ㅡfour

2.5K 547 18
                                    

"Itu namanya takdir,"

.
.

Ketika Hyunjin tak juga menemukan Seungmin di koridor itu, dia hanya bisa pasrah untuk yang kesekian kalinya. Sesulit itukah menemukan presensinya?


Dan lagi, ia hanya bisa berjalan lesu di sepanjang koridor. Smartphonenya terus-terusan begetar menandakan notif chat yang masuk terus menerus. Hyunjin lupa mengaktifkan mode silent.

Ketika ia sudah duduk di atas motornya, lengkap dengan helm di kepala, barulah Hyunjin mengambil ponselnya dari saku celananya. Mengecek notif chat dari grup gengnya. Hyunjin tidak repot-repot untuk scrolling, membaca chat tidak jelas dari teman sepergaulannya. Hanya dengan melihat annouce, 'ngumpul woy, warung bu dijah' semuanya menjadi jelas. Dan setelahnya Hyunjin segera menyimpan kembali smartphonenya.

Warung bu dijah yang dimaksud adalah, warung yang sudah beralih fungsi menjadi tempat berkumpul Hyunjin dan temannya. Jaraknya tidak jauh dari sekolah. Keluar gerbang, berjalan ke arah kanan sebentar, sampai.

Tidak butuh waktu lama bagi Hyunjin untuk sampai ke tempat kumpulnya. Dan ketika melihat Hyunjin sampai, yang lainㅡmereka yang duluan sampai, segera menyoraki Hyunjin. Sunwoo yang duduk dengan kaki kanan yang diangkat ke atas, layaknya duduk di warung kopi, mencibir ke arah Hyunjin.

"Cemen. Nungguin yang gak pasti mulu."

Hyunjin bergidik tidak peduli dan memilih duduk di kursi kayu di bawah pohon mangga, tidak jauh dari teman-temannya yang sedang bermain batu domino di meja panjang yang sengaja disedikan bu dijah. Hyunjin lebih memilih mengisap tembakaunya dan bermain game online melalui ponselnya.

Berlanjut seperti itu sampai beberapa menit. Hyunjin masih fokus mengejar skor tertinggi, ㅡasik dengan dunianya sendiri. Sementara temannya yang lain bersorak heboh karna kekalahan Jeno yang tidak terlalu ahli bermain batu domino.

Sampai batang rokoknya tinggal sedikit, Hyunjin berhenti memainkan gamenya. Merasa bosan, ia mendekat ke teman-temannya. Mengambil minuman kaleng milik Sunwoo dan meminumnya. Sunwoo hanya mengumpat pelan melihat Hyunjin yang meminum minuman miliknya tanpa izin.

"Gue cabut duluan," ujar Hyunjin sambil menyandang ranselnya.

"Cepat banget elah Jin, mo kemana sih lu?"

"Hari ini jadwal gue nganterin Ibu Negara belanja bulanan."

"Dasar anak mama." suara Sunwoo terdengar mengejek.

Hyunjin hanya membalasnya dengan memberi jari tengahnya ke arah Sunwoo.

.

Mungkin, Hyunjin sedang berhalusinasi.

Apa yang ia lihat dari ekor matanya, menurut pemikirannya, sepenuhnya halusinasi.

Entahlah. Apa mungkin Hyunjin terlalu banyak berharap sehingga bayang akan sosok lelaki manis itu terasa seperti nyata baginya?

Karna, apa yang dilihatnya kini adalah, lelaki manis yang sedang duduk di halte sekolahnya, earphone putih yang menyumpal telinganya dan sebuah novel di tangannya.

Hyunjin mengucek matanya sebentar. Mesin motornya hidup begitu saja.

Nyata. Momen ini adalah nyata. Bukan hanya sekedar halusinasinya.

Itu adalah lelaki manis yang ia temui di koridor ketika sepulang sekolah. Lelaki manis yang sedang menolong seekor anak kucing.

5:30 PM.

Ada lembayung senja yang menghiasi langit. Dan cahaya jingga menambah kesan indah. Lelaki itu, tampak bersinar di penghujung senja. Hyunjin merasa darahnya berdesir pelan.

SENJA, HYUNMIN.Where stories live. Discover now