Bagian 3

2K 236 14
                                    

Rencana yang sudah Poseidon tanamkan dalam otaknya harus segera dilaksanakan. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi dengan dirinya. Si Pengguncang Bumi itu hampir tak akan bisa menahan lebih lama lagi rasa yang sedang membuncah di hatinya. Demi Afrodit yang jelita, ia sudah berusaha untuk menjauhkan diri dari gadis itu.

Namun, tetap saja tak ada yang terjadi, jika yang ada dalam pikiran Poseidon hanyalah paras cantik nimfa laut yang suka melarikan diri itu.

"Permisi, Nona-nona. Aku akan segera kembali." Poseidon bergerak menjauh dan kemudian menyelinap pergi untuk menemui gadis yang telah membuat harga dirinya sedikit terusik. Ia melambai kepada mereka. "Kalian bersenang-senanglah."

Khiton putihnya menjuntai hingga ke lantai, meninggalkan bunyi gemerisik. Poseidon tak peduli dengan panggilan para gadis nereid yang memintanya untuk kembali. Mahkota daun dafnah emas di atas kepala Poseidon ikut bergoyang seiring jejakan kakinya di lantai. Langkahnya yang tegap dalam balutan sandal kulit beriringan menuju ke arah Amfitrit.

"Jadi," sapa Poseidon pelan saat ia telah berada di samping gadis yang membuatnya tertarik ingin tahu, "aku berpikir apa kiranya pesta ini sama sekali tak menarik hingga membuat seorang gadis cantik sepertimu lebih memilih menyepi di sini?"

Amfitrit terdiam, berpura-pura tidak mendengarkan ocehan Poseidon, dan bahkan ia menganggap tak ada orang sama sekali di dekatnya. Walaupun demikian debar jantungnya berkhianat. Bertalu-talu dan membuat desir darahnya pasang surut. Apa yang sedang pria ini coba lakukan?

Poseidon tersenyum, berpura-pura tak mengetahui gelagat yang sedang gadis itu tunjukkan padanya. Namun, dewa yang juga dikenal sebagai pemilik trisula terbaik itu malah mencoba kembali peruntungannya dengan menyebut nama gadis itu.

"Amfitrit," panggil Poseidon. "Bolehlah aku memanggilmu demikian?"

Nimfa laut yang memiliki bentuk wajah hati itu menghela napasnya pelan. Bukan karena takut atau gugup. Namun, ia memang sengaja memisahkan diri dari saudarinya yang lain. Mereka lebih suka berkerumun dan membicarakan hal-hal yang menarik bagi mereka, tetapi tidak baginya.

Tidak, Amfitrit tidak seperti itu. Ia lebih suka mengubur dirinya di dalam perpustakaan besar di istana ayahnya, atau terkadang ia akan mengunjungi daratan dan menikmati waktu kesendirian, merenungkan kehidupan yang sedang dijalaninya.

Amfitrit berbalik menghadap ke arah Poseidon yang kini berdiri menjulang di sebelahnya. Ia membungkukkan badan dan menangkupkan tangannya di dada. Chiton putih kebiruan yang ia kenakan terjulur ke depan. Rambut pirang emasnya yang panjang ikut menjuntai ke bawah. Hiasan permata yang gadis itu pakai di atas kepalanya ikut bergemirincing saat dirinya bergerak.

"Maafkan aku, Tuan," ucap Amfitrit pelan. Tanpa rasa takut ia meneruskan, "Aku tidak sadar jika Anda berdiri di samping saya."

"Kumaafkan," jawab Poseidon enteng sambil terkekeh. Ia balas membungkukkan sedikit badannya dan tersenyum. "Tapi kau harus mau menari bersamaku, Amfitrit. Biarkan malam ini menjadi malamku."

"Tapi saudariku yang lain tidak akan menyukai apa yang mereka lihat. Jika aku bersama denganmu, maka itu akan--," elak Amfitrit.

"Mereka tidak akan mengatakan apa pun yang ingin mereka katakan," potong Poseidon. "Setidaknya, saudarimu tidak akan berani melakukannya di hadapanku."

"Di hadapanmu, Tuan, bukan saya, tapi itu tidak akan membuat perbedaan," debat Amfitrit lagi. Ia tahu tak ada gunanya beradu argumen seperti ini dengan pria yang terkenal dengan bujuk rayunya.

Poseidon mendengkus. Tidak biasanya seorang gadis yang sedang diincarnya akan menolak ajakan berdansa darinya. Hampir semuanya akan dengan senang hati menerima. Bahkan jika perlu, mereka akan ikut naik ke peraduannya saat itu juga.

"Yang jelas mereka tidak akan menyukai kedekatan Anda dengan saya," tandas Amfitrit.

Namun, bukan Poseidon namanya jika ia tak bisa memenangkan hati gadis itu. "Setidaknya beri aku kesempatan sekali saja. Apa kau tidak ingin sedikit berbelas kasihan padaku? Mereka sudah mendapat giliran berdansa denganku, sedangkan kau—" Poseidon mengibaskan telapak tangannya dengan penuh drama. Bola matanya berputar seakan ingin mengatakan bahwa dirinya cukup penting dan tampan untuk memberikan sebuah kehormatan kepada seseorang. "Jujur saja, aku belum melihatmu berdansa sama sekali."

"Tidakkah kau juga ingin mengucapkanselamat untukku?" rayu Poseidon dengan penuh percaya diri.

[[]]

Poseidon's ChaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang