"Kalian lama banget sih, yakin deh ini pasti kena macet kalau berangkatnya siang gini." Audy mengomel ketika Chandra, Gita, dan Seno baru sampai di rumahnya.

"Ini nih anak berdua, udah bangunnya pada kesiangan, ditambah si Seno belum packing. Jadinya gue sama Chandra bungkusin bajunya dulu." Gita tidak kalah sewot. Seno hanya menjulurkan lidah ketika Gita menunjuk dirinya dan Chandra bergiliran.

Masa ujian telah berakhir. Itu artinya waktu liburan panjang telah tiba. Dan kini kelima orang sahabat itu akan merealisasikan rencananya untuk berlibur di rumah Eyang Audy di Bandung. Meskipun Audy sempat drop, tidak menghalangi niat mereka yang sudah 'ngidam' menikmati suasana berlibur di kota Bandung. Namun, ada beberapa perubahan dari rencana awal karena kondisi kesehatan Audy, dari yang tadinya berniat untuk melakukan perjalanan dengan kereta api ala-ala backpacker, akhirnya mereka memutuskan untuk membawa mobil Chandra.

"Deka belum dateng?" tanya Gita.

"Dia kesini kalau kalian udah nyampe katanya." Audy menjawab acuh-tak acuh.

Gita sebenarnya merasa ada yang berbeda dari sikap Audy terhadap Deka, maupun sebaliknya. Ia yakin ada sesuatu yang salah di antara mereka berdua. Gita bisa menebak bahwa itu pasti berhubungan dengan kejadian Audy sakit tempo hari, tetapi ia belum mau menanyakannya langsung kepada Audy, terakhir kali mereka membahas antara Audy dan Deka, temannya itu terlihat sangat terganggu dan enggan.

"Apa sekarang kita samperin aja ya? Sekalian berangkat." usul Audy.

"Dih, tega banget lo! Kita masih nguap gini main berangkat-berangkat aja!" protes Chandra yang didukung dengan aksinya dan Seno yang lagi-lagi menguap.

"Lagian udah pada dibilangin, alarmnya nyalain! Biar jam setengah enam bisa langsung berangkat. Ini udah hampir jam delapan masih pada nguap."

"Audy! Temennya baru pada nyampe bukannya dibiarin istirahat malah diomelin!" tegur Ibu Audy yang melihat kelakuan anaknya.

"Iya nih, Tan, Audy baru aja sembuh udah semprat-semprot aja kayak nenek-nenek. Mana perut keroncongan lagi." Seno mengadu. Ia sudah tidak peduli lagi dengan Audy yang kini memelototinya.

"Kalau gitu, mending kalian sarapan dulu, Tante udah masak banyak lho!"

"Mau Tante!" sambut Gita dengan girang.

"Nanti aja di jalan, Bu, kan udah diwadahin tadi." Audy keberatan.

"Hush, kamu itu. Kalau yang diwadahin mah ya udah, bisa dimakan lagi nanti kalau kelaperan di jalan. Sekarang kan mau perjalanan jauh, harus punya banyak tenaga. Yuk, ke dalam sarapan dulu!" Ajak Dewi yang tentu saja disambut suka cita oleh manusia-manusia keroncongan itu.


Setelah menempuh perjalanan kurang-lebih 4 jam mobil Chandra akhirnya tiba di pekarangan rumah nenek-kakek Audy. Audy langsung membawa teman-temannya masuk ke dalam rumah berdominan cat putih dan krem yang memiliki pintu dengan kaca dan banyak jendela, khas rumah jaman dahulu. Rumah itu sangat luas dan memiliki banyak kamar, sangat cocok untuk menampung teman-teman yang dibawanya. Belum lagi pemandangan alam di sekitarnya membuat Chandra dan Seno kembali mengantuk dan ingin melanjutkan tidur setelah dibisiki oleh angin sepoi-sepoi.

Perjalanan mereka tidak bisa dibilang lancar karena sempat menghadapi beberapa titik kemacetan, tetapi untungnya tidak separah yang mereka bayangkan. Chandra dan Deka bergantian menyetir mobil ketika Chandra terserang rasa kantuk. Seno duduk di jok paling belakang bisa leluasa tertidur sepanjang perjalanan, sementara Gita paling berisik karena terus mengajak ngobrol ini itu sambil mengomentari apa saja yang ia lihat disepanjang jalan. Sedangkan Audy duduk di samping pengemudi karena tugasnya sebagai penunjuk jalan. 


"Assalamu'alaikum, Yang Uti? Yangkung?" Sapa Audy sedikit nyaring.

"Wa'alaikum salam. Eh, sudah sampai?" sambut hangat wanita berumur yang Gita dan lainnya yakini adalah nenek Audy. Nenek Audy tersebut muncul dari bagian belakang rumah itu.

"Iya Eyang baru aja, Yangkung sama Udin mana?" tanya Audy setelah melepas pelukan hangat dari neneknya.

"Yangkung lagi ada pertemuan RW, baru aja berangkat. Kalau Melvin masih kuliah." jawab nenek Audy dengan suara khas yang menyejukkan.

"Eyang kenalin, ini temen-temen aku." tunjuk Audy kepada teman-temannya.

Masing-masing memperkenalkan diri kepada nenek Audy yang Audy panggil Yang Uti itu. Nenek Audy menyambut semuanya dengan suka cita sambil menunjuk kamar-kamar yang bisa mereka tempati.

"Temannya Audy cantik-cantik dan tampan-tampan ya," puji sang nenek. 

Gita dan yang lainnya hanya tersenyum sipu mendengar pujian tersebut. Mereka masih dalam mode jaim karena baru pertama kali ini bertemu dengan nenek Audy.

"Yang ini, siapa tadi namanya?" tanya nenek Audy kepada Seno.

"Seno, Eyang." jawab Seno sok manis, membuat teman-temannya ingin muntah.

"Ganteng ya, kayak bule." puji nenek Audy lagi-lagi.

"Seno emang keturunan bule, Yang." jawab Audy.

"Oh, ya?"

"Iya, bisa dibilang begitu. Eyang dari eyang saya asli Inggris."

"Pantes. Ganteng banget. Pengen deh Eyang punya cucu ganteng kayak gini. Atau jadi cucu mantunya Eyang aja ya?" 

"Ya, kalau Eyang merestui, saya dengan senang hati aja. Mohon doanya, Eyang!" ucap Seno sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Audy. Semua orang tergelak menanggapi percakapan Seno dan nenek Audy yang menurut mereka absurd tersebut. Ya, semuanya, kecuali Deka tentu saja.

TEMEN?? (END)Where stories live. Discover now