Bagian Dua

46 12 7
                                    

Siang ini, setelah menyelesaikan kuliahnya ia langsung berangkat ke restaurant.

Disepanjang jalan ia selalu saja tersenyum sambil beberapa kali melompat kegirangan hingga beberapa orang yang melihatnya merasa aneh.

Apa dia gila? Tertawa sendiri disepanjang jalan.

Langkahnya terhenti didepan restauran yang selama setahun ini menemani hari-harinya. Namun hari ini ia harus izin dan pamit untuk pergi. Sedih, karena pergi dari tempat yang sering membuatnya nyaman dan betah hingga tidak ingin pulang kerumah bibinya itu.

Hari ini adalah hari terakhirku. Terimakasih atas semuanya. Aku akan merindukan kalian.

Jiwoon menarik napas panjangnya dan menghembuskannya sambil tersenyum dan menyentuh pintu depan restauran.

"Ya. Jiwoona, sedang apa kau disana?"
Jiwoon terkaget dengan suaru itu, ia membalikkan badannya dan melihat bahwa yang memanggilnya adalah sang pemilik restauran, Kang Seyon.

"Ah eonni, kau mengagetkanku saja." Ungkap Jiwoon sambil menepuk pundak Seyon.

Jiwoon ingat saat pertama kali ia bertemu Kang Seyon. Saat itu ia membantunya mengejar seorang pria yang telah mengambil dompetnya. Jiwon benar-benar pelari yang handal. Karena keihlasannya menolong, Seyon mengajaknya ke restauran miliknya. Awalnya hanya ingin mengajak minum teh, namun karena mendengar cerita bahwa Jiwoon sedang mencari pekerjaan paruh waktu, akhirnya Seyon mengajaknya untuk bekerja di restauran itu.

Umur mereka tidak jauh berbeda. Seyon yang lahir 3 tahun lebih dulu dibanding Jiwoon membuatnya seperti seorang kakak bagi Jiwoon. Semua kesedihan dan keluh kesahnya selama dirumah ia ceritaan direstauran saat Seyon ada disana. Karena ia terlalu sibuk jadi tidak setiap hari Seyon berada direstauran.

"Kenapa kau datang hari ini? bukankah hari ini hari liburmu?" Tanya Seyon sambil menuangkan teh kedalam cangkir Jiwoon.

Jiwoon bersiap dengan dirinya, ia menyandarkan tubuhnya kekursi dan menarik napas panjangnya "Eonni, aku akan pindah."

Seyon terbelalak.

"Kau akan pindah kemana? Bukankah ini yang kau inginkan? Kau ingin keluar dari rumah bibimu itu?"

"Iya eonni, semua yang aku inginkan kini telah menjadi kenyataan. Aku akan bersiap-siap pergi dari rumah itu." Mata Jiwoon sedikit berkaca-kaca, ia merasa tidak sanggup melanjutkan ceritanya.

"Kau yakin akan pergi? Kemana?" Seyon bertanya berulang-ulang meyakinkan apa yang telah ia dengar dari adik sekaligus teman kerjanya yang selama ini telah membantunya.

Jiwoon menarik perlahan tangan Seyon, menggenggamnya dengan erat dan berkata "Eonni, maafkan aku, aku harus melakukan ini. Aku akan pindah ke suatu tempat dan bekerja disana, dan aku tetap akan melanjutkan kuliahku lagi pula hanya 2 semester lagi dan tahun depan aku akan lulus. Eonni, tolong dukung aku. Kumohon."

Jiwoon benar-benar tidak sanggup meninggalkan Seyon, setelah sekian lama ia bekerja bersamanya dan menjadi bagian dari keluarganya. Air mata mereka mulai berjatuhan dan menghiasi perpisahan mereka. Jiwoon memeluk erat Seyon dan berjanji bahwa suatu saat ia akan kembali kesini dan bermain bersama lagi.

***


"Okeh semuanya, saatnya istirahat." Tegas Eunwoo sambil menepuk kedua tangannya dengan keras.

"Ah, aku akan istirahat." Ungkap Jaehwan sambil merebahkan tubuhnya di sofa.
Namun dengan sigap Minhyun mendahuluinya.

"Stop, kau tidak bisa tidur disini, karena kau belum merapihkan tempat yang ada disana." Minhyun menunjuk tempat yang berantakan yang disebabkan ulah Jaehwan.

I Promise YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang