25: Shut Herself

1.2K 99 8
                                    

Aku tidak melakukan apapun selain diam di atas kasurku. Wajah pucatku juga tidak berekspresi apapun. Bahkan air mataku bisa turun diam-diam mengingat bagaimana lelaki itu menyentuhku, seakan ia merendahkanku. Aku menghapus air mataku dengan lemas. Ya Tuhan, maafkanlah segala kesalahanku, kumohon jangan biarkan hal seperti ini terjadi padaku lagi, dan juga pada wanita manapun di dunia ini.

            Pintu kamarku terbuka, menampakkan Ibuku dengan wajah khawatirnya, namun masih berusaha untuk tersenyum. Bibirku tersenyum menatap Ibuku, ini adalah senyum pertamaku setelah kejadian itu. Tidak ada yang tahu kalau aku disentuh oleh lelaki tak dikenal itu, kecuali Sebastian. Tidak ada yang boleh tahu kalau Princess of England sudah tersentuh secara tidak bermoral oleh seorang laki-laki. Bahkan aku selalu mengenakan gaun dan baju tidur yang menutupi leherku, aku juga jarang keluar kamar. Yang mereka tahu, aku hanya disandera, tidak lebih dari itu. Sebenarnya aku ingin sekali menceritakan hal ini pada Ibuku, tapi waktu itu aku belum siap. Mungkin inilah saatnya.

            "Bagaimana kabarmu?" tanya Ibuku seraya mengelus pelan tanganku. Aku sempat terkejut dengan sentuhannya. Entah mengapa, semenjak kejadian itu, siapapun yang menyentuhku membuatku was-was. Bahkan saat Robert ataupun Francis menggenggam tanganku, aku langsung melepasnya. Aku benar-benar tidak ingin disentuh.

            Tapi entah mengapa itu tidak berlaku bagi Sebastian.

            "Begitulah, aku belum merasa begitu baik." Ibuku tersenyum lembut. Akhirnya, selama aku hidup, dan semenjak Ayahku meninggal, aku benar-benar merasakan kasih sayang seorang Ibu. Walaupun ia hanya tersenyum, membawakanku makanan, dan hanya menanyakan kabarku, hal-hal sederhana seperti itulah yang aku butuhkan darinya.

            "Semenjak kasus ini, Robert memutuskan agar pertunanganmu diundur. Tetapi, kalau suasana sudah membaik, kau langsung dinikahkan dengan Francis, tanpa ada pertunangan."

            Aku menunduk dan mengangguk. Dulu, pertunangan dan pernikahanku dengan Francis adalah kabar terburuk yang pernah kudengar. Sekarang, kabar itu sudah tidak lagi membuatku geram. Aku sudah merasakan yang lebih buruk dari sekedar pernikahan paksa. Jadi, pernikahanku dengan Francis bukan lagi beban untuk dipikirkan.

            "Bu, sebenarnya ada yang ingin aku katakan padamu."

            "Ya? Ada apa?" ia bertanya lembut dan juga sambil tersenyum.

            Aku menelan ludahku. Semoga saja dengan menceritakan hal ini pada Ibuku akan membuatku jauh lebih lega. Semoga dia bisa memberikanku petuah-petuah untuk kembali semangat. Hanya dia lah yang aku harapkan di saat seperti ini.

            "S-Sebenarnya ... saat aku disekap, aku tidak hanya disekap dan didiamkan," ucapku, tak berani menatap wajahnya. "A-Aku—" sial, entah mengapa untuk membicarakan hal ini sulit sekali. Rasanya ucapan itu berhenti di dalam mulutku, dan tidak mau lolos dari bibirku. Tapi, aku harus mengucapkan ini. Aku menatap Ibuku dan aku mendapati wajahnya tampak was-was. "Aku nyaris diperkosa, Bu."

            Ia tampak tersentak. Tangannya terlepas dari tanganku. Ia langsung menutup bibirnya dengan tangannya. Aku dapat merasakan kesedihan bergejolak dalam dirinya. Matanya berkaca-kaca, namun ia berusaha untuk kuat. Sama seperti aku, dia tidak akan menangis di depan orang.

            "Untung saja para penjaga kerajaan menemukanku dengan cepat. D-Dia ... dia sudah berhasil menyentuhku, tetapi belum mencapai apa yang dia inginkan. Sampai sekarang aku masih bersyukur dengan kehadiran Sebastian dan para penjaga. Baru disentuh saja, sudah membawa trauma teramat padaku, apalagi kalau dia berhasil memperkosaku." Aku tertawa kecil, namun garing dan bergetar. Ibuku tetap diam dan syok. Ia menarik napasnya dalam-dalam, dan membuangnya perlahan.

The Sword PrincessWhere stories live. Discover now