5| Beruntung

4.3K 346 3
                                    

Hari ini hari Minggu, waktunya Kiara dan Rehan menghabiskan waktu bersama. Saat hari libur Kiara selalu mengajak Rehan jalan-jalan jika suaminya tak ada kegiatan, dan Rehan hanya menanggapinya dengan malas-malasan.

Menurut Rehan, hari libur hanya untuk dipakai tidur dan main game. Selama mereka menikah, Rehan sama sekali belum pernah mengajaknya jalan-jalan dan walaupun sudah disindir berapa kali pun Rehan tetap pada pendiriannya untuk menemani stik PSP-nya dibanding menemani sang istri.

Kiara sudah beres membersihkan rumah. Ia sudah menyapu, mengepel dan mencuci. Kiara memang tak suka beres-beres, tapi itu yang harus dilakukannya sekarang jika tidak ingin melihat rumah kotor plus jika tak ingin Rehan mengomel. Rehan memang pendiam tapi ia akan berubah menjadi cerewet jika rumah kotor.

Kegiatan yang dilakukan suaminya dari tadi hanya diam di depan televisi dan sibuk bermain PSP dengan wajah seriusnya yang seperti sedang mengerjakan ujian. Kiara duduk di samping Rehan dan memperhatikan layar televisi yang menampilkan adegan tembak-tembakkan.

"Kayaknya pistol itu lebih menarik deh daripada istri kamu sendiri." Komentar Kiara.

Rehan hanya bergumam dan menganggukkan kepalanya. Kiara menghela napasnya lalu mengangkat kakinya dan membaringkan tubuhnya. "Kamu tau nggak, Han?"

"A Rehan." tegur Rehan.

Kiara pun mendengus, kadang ia lupa untuk memanggil suaminya dengan embel "A" itu.

"Apa?" tanya Rehan saat istrinya belum juga mengeluarkan suara.

"Kemarin waktu aku nunggu gojek, ada salah satu murid aku ngasih aku cokelat." cerita Kiara.

"Nggak salah, kan, seorang murid ngasih makanan ke gurunya?" balas Rehan sambil mata tajamnya masih sibuk menatap layar televisi di depannya. Kiara tak merasa tersinggung karena Rehan seperti mengabaikannya. Ia tahu, dibalik kecuekan suaminya itu, Rehan pendengar yang baik.

"Iya, nggak salah. Yang salah itu dia sambil bilang kalau dia suka aku."

Refleks, Rehan mem-pause game-nya dan menatap Kiara. "Suka? Suka dalam bentuk apa?"

"Suka antara cewek dan cowok, A." seru Kiara dengan wajah serius.

"Masa, sih?" tanya Rehan bingung.

Kiara mendengus, "Gini-gini juga aku laku, kok." ujarnya tak penting sambil mengibaskan rambut sebahunya.

"Terus kamu jawab apa?" tanya Rehan penasaran, ia kembali melanjutkan game-nya.

"Ya aku tolaklah. Emang A Rehan mau punya istri yang pacaran sama brondong?" Tukas Kiara kesal.

"Baguslah." balas lelaki di sampingnya cuek.

"Terus, guru fisika yang kamu bilang waktu itu gimana?" tanya Rehan lagi ketika suasana sudah hening sejenak. Kiara yang sedang bersandar padanya sambil memainkan ponsel, menoleh. "Pak Damar?" tanya Kiara.

"Hm." Rehan mengangguk.

"Ah, menurut guru-guru yang lain, sih. Pak Damar itu udah suka aku sebelum aku nikah. Nggak tahu kenapa Pak Damar nggak berani buat ngomong ke aku kalau dia suka aku. Coba aja kalau dia dulu berani ngungkapin perasaannya, ceritanya pasti nggak akan kayak gini." Jelas Kiara panjang. Ia tak menyadari, Rehan yang di sebelahnya menatapnya datar.

"Ceritanya nggak akan kayak gini gimana?" tanyanya datar.

Kiara menatap Rehan bingung, merasa aura tak enak di sekelilingnya ia pun menggeleng sambil cengengesan tak jelas.

Rehan pun kembali fokus pada permainannya dan Kiara yang kembali bersandar di sebelahnya. Ia nyaman berada di sebelah lelaki itu.

"A, di weekend kayak gini kamu nggak akan ngajak istri kamu jalan-jalan?" tanya Kiara pelan. Matanya terasa berat, ia mengantuk.

"Nanti aja." balas Rehan singkat.

Kiara mendengus dan menutup matanya. Percuma ia mengganggu Rehan karena lelaki itu akan tetap fokus pada permainannya.

Beberapa menit tampak hening lagi sampai akhirnya Rehan mematikan televisi. "Pindah kamar sana." Perintah Rehan saat melihat Kiara yang terpejam dan bibirnya terbuka sedikit. Terganggu dengan senggolan Rehan, Kiara membuka mata dan menguap lebar, Rehan dengan baik hati menutup mulut Kiara dengan tangannya.

"Udah nggak ngantuk." Seru Kiara.

Ia lalu menatap Rehan yang juga sedang memperhatikannya. "Apa?" Tanya Kiara bingung. Rehan menggeleng lalu berdiri, "Kamu siap-siap, gih. Kita ke rumah Bunda hari ini."

***

Rehan mengajaknya ke rumah Bunda. Kiara kira mereka akan bersenang-senang dan melepas rindu dengan Bunda. Nyatanya saat sampai rumah, Rehan hanya berbincang-bincang sebentar dengan Bunda lalu lelaki itu pergi ke kamarnya dan tidur di sana.

Kiara tak habis pikir, jika Rehan hanya ingin tidur kenapa harus jauh-jauh datang ke rumah Bunda? Daripada bosan tak melakukan apa-apa, Kiara memutuskan untuk belajar memasak dengan Bunda. Sebenarnya Kiara sama sekali tak jago memasak. Selama hampir tiga bulan menjadi seorang istri pun, Kiara tak pernah benar-benar memasak. Biasanya jika untuk sarapan Kiara dan Rehan selalu sarapan bubur ayam atau nasi kuning di depan rumah. Makan siang mereka habiskan di tempat kerja masing-masing dan untuk makan malam, Kiara paling hanya menggoreng ayam, sosis, telur, nugget atau tahu. Terkadang juga Kiara memesan makanan untuk makan malam mereka. Ia tak pernah masak dan Rehan sama sekali belum pernah menyuruhnya memasak.

Kiara hanya tersenyum malu saat Bunda bertanya dia bisa masak apa saja. "Kia nggak bisa masak, Bun." Bunda hanya menggelengkan kepalanya dan keluarlah nasehat-nasehat tentang betapa pentingnya seorang Istri agar bisa memasak.

"Rehan suka makan apa, Bun?" Tanya Kiara saat dirasa Bunda sudah tak lagi membahas tentang memasak. "Rehan mah apa juga dimakan, nggak pilih-pilih dia. Orangnya juga nggak banyak omong, masakan Bunda yang gagal aja dia makan dan nggak ngomen apa-apa. Dasar anak Bunda yang satu itu agak aneh emang." Cerocos Bunda.

Kiara tersenyum dan mengiyakan dalam hati perkataan Bunda. Rehan memang tak banyak bicara dan itu malah membuat Rehan semakin menarik dimatanya.

"Tapi yang Bunda tau, Rehan itu paling suka makanan rumahan." Perkataan Bunda membuatnya terdiam. Masakan rumahan? Kiara menghela napsnya, selama mereka menikah Rehan sama sekali belum memakan masakan rumahan. Dan Rehan sama sekali tak protes akan hal itu. Ya ampun.

"Kia coba deh belajar masak, nyenengin suami kan dapat pahala."

"Iya, Bun hehe."

"Kalau tau Rehan suka makanan rumahan pasti Kia belajar masak dari dulu, deh."

Bunda pun tersenyum, "Aa mu nggak bilang, yah?" Kiara menggeleng sambil tersenyum masam. Sungguh, ia pasti akan belajar masak jika tau Rehan suka masakan rumah. Bagaimana pun juga Rehan suaminya, kesehatan Rehan pasti ada di tangannya.

"Rehan pernah bilang kok ke Bunda kalau kamu nggak bisa masak."

"Oh, yah? Kapan Bun?"

"Sebelum kalian nikah."

"Aduh, Kia kok jadi malu, yah?" Kiara berkata sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Kia, Rehan memutuskan menikahi kamu itu artinya dia udah siap nerima semua kekurangan kamu. Sebelum kalian nikah, Rehan pernah berkata tentang semua sifat dan sikap kamu, dan dia bilang dia nggak akan maksa kamu agar kamu ngikutin semua apa yang dia ingin sebagai seorang istri. Rehan nerima kamu apa adanya, dan Bunda harap kamu menerima Rehan apa adanya juga. Kamu tau kan, Rehan itu agak pendiem, kaku dan ngeselin." Bunda tersenyum sambil mengusap lengannya. Kiara ikut tersenyum sambil memikirkan semua perkataan Bunda.

Rehan menerima Kiara apa adanya. Dan Rehan tak memaksa Kiara agar mengikuti kehendaknya. Teman-temannya benar, Kiara beruntung mendapatkan Rehan.

Predestinasi | Seri Marital✅Where stories live. Discover now