"Ntar kalo mau pulang, bilang aja. Biar gue jemput, oke?" ujar Vano.

El mengangguk, "Hati-hati di jalan."

Vano tersenyum dan menyempatkan diri untuk mengusap rambut cokelat itu sejenak, baru pergi dari sana.

Pintu rumah itu terkunci. Jelas saja, yang punya rumah pasti masih di kantor. Untung saja El punya kunci duplikatnya. Ia pun membuka kunci pintu dan masuk. Lalu, kembali menguncinya dari dalam. Biar Orly tidak tau bahwa dia datang. Kejutan gitu. Jadwal menginapnya dimajukan.

Ia meletakkan tas yang ia bawa di samping sofa ruang tengah. Lalu, membaringkan tubuhnya di sofa itu sambil mendesah pelan. Sudah lama sekali rasanya dia tidak ke sini. Harum ruangan yang membuatnya rindu. Kedua matanya pun mulai menutup, lalu tertidur.

Pintu depan terbuka dan tertutup dengan kasar. El berjengit kaget. Ia menatap jam dinding yang ternyata sudah menunjuk pukul tujuh malam. Cepat sekali.

"Ly, dengerin gue dulu."

Suara Zin terdengar.

"Dengar, ini bukan urusan gue. Terserah lo mau ngapain. Gue ngga mau ikut campur."

Lalu, diikuti suara Orly. El mengerutkan dahinya dan mengintip ke ruang tamu. Pria berambut panjang yang sudah 'menampung'nya sejak bertahun-tahun lalu, sedang menatap Zin dengan sengit. Yang ditatap, mengacak rambut dengan frustrasi.

"Tapi, ini bukan mau gue!" seru Zin putus asa.

Orly menatapnya dingin, "Bukan urusan gue."

"Orly, please?" Zin menatap nanar.

"Orly?" El memutuskan untuk memanggil. Pria berambut panjang itu sontak menoleh. Raut lelah serta tak bersahabatnya tadi langsung berubah. Seulas senyum lebar menghiasi wajah itu.

"Anak gue!" serunya.

El mengerjap. Pria itu menghampirinya dan langsung melingkarkan kedua tangannya ke tubuh El. Memeluk pemuda cokelat itu dengan erat.

"Udah lama banget ngga ketemu!" serunya lagi, "Kenapa ngga bilang, nginepnya dimajuin? Kan saya bisa pulang lebih awal. Udah makan belum?"

"U-udah."

Jemari Orly menyisir rambut cokelatnya ke belakang. Senyum di bibir pria itu melembut.

"Kamu makin sehat, ya," ujarnya.

El merengut. Maksudnya makin sehat? Dia makin gemuk gitu?

"Kangen sama saya ya, makanya cepet ke sini?"

Kangen sama Orly? Engga juga sih sebenernya. Dia ke sini karena ada maunya.

"Orly, duduk dulu," ujar El. Mengapit lengan pria itu dan membawanya duduk di sofa. Zin sendiri mendaratkan tubuhnya di sofa yang lain.

Kedua mata El, menatap pria itu dengan memelas. Membuat dahi Orly mengerut karena bingung sejak kapan 'anak'nya ini bisa membuat ekspresi menggemaskan seperti itu.

"Orly," ujung kemeja yang Orly pakai, El tarik-tarik pelan, "Boleh minta sesuatu ngga?" dan nada memintanya terdengar manis sekali.

Orly mengerjap, "Minta?"

El mengangguk, "Boleh ya?"

"Boleh dong! Ya ampun, akhirnya! Akhirnya, anak gue ada maunya!" seru Orly semangat, "Apa? Apa? Kamu mau apa?"

"Itu.." telunjuk El berganti membuat gerakan melingkar di sofa yang mereka duduki, "Boleh minta beliin sepatu ngga?"

"Sepatu apa? Sepatu jalan?"

Happiness [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now