ㅡfive

2.5K 537 69
                                    

Hyunjin behenti tepat di depan halte sekolahnya. Ia mematikan mesin motornya, dan membuka helm. Ia juga sedikit merapikan rambutnya yang acak-acakan, dan kemudian turun dari motorㅡmenghampiri lelaki manisnya.

Hyunjin memilih duduk di samping Seungmin kala itu. Lelaki manisnya masih bergeming, namun setelah Hyunjin duduk tepat di sampingnya, ia hanya melirik sekilas saja. Setelahnya, Seungmin lanjut membaca buku dan mendengarkan musik melalui earphone.

Hyunjin seperti orang tidak waras kala itu. Dan ia mengakuinya. Tersenyum sendiri sambil memegang dada kirinya. Pipinya menghangat. Ada perasaan aneh yang menyerang Hyunjin.

Beberapa menit hanya diisi dengan keheningan. Hyunjin masih enggan menyapa dan hanya memilih duduk diam. Menikmati debaran jantungnya sendiri sambil sesekali mencuri pandang pada lelaki yang duduk di sampingnya.

Ketika Seungmin menutup buku bacaannya, Hyunjin sedikit tersentak kaget. Ia berfikir lelaki manisnya akan segera pergi. Namun tidak ada tanda-tanda bus akan datang.

Apa dijemput? Entahlah, Hyunjin tidak tahu dan hanya bisa mengira. Dalam hatinya, ingin sekali ia menawari tumpangan gratis.

"Kamu mau ngapain? Nunggu bus juga?"

Hyunjin terkejut ketika Seungmin membuka percakapan. Ia melongo seperti orang bodoh. Suara itu sangatlah lembut. Darah Hyunjin kembali berdesir dibuatnya.

"Tidak kok, saya nungguin seseorang," jawab Hyunjin. Ia sedikit kikuk, namun dengan cepat ia menguasai ekspresinya agar tetap normal.

Hyunjin sedikit mengernyit ketika melihat Seungmin yang memandang layar ponselnya dengan sedikit cemas. Hyunjin kembali mengira-ngira. Apa dia tidak dijemput? Jujur, ingin sekali Hyunjin mengakatan; "Mau pulang bersama?" atau "ayo saya antar pulang."

Seperti kata Sunwoo. Hyunjin itu cemen.

Namun, semakin Hyunjin memperhatikan lelakinya bolak balik mencoba menghubungi entah siapa itu, sedikit demi sedikit keberanian Hyunjin muncul.

"Nunggu jemputan?" tanya Hyunjin.

Seungmin mengangguk. Kemudian ia kembali mencoba menghubungi seseorang. Hyunjin bisa menebak bahwa hasilnya tetap sama. Tidak ada jawaban. Terlihat jelas dari ekspresi kecewa dari raut wajah Seungmin saat itu.

"Tidak diangkat ya?" Seungmin hanya mengangguk membalas pertanyaan Hyunjin. Kemudian ia menghela napas berat.

Diam-diam, Hyunjin tersenyum gemas.

"Bareng saya aja gimana?" Hyunjin tersenyum. Akhirnya, ia bisa mengatakannya. Ada rasa puas di hatinya. Persetan dengan penolakan, ia yakin bahwa Seungmin akan menerimanya saat ituㅡkarna tidak ada pilihan lain.

"Sepertinya bus tidak akan lewat lagi di jam ini."

Seungmin menunduk melihat jam di ponselnya. Sambil mengigit bibir bawahnya, ia mempertimbangkan tawaran lelaki asing di sampingnya.

ㅡMereka sama sekali tidak kenal satu sama lain. Hyunjin menyebut Seungmin 'si lelaki manis' dan Seungmin menyebut Hyunjin 'si lelaki asing'.

"Bukannya kamu bilang lagi nunggu seseorang?" tanya Seungmin. Ia masih ragu untuk menerima tawaran itu.

Hyunjin tertawa kecil. Seungmin memandangnya bingung.

"Yang saya tunggu itu kamu," adalah ungkapan yang tak tersebut. Hyunjin hanya mengatakannya dalam hati.

"Gak masalah. Gimana? Ini udah hampir maghrib. Mau nunggu sendirian di sini?"

"Maaf ngerepotin,"

"Gak masalah, ayo, selagi saya nggak minta bayaran nih." Hyunjin berdiri dari duduknya. Kemudian berjalan ke arah motornya yang terparkir santai tak jauh dari mereka. Di belakangnya, Seungmin mengekori.

Setelah Hyunjin selesai memasang helmnya, ia melirik Seungmin yang masih berdiri.

"Ayo naik," ujar Hyunjin.

Seungmin perlahan naik ke atas motor Hyunjin. "Kamu nggak bawa helm dua ya?"

"Rumah kamu dimana?" bukannya menjawab, Hyunjin balik bertanya.

"Komplek perumahan Regency," jawab Seungmin.

"Aman, gak akan ada polisi kok. Lagian, polisi mana berani tilang saya."

Sejenak, Seungmin berfikir bahwa Hyunjin memiliki kerabat polisi atau mungkin ayahnya seorang polisi juga. Oleh karna itu Hyunjin tidak takut ditilang.

"Soalnya pak polisi minder, saya terlalu ganteng buat ditilang."

Sialan. Seungmin spontan mengumpat dalam hati. Pede sekali, Seungmin ingin muntah saja.

Hyunjin hanya tertawa saja. Kemudian menghidupkan mesin motornya.

Kepada senja, terimakasih. Hyunjin; untuk pertama kalinya dibuat jatuh cinta.

_______

"Makasih ya,"

Hyunjin menaikkan kaca helmnya kemudian tersenyum membalas ucapan lelaki manisnya.

"Nama kamu siapa? Kita belum kenal."

"Hyunjin, dari kelas sepuluh ips dua."

Seungmin tersenyum tipis, "Seungmin, dari kelas ipa satu."

Hyunjin tersedak ludahnya sendiri. Wajar Seungmin sulit ditemukan keberadaannya. Kelas unggulan, dan jauh dari kelasnya.

Hyunjin tersenyum, akhirnya ia mengetahui nama lelaki manis itu.

"Salam kenal, Seungmin."

Seungmin tersenyum kemudian mengangguk. Ah, Hyunjin gila seketika melihat reaksi itu.

"Rumah kamu dimana? Hampir maghrib, mau mampir dulu gak?"

Hyunjin menggeleng, "nggak apa, saya langsung pulang saja. Lagian rumah saya nggak jauh kok."

"Dimana?"

"Dekat panglima tiga, komplek puri."

"Itu jauh! Ya ampun, maaf banget aku ngerepotin kamu ya Hyunjin. Duh, aku jadi nggak enak nih sama kamu."

Hyunjin tertawa. "Bagi saya deket itu mah, saya kan ikhlas nganterin kamu. Nggak usah ga enakan gitu."

"Tapi tetep aja, dari sini ke sana kan jauh banget. Aku nggak enak aja karna kamu udah mau nganter aku."

"Kalau merasa nggak enak, lain kali kalau kita ketemu, kamu harus traktir aku."

Modus.

"Traktir?"

"Engga, bercanda. Saya pulang dulu ya,"

"Eh, hati-hati. Makasih buat tumpangannya. Lain kali bakalan aku traktir deh."

Hyunjin hanya terkekeh pelan. Kemudian menutup kaca helmnya. Diam-diam Hyunjin memekik heboh dan tersenyum begitu puas.

SENJA, HYUNMIN.Where stories live. Discover now