Chapter 8 : Cold

2.2K 390 83
                                    

Yukhei terbangun dari tidurnya yang nyenyak karena alarm yang telah terpasang semalam berbunyi. Dan saat matanya baru terbuka, Yukhei langsung merasa menggigil kedinginan.

Apa dia lupa menaikkan suhu pendingin ruangan semalam?

Yukhei akan bangun dari tempat tidurnya, tetapi tiba-tiba saja kepalanya terasa seperti ditusuk jarum berulang kali. Yukhei tidak jadi bangun dari tempat tidurnya, melainkan meringis menahan sakit di kepalanya.

Tenggorokkannya juga mendadak gatal sehingga Yukhei harus batuk-batuk beberapa kali untuk menetralkan rasa gatalnya.

"Oh..?" Gumamnya serak.

Yukhei melirik ke arah jam yang ada di atas nakas sebelah tempat tidurnya. Sudah jam 7 lewat dan seharusnya Yukhei segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.

Tetapi badannya lemah sekali, seperti tidak mau lepas dari tempat tidur. Pasti Yukhei sedang terserang virus demam.


Kadang-kadang, saat Yukhei merasa benar-benar sedang malas bangun pagi untuk pergi ke sekolah, Yukhei akan berharap kalau virus flu menyerangnya tiba-tiba saja.

Tetapi begitu mengalaminya sekarang, rasanya Yukhei agak sedikit merasa menyesal karena sempat berharap seperti itu.

Sepertinya lebih baik Yukhei harus ke sekolah setiap hari dari pada harus terbaring lemah di kasur karena sakit.

Yukhei kembali terbangun dari tidurnya, saat mendengar seseorang membuka pintu kamarnya. Yukhei melirik ke arah orang itu, meskipun tanpa melirik dia juga sudah tahu kalau itu pasti Mark.

"Yukhei? Kamu tidak ke sekolah?"

Yukhei mengangguk lemah.

Terbentuk kerutan di kening Mark. Mark merasa aneh karena tidak biasanya Yukhei membolos kecuali di hari libur. Dan kalau hari itu libur, Yukhei pasti akan memberi tahu Mark saat malam sebelum hari itu.

Yang lebih aneh lagi, sekarang wajah Yukhei terlihat sangat pucat dengan keringat yang bercucuran di keningnya. Bibirnya juga pucat dan kering sekali. He looks pretty pitiful.

"Yukhei..? Kamu kenapa..?" Ujar Mark dengan nada khawatir yang kentara, sambil mengguncang pelan bahu Yukhei.

Yukhei terbatuk sebentar sebelum menjawab pertanyaan Mark, "aku tidak apa-apa, tidak usah khawatir.." sebelum kembali terbatuk lagi, "aduh.. rasanya seperti mau mati.." ujar Yukhei serak.

Mata Mark mendadak berkaca-kaca. Yukhei tidak melihat itu, karena dia sedang memejamkan kedua matanya yang terasa begitu berat.

"Yu–yukhei... Jangan mati! A-aku harus melakukan apa.. supaya kamu tidak mati?"

Kedua mata Yukhei langsung terbuka dan dia sudah di suguhkan dengan pemandangan Mark yang sedang berkaca-kaca. Yukhei ingin sekali memeluk Mark sekarang, tetapi kondisinya saat ini sangat tidak memungkinkan. Dia juga agak khawatir kalau Mark akan tertular virus kalau dekat-dekat dengannya.

Jadi yang dapat Yukhei lakukan saat ini hanya mengacak surai coklat keemasan Mark–dengan pelan– dan memberikan senyumannya yang paling tidak terlihat lemah.

"Aku tidak akan mati kok, Mark.."

Mark berlutut kemudian menyandarkan dagunya di atas kasur supaya bisa melihat wajah Yukhei lebih jelas lagi. Dia butuh di yakinkan oleh Yukhei saat ini. Dan begitu menemukan apa yang Mark cari di pancaran mata Yukhei–yang sayu, Mark merasa telah cukup yakin dan kemudian memberikan senyum yang menguatkan kepada Yukhei.

[Stopped] Turquoise ; LuMarkWhere stories live. Discover now