Don't Say a Word

30.9K 1.3K 137
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Can we talk?" Ucapnya seraya mendorong pelan gelas air putih itu hingga gelas tersebut berada di hadapan gue.

Ada hening sebentar di antara kami berdua. Matanya masih menatap ke arah gue. Sesekali pandangan kami bertemu, sedikit ditelisik tampaknya gue melihat gelap sekali lingkaran di bawah matanya. Nih cewek sering begadang apa gimana ya? Tapi mengingat dia anak kedokteran, rasa-rasanya begadang emang sudah hal yang lumrah buat fakultas mereka.

Gue menghela napas panjang. Mengambil gelas di depan gue itu lalu meminumnya barang dua teguk.

"Sebentar kalau gitu." Balas gue yang kemudian pergi meninggalkannya.

Gue berjalan keluar Bar menuju pintu depan. Gue sedikit kaget waktu mendapati ternyata di luar sana sedang hujan besar. Aduh, motor gue gimana nasibnya nih? Motor jelek begitu kalau kena air udah kaya opak kesiriam air teh, lembek amat. Terakhir dulu waktu nerjang banjir di daerah Pasteur Bandung sepulang kampus, pulang-pulang motor gue berubah jadi sepedah roda tiga wimcycle, alias kisut.

Dengan gegas gue masukkan papan neon di depan pintu. Lalu memutar knop pengumuman yang menggantung di pintu menjadi bertuliskan 'close'.

Di dalam toko cuma ada tiga lampu yang masih menyala, yaitu di daerah bar sama di daerah kasir doang yang memang nyambung mejanya. Sebelum gue kembali ke depan mbak Adele, gue sempatkan memutar satu lagu sejenis instrumental classy modern Jazz dari band Idealism yang judulnya Don't Say A Word.

Gelas yang berisi air putih tadi gue kosongkan, dan gue ambil botol Bourbon dari lemari kaca lalu menuangkan isinya sedikit. Tanpa es batu biar lebih kental buat malam-malam hujan begini.

Gue berjalan menghampirinya, berdiri di hadapannya yang lagi terduduk sambil masih dengan posisi yang sama.

"Mau ngomong apa?" Gue teguk sedikit Bourbon gue barusan.

Kami saling berhadap-hadapan. Gue berdiri di depannya, dan ia duduk di sana menatap gue sebentar lalu mengalihkan pandangannya ke gelas yang sedang gue pegang.

"Ada apa? Keburu malem nih. Gue nggak bawa kunci kost soalnya." Sambung gue lagi.

Dia melirik dingin, "Ngekost di mana?" Tanyanya.

"Bandung." Jawab gue singkat.

"Ya gue juga tau."

Lalu kemudian kembali ada hening yang panjang. Kalau boleh jujur gue paling nggak suka keadaan diam lama begini, tapi mau gimana lagi? Di luar sana sedang hujan besar, gue jadi nggak punya alasan untuk pulang duluan. Dia sih enak pake mobil jadinya nggak akan kehujanan, lah gue? Gue cuma punya motor butut yang kalau diompolin kucing aja langsung ngadat mesinnya.

"Lo angkatan berapa?" Dia kembali angkat bicara sembari memutar-mutarkan gelasnya pelan.

"Sama kok."

This Is Why I Need YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang