Part 11

52.4K 4.7K 225
                                    

Arely POV

     Merenung, mungkin itu hal yang sudah menjadi kebiasaan baruku. Setelah hari itu datang dalam hidupku, serasa duniaku menjadi semakin temaram. Aku duduk di dekat jendela kamar seraya menunduk, aku merenungkan segalanya. Hari ini aku memutuskan menginap di mansion Cira dan suaminya. Bayangan dari awal aku bertemu dengan pria brengsek itu, menyeruak bebas di pikiranku.

Saat pertama kali aku melihatnya di restoran itu, lalu di jalan saat insiden hampir kecelakaan itu, belanjut di mansion, kemudian bertemu di jalan lagi dan di klub. Dasar pria sialan! Kenapa pria bernama Kharel Mackenzie begitu disegani banyak orang? Percuma jenius jika otaknya cabul. Dia lancang sekali menciumku tanpa permisi, menculikku dan berani-beraninya mempermainkan aku. Padahal aku dari awal tidak pernah mengarahkan target kepadanya tapi, justru aku yang menjadi sasarannya.

Pria itu berbahaya. Dia tidak cuma menghancurkan kekasihnya saja, wanita asing pun turut ditarik dalam permainannya. Seandainya aku bisa melaporkan tindak pelecehannya pada polisi. Oh tidak, aku pasti akan hancur lebih dari ini. Bisa saja aku di gilir oleh Kharel dan orang-orangnya itu. Tiba-tiba bayangan hubungan intim itu mencampuri pikiranku. Tubuh kami yang sama-sama polos, gerakannya yang lembut dan desahannya. Senyumku mengembang dan pipiku memanas mengingat hal intim itu.

Aku menampar pipiku sendiri, "Dasar idiot! Jangan senyum-senyum dan jangan memikirkannya! Idiot!"

Kalau sudah begini, apa aku masih bisa menarik perhatian dari para sasaranku? Secara aku sudah tidak perawan. Apa yang aku pikirkan? Jalang pun masih banyak dicari para pria hidung belang. Tidak ada kaitannya perawan atau tidak. Semua kembali pada selera.

"Kamu berhak merasakan kasih sayang dan cinta dari seorang pria."

"Kamu hanya tinggal menunggu waktunya untuk merasakan itu. Aku yakin, pasti kamu merasakan apa yang ku katakan tadi. Kamu harus bersabar dan mulailah hidup yang baru! Aku percaya padamu, pasti kamu bisa menjalani hidup ini dengan baik."

Aku jadi ingat perkataan Cira. Misalkan itu benar terjadi, aku nanti punya kekasih dan tiba-tiba aku jatuh cinta lalu kami menikah. Kalau suamiku nanti tahu tentang keperawananku yang di rampas oleh pria asing bagaimana? Aku pasti dicampakkan dan diceraikan. Beruntung bila dia mencintaiku dengan tulus, hingga dia menerimaku apa adanya. Tapi jika tidak? Mungkin hidupku nanti akan selalu sendiri dan tetap menjadi boykiller, mencari target lalu ku hancurkan. Seandainya masa lalu yang kelam itu tidak pernah aku alami, aku tidak akan menjadi seperti ini. Pembenci pria dan boykiller. Sisi gelapku itu lahir ketika melihat apa yang Ayah lakukan pada Ibu. Betapa brengseknya Ayahku, tega membunuh istrinya sendiri.

"Tidak semua pria itu jahat. Pasti ada satu pria yang baik untukmu diantara banyak pria dimuka bumi ini." Ucapan Paman Francis terlintas dibenakku.

Apa benar? Batinku.

Seandainya aku bisa berkomunikasi dengan penciptaku, aku akan bertanya segalanya.

Aku benci Kharel Mackenzie. Bagaimana jika aku mengandung anaknya? ucapku dalam hati seraya memegang perutku.

Namun dengan cepat aku melepas peganganku dari perutku. Aku menggelengkan kepala dan menghela nafas pelan, menenangkan diri.

Tidak! Jangan sampai. Aku tidak boleh berpikiran negatif dulu, batinku.

Aku menarik nafas dan menghembuskannya pelan. Ini baru awal bulan, dua minggu lagi pasti aku menstruasi dan itu akan memastikan jika aku tidak hamil. Sejak Cira bertanya soal Kharel memakai pengaman atau tidak, sejak saat itu aku jadi khawatir begini. Memikirkan segala hal buruk itu membuatku semakin stress.

BOYKILLER Vs LADYKILLERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang