Goodbye Jaehyun

28.3K 2.8K 2.2K
                                    

Ruangan putih itu sepi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Ruangan putih itu sepi. Ah, masih ada suara mesin penghangat yang sengaja dihidupkan. Dengan aroma terapi yang dicampurkan di alat itu, bau obat-obatan kini tak lagi menyengat.

Sesosok tubuh terbaring tanpa banyak perkembangan.
Sedangkan di sisinya, bagai adegan yang sering ada di drama televisi. Di mana akan ada seseorang yang setia menemani dan merawat sosok yang terbaring itu. Meski tak banyak yang bisa dikerjakan, tak pernah tanpa seharipun pemuda itu absen menjaga.

Taeyong, mendorong pelan kursi yang didudukinya seharian ini. Dengan tertatih, cepat-cepat diraihnya kruk yang dia sandarkan di dinding tepat di sampingnya.

"Ughh…"

Lenguhan sempat dilayangkannya kala ngilu melanda salah satu kakinya yang terbalut gips tebal. Dieratkannya pegangan pada kruk dan mulai melangkah maju. Menghampiri jendela dan menutup tirainya saat langit mulai gelap.

Suara pelan pintu yang terbuka berhasil membuat Taeyong sedikit terlonjak kaget. Kamar ini sepi tadinya. Sedikit suara bisa membuat dirinya terkejut.

Satu kepala muncul dari balik pintu. Cengiran bagai anak kecil pemuda itu layangkan ketika Taeyong meletakkan jari telunjuknya di bibir.

"Ssstt…"

Pemuda itu, Taeil, masuk kedalam ruangan seraya menenteng satu tas ransel.

"Kau sudah lama di sini?" tanya pemuda itu.

Taeyong mengangkatkan kedua bahunya, "entahlah. Setelah tidur siang tadi aku langsung kesini."

Taeil memukul kepala Taeyong pelan. "Itu sudah lama, bodoh."

Taeyong meringis. Tangannya terangkat menuju pelipis Taeil yang masih terbalut perban. "Bagaimana lukamu?"

Taeil meraba pelipisnya sendiri, "sudah tak apa."

"Baguslah." Taeyong berjalan pelan menuju sofa dan duduk di sana. "Di mana Doyoung?"

"Tadi dia ke mini market di depan rumah sakit. Mungkin membeli cemilan," jawab Taeil seraya mengeluarkan satu persatu buku yang dibawanya di dalam ransel.

Melihat Taeil yang sudah mengeluarkan banyak buku membuat Taeyong terenyuh. "Maaf ya Taeil."

Taeil menghentikan gerakan tangannya. Kini sebuah tempat pensil terletak di atas buku yang bertumpuk di atas meja itu. "Maaf?" tanyanya bingung.

Taeyong mengangguk. "Kau pasti sudah bersusah payah membawa buku-buku berat itu. Kalau saja aku sudah bisa ke sekolah, kau tak akan serepot ini. Kau jadi harus membawa catatan kemari dan mengajarkanku."

"Aku pikir ada apa. Tentu saja aku harus membawa ini semua. Kita sudah tingkat akhir dan sebentar lagi akan ujian akhir. Sudah, jangan melankolis seperti ini. Aku tidak suka. Justru aku yang berterima kasih padamu. Karena kau belum diperbolehkan pulang, jadi si Playboy itu tak sendirian," Taeil menunjuk sesosok tubuh yang tertidur di ranjang dengan dagunya.

Beloved Moment • Jaeyong ✅Where stories live. Discover now