Part 16

11.8K 613 12
                                    

Hai, halo... Apa kabar para pembacaku? Bagaimana cerita ini? Tolong dong review-nya, biar aku bisa memperbaiki ceritanya. Hehehe..

Sorry, seminggu ini nggak update, kesibukanku didunia nyata, membuatku susah untuk meluangkan waktu, bolak balik tugas keluar kantor, belum keperluan pribadi yang juga menuntut keluar kota, membuatku sangat susah untuk bisa mengetik lanjutan cerita ini.

Tapi, syukur Alhamdulillah, minggu ini aku ada di tempat, walaupun berusaha loncat dari comfort zone. Doain ya semoga apa yang aku inginkan, doa yang aku panjatkan kepada Sang Maha, Sang Pemilik Semesta Alam, dikabulkan.

Part. ini aku pikir biasa aja, aku bingung menentukan puncak klimaknya. Apa di part yang ini atau di part-part selanjutnya. Tapi apapun itu, jangan lupa tinggalkan jejak vote dan koment ya.. Kiss...

****

Sedangkan Papa,

Hari ini terasa sangat berbeda sekali, semakin siang, perasaannya semakin bergejolak, ada rasa bahagia yang menyeruak batinnya, juga detak jantung yang berlomba lebih cepat dari biasanya. Papa seperti sedang menunggu dengan harap-harap cemas, walaupun Papa tidak tahu apa yang tengah ia tunggu saat ini.

Suara pintu yang dibuka dari luar, tidak membangunkan lamunan Papa.

Matanya awas menatap pergerakan grafik, tapi pikiran Papa sedang tidak berada di tempatnya.

"Maaf Pak, perwakilan dari pihak Java Architect sudah datang," kata sang sekretaris membangunkan Papa dari perhatian Papa terhadap pergerakan saham.

Papa bangun dari kursi kebesarannya, setelah mempersilahkan sekretarisnya kembali ke mejanya untuk makan siang, Papa berjalan dan berdiri didepan seorang perempuan muda, yang sangat cantik. Kerudungnya yang berantakan, dan matanya yang ditutup kacamata, menyamarkan warna matanya, tapi sekilas Papa seolah melihat bayangan seseorang yang hilang dari hidupnya.

Diandra.

Gadis itu posturnya sangat mirip Diandra.

Dan Papa yakin, bila Diandra masih berada bersamanya saat ini. Diandra sudah sebesar ini, dewasa dengan caranya, cantik dengan pesonanya.

Dan mengingat Diandra, membuat Papa merintih sedih, pilu dengan kerinduan yang semakin membesar setiap harinya.

Papa tertegun menatap mata itu. Mata gadis yang berdiri didepannya saat ini berwarna hitam dan tajam, sedangkan Diandra, anak gadis yang ia rindukan memiliki mata persis warna matanya, abu-abu terang. Papa mengeluh dalam hati. Ia berharap gadis inilah anak gadis yang ia cari selama ini.

Karakternya yang tegas membuat Papa berharap gadis inilah Diandranya.

Terjadi keheningan yang lama.

"Selamat siang Mister Sebastian, saya Dee perwakilan dari Java Architect," sapa gadis itu sopan sambil mengulurkan tangannya.

Dan Papa menyambut uluran tangannya dengan hangat, menatap tajam gadis itu yang struktur tulangnya sangat bagus, dan saat kulit mereka bersentuhan, seperti ada aliran listrik yang sampai ke jantung Papa, membuat ia tersentak, tapi enggan melepaskan tautan tangannya yang terasa sangat nyaman, Papa menatap gadis itu lama, dan saat mata Papa bersitatap dengan mata gadis itu, sekilas Papa dapat melihat kerinduan dimata hitam itu, Papa semakin mempertajam penglihatannya, tapi gadis itu berhasil menutup ekspresinya dengan cara tersenyum ramah menatap Papa.

Lama genggaman tangannya belum juga terlepas. Mereka berdua bertahan dalam hipnotis kerinduan.

Wajah gadis itu tampak pucat, dan gemetar ketakutan. "Anda tidak apa-apa?" tanya Papa khawatir sesaat melihat gadis itu yang tampak kepayahan menarik napas berat.

Dunia DiandraOnde histórias criam vida. Descubra agora