Echo XXIII

1K 153 5
                                    

Bagai tersetrum listrik sesuatu mulai menyadarkanku.

Aku harus menyelamatkan Hal! Harus.

Aku tidak tahu mengapa hatiku bisa sesakit ini melihat Hal dicium Penyihir Hitam. Mungkinkah, aku cemburu?

"Putri Mika, kita harus menolong teman Putri secepatnya!" Karen berseru panik. "Penyihir itu mulai menghisap jiwanya."

Aku menoleh terkejut.

Ternyata benar!

Lewat ciuman itu, jiwa Hal ditarik paksa keluar secara perlahan.

Baru saja aku merasa seperti di atas angin, merasa sombong saat tahu Lembah Putih di pihakku.

Sekarang rasa-rasanya aku sedang di jatuhkan dari atas tebing berketinggian seratus ribu meter.

Jantungku mencelos mengetahui fakta tersebut.

Bagaimana aku dapat menyelamatkan Hal?

Ayo berfikirlah!

Kosong, tidak ada satu ide pun yang muncul di kepalaku.

Keringat dingin menggelayuti dahiku, tanganku bergetar ketakutan--sekaligus bingung.

Kupejamkan mataku lama. Napasku ku tarik lamat-lamat kemudian ku hembuskan dengan cepat.

Hufft.

Dan dengan bantuan kekuatan Lembah Putih yang misterius aku melakukan teleportasi. Sekejap aku di samping Zephyr dan Karen, sekejap lagi aku berada tepat di sebelah Hal.

Kusentuh lengannya dan kemudian kami--aku dan Hal--sudah kembali ke tempatku semula, di samping Zephyr dan Karen.

Semua tampak terkejut.

Waktu yang berlalu sangat singkat. Mereka tidak menyangka aku melakukan hal itu. Aku berhasil menyelamatkan Hal. Meski begitu, tadi itu berbahaya sekali....

Penyihir Hitam itu bisa saja menyadari tindakan gegabahku dan menyiapkan ancang-ancang untuk membunuhku.

Aku bernafas lega karena setidaknya rencanaku menyelamatkan Hal berhasil. Walau sedikit, kubuka mulutku untuk merekahkan senyuman.

Zephyr segera menyentuh lengan Hal dan bernyanyi merdu. Seluruh pikirannya teralih pada Hal. Dia buru-buru menyembuhkan Hal.

Penyihir Hitam menggeram marah. Raut wajahnya berubah tiga ratus enam puluh derajat.

Sesaat lalu, dia tersenyum licik. Sekarang, kekesalan dan kemarahan terpendam di dalam dirinya bak bom yang hendak meledak.

Namun dia tidak bodoh. Tidak cukup bodoh untuk langsung menerjang kami seperti yang aku lakukan.

Kami sama-sama menatap awas. Memperhatikan gerak-gerik satu sama lain.

Saling menatap tajam. Detik-detik yang ku lalui terasa mencekam. Beberapa menit setelahnya, Hal tersadar. Aku ingin berbalik menatapnya, tetapi bahaya di depanku tidak akan membiarkannya.

Jika saja aku kehilangan fokus barang sedetik, Penyihir Hitam akan memanfaatkan waktu itu untuk menyerang kami.

Untungnya, dia tidak memperintahkan pasukan hewan menjijikkan dan berlendir ikut membantunya. Tampaknya dia memiliki harga diri yang tinggi.

"Mika...." Hal bergumam.

Aku tersenyum kecil. Dadaku berdesir hangat. Senang mendengar kata pertama yang lewat dari bibirnya adalah namaku.

Namun, kesenangan itu hanya bertahan sampai disini. Aku terbatuk-batuk. Jantungku seolah dihimpit sangat keras. Darah keluar dari mulutku.

Sial! Jangan sekarang.

Ocean EchoWhere stories live. Discover now