin sambil ngusap mata bawah Lucy.

"Lin" Lucy masih sulit mengatakan sesuatu, dia hanya bisa memeluk dan menyalurkan segala yang dia rasakan melalui pundak Guanlin.

"Duh duh kok sayangnya Guanlin jadi cengeng gini sih, coba liat senyumnya dong"

Lucy semakin mengeratkan pelukannya. Bukan karena malu untuk menatap Guanlin, tapi dia tak kuasa menahan rasa sedih yang benar-benar menusuk hatinya.

"Kita belum putus kan say" Kata Guanlin lagi.

Lucy hanya menganggukkan kepalanya mengiyakan.

Guanlin diam menikmati wangi parfum wanita dipelukannya.

Setelah sekian lama sesuatu yang dia tunggu ini datang, sedikit tak percaya pula rasa di hati Guanlin.

Guanlin sedikit membenarkan posisinya.

"Kalo gitu, kita putus ya sekarang" ujar Guanlin sambil mengumpatkan wajahnya di balik rambut Lucy.

"Kita balikan lagi di lain kesempatan" lanjutnya.



































YHAAA ASTAGA GUE KOK PENGEN NANGIS AJA SIH BIKIN PART INI😭😭😭😭😭 SUMPAH DEMI APAPUN GUE TUH RASANYA BAPER SAMA GUANLIN, UDAH GITU PENGEN CIUM AJA NIH ANAK PAPA TED:( HOHOHOOOOOOOOOOOO

MAKASIH YG MASIH JOIN DI SINI, MAKASIH BUAT 16K NYA GENGSSSSS YUHUU😍😍😍😍LAFFYUUHHHHHHHH

HalusinasiWhere stories live. Discover now