Empat

3.7K 639 86
                                    


Omg! Rindu sekali saya dengan cerita ini. Tahun berapa sekarang? Sudah berapa lama saya meninggalkan lapak ini? Sampai ada yang komen, kalau saya update, rumah Rahung sudah jadi. Hahahaha.... Maafkan saya. Doakan semoga swing mood saya mental ke Nauru. Wees tah, monggo di baca. Happy reading.

---oOo---

Jauh setelah pembicaraan telepon dengan Rahung berakhir, Anin masih menggenggam ponselnya. Setiap syaraf di tubuhnya terasa tegang tapi begitu kepalanya menyentuh bantal, pikirannya menjadi tenang. Namun matanya masih belum bisa dipejamkan. Anin berbaring sambil memandangi langit-langit kamar tidurnya. Kepalanya terus mengulang alamat yang disampaikan Rahung.

Anin tidak mengenal Rahung tapi sangat tahu rumah yang disebutkan tadi. Sudah terlalu lama, hampir lima belas tahun Anin tidak menginjakkan kaki di rumah itu. Ketika berumur sepuluh tahun Anin pindah ke Bandung, mengikuti Ratna yang mendadak pindah tugas. Di Bandung mereka tinggal bersama Garin yang sejak kuliah memang sudah tinggal di kota itu dan baru saja menikahi Tara.

Anin bangkit dan duduk di meja gambar, mengambil buku sketsa yang dibawanya dari kantor. Sambil memperhatikan gambar-gambar yang sudah dibuatnya untuk rumah Rahung, Anin berkelana kembali ke masa lalu.

Banyak orang tidak habis-habisnya bicara tentang indahnya masa kanak-kanak, tapi Anin tidak punya keinginan menjadi anak-anak lagi. Masa kanak-kanaknya tidak selalu menyenangkan dan itu mengendap dalam ingatannya membentuk suatu kenangan. Dan di masa itu, Anin kehilangan beberapa hal, salah satunya, kehilangan sahabat masa kecilnya, Rawi.

Persahabatan mereka berawal ketika Anin berusia delapan tahun. Anin yang tidak pernah memiliki teman, tiba-tiba memiliki sahabat. Rawi murid baru di kelasnya pindahan dari Bogor. Anin yang pendiam tidak segera membalas ketika Rawi menyapa, namun setelah Anin berhasil mengatasi rasa gugupnya mereka langsung akrab. Di kelas mereka terlibat pembicaraan seru, Rawi membuat cerita-cerita lucu sehingga Anin tertawa. Dan sisa hari itu mereka habiskan dengan selalu berdua. Rawi menjadi satu-satunya anak di kelasnya yang mau bermain dengan Anin.

Rawi seorang penggembira yang selalu bisa membuat Anin tertawa. Darinya Anin pertama kali belajar melawan diskriminasi, bertahan atau membalas perundungan. Rawi mengajarkan Anin untuk lebih berani bersikap dan bertindak. Rawi juga mengajari Anin makan mi pakai sumpit, dan yang paling Anin sukai, Rawi membagi trik-trik agar kentut di tempat umum tidak diketahui orang. Rawi mengajarkan banyak hal tentang arti persahabatan.

Banyak teman-teman sekolah iri dengan kedekatan mereka, keduanya terlihat aneh dan sangat tidak sepadan. Rawi cantik dan anak orang kaya, sementara Anin berkulit gelap dan pemalu. Namun perbedaan itu tidak mempengaruhi persahabatan keduanya. Mereka semakin akrab dan tidak terpisahkan, baik di sekolah maupun di rumah. Rawi tinggal di rumah besar dan mewah tidak jauh dari rumah Anin. Usai pulang sekolah mereka langsung main sepeda. Awalnya hanya keliling komplek, hingga akhirnya mereka menggoes lebih kencang dan jauh. Dunia Anin yang biasanya membosankan menjadi lebih menyenangkan dan penuh petualangan dengan kehadiran Rawi.

Mereka biasa bersepeda ke taman depan Villa Melati, saking seringnya bermain di taman itu satpam yang bertugas menjaga pintu gerbang komplek sampai kenal mereka berdua. Bosan bermain di taman, mereka pindah ke Taman Kanak-Kanak yang ada di komplek perumahan Anin. Mereka mencoba semua permainan, dari jungkat-jungkit, perosotan, papan titian, sampai mangkok putar. Mereka tertawa sambil menjerit-jerit ketika ayunan yang mereka naiki mengayun terlalu tinggi, hingga penjaga TK mengusir mereka.

Hampir setiap pulang sekolah Anin nyaris tidak pernah ada di rumah, selalu berada di atas sepeda keliling komplek atau main sampai ke pinggir pasar. Mereka bahkan menjadi pelanggan tetap warteg di sana. Karena tidak sabar ingin segera main, Anin melewatkan makan siang sehingga maagnya kambuh. Tidak ingin Ratna tahu yang berakibat tidak diperbolehkan main lagi, Anin mengisi perutnya di warteg itu.

The Last ChildWhere stories live. Discover now