"Gak lucu, gak usah ketawa." tegur Key.

"Jangan bercanda elah bang, kalian lagi nge-prank kita kan? Sekarang, Jinara mana? Waktunya dia istirahat, bang. Kasihan." Ucap Wilnan setelah puas tertawa. Ia menyeka air mata di kedua matanya akibat terlalu puas tertawa dan mencoba tenang saat dadanya sesak.

"Apa gue keliatan lagi bercanda?" Ucap Key serius, ia menatap keduanya dengan tatapan yang di buat seserius mungkin agar mereka percaya jika Jinara memang benar-benar hilang.

"Prank-nya udah yah bang, sekarang mana Jinara? Lo jangan ngajak dia main dulu, lagi sakit juga." ucap Dava tak percaya. Ia lalu berjalan ke belakang tubuh Key dan memeriksa keadaan di luar kamar. Siapa tahu ketika ia keluar, ada Jinara yang sedang tersenyum lebar sembari berkata 'prankkk' seperti biasanya.

"Lo pikir gue di pukul sama orang itu cuman settingan, gitu? Gue lihat sendiri kalau Jinara di bawa sama itu om-om terus gue gak bisa lawan soalnya gue keburu pingsan." Ucap Key gemas pada Dava, namun sayangnya sang adik tidak mendengarkan hal itu karena sibuk mencari Jinara di lorong rumah sakit.

Dava menatap ke sekitar dengan bingung. Lorong rumah sakit di sekitarnya ini sangat sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Jinara, baik sedang bersembunyi maupun tidak karena rupanya di sini tidak ada tempat yang memadai untuk Jinara bersembunyi, jadi apa yang dikatakan Key itu benar? Jadi Jinara memang benar-benar hilang?

"Gimana, Dav? Ada gak?" Wilnan menyusul Dava keluar, dan ia ikut celingukan di depan pintu sembari memperhatikan lorong yang sepi.

"Gak.. adaa?" Tanya Wilnan pada Dava yang diangguki oleh Dava.

"Tapi, kok bisa Jinara di culik, bang?" Tanya Dava yang kini kembali masuk ke dalam ruangan dan menghampiri Key yang sedang membersihkan perutnya dengan kain basah.

"Terus, itu kenapa perut lo memar, gitu?"

"Nanti gue ceritain, sekarang, anter gue ke ruang cctv, cepetan. Siapa tahu, Jinara kerekam sama cctv." setelah tenaganya pulih dan ia mampu kembali berdiri, Key menyimpan kain basah yang ia gunakan untuk membersihkan perutnya itu lalu menarik Wilnan keluar dan mereka berniat ke ruang cctv rumah sakit untuk memastikan keberadaan terakhir Jinara dan pelaku penculikan.

"Dava, lo lacak Jinara." Teriak Wilnan saat ia di ambang pintu.

Dava mengangguk mengerti, ia mengeluarkan laptop dari dalam tas miliknya untuk melacak keberadaan Jinara, mengingat ia telah menanamkan chip pelacak di dalam handphone sang adik untuk berjaga-jaga. Ia terlihat mengotak-atik keyboardnya dan terlihat fokus pada layar laptop yang menampilkan deretan angka. Wajahnya terlihat khawatir dan panik. Ia bertekad untuk mencari keberadaan Jinara sebelum ayah dan kedua kakaknya yang lain pulang dan mengetahui hal ini.

Ceklek

"Assalamualaikum!!!" Seru Jay heboh ketika masuk, ia membuka pintu lalu terdiam di ambang pintu untuk berputar membuat Shaka yang ada di belakang si sulung Aksara itu menggelengkan kepalanya heran.

"Waalaikumsalam." jawab Dava pelan dan dalam hati ia mengumpat karena kedatangan Jay dan Shaka yang ia rasa kurang tepat.

Setelah puas berputar sampai pusing, Jay mendudukkan tubuhnya di sofa dan bersandar. Sedangkan Sakha menyimpan terlebih dahulu dua rantang yang ia bawa di meja dan menyusul Jay duduk. Keduanya kemudian memperhatikan Dava yang tampak tidak bereaksi pada kedatangan mereka karena Dava lebih memilih memperhatikan layar laptopnya.

"Serius amat si Sadewa." canda Jay, namun tetap, Dava tidak merespon.

"Sepi banget, yang lain kemana?" Tanya Sakha setelah ia memperhatikan ruangan bercat putih itu. Harusnya, di ranjang ada Jinara yang sedang gibah bersama Wilnan, lalu Dava akan bermain laptop seperti biasanya dan Key akan tidur di sofa. Namun kali ini sepi, hanya ada Dava dan laptopnya di dalam ruangan itu.

[✓] Kakak + Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang