“Oh, astaga, kita membuang banyak waktu untuk omong kosong ini.” Bryna bergerak menjauh, tapi Brenda memburunya.

“Kenapa Bry? Tidak punya alasan untuk mengelak? Aku hanya penasaran, sebenarnya. Bagaimana bisa gadis terhormat sepertimu punya selera yang begitu buruk tentang laki-laki?”

Bryna berhenti. Berbalik menatap adiknya lagi. Kali ini amarahnya tersulut juga.

"Aku punya selera yang buruk tentang laki-laki?" Bryna mendengus.

"Humh. Apa kamu lupa? Aku sudah memilih Nicko terlebih dulu. Dan lihat sekarang, bagaimana kamu memujanya. Menghina seleraku terhadap laki-laki sama saja menghina dirimu sendiri, Bren.”

“Aku nggak lupa, Bry. Kamu pun sepertinya juga tidak akan lupa. Dan aku bertanya-tanya apakah karena alasan itulah kamu merendahkan dirimu untuk berhubungan dengan Tama.”

“Apa maksudmu?”

“Kamu mendekati Tama hanya untuk membuktikan padaku kalau kamu bisa mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku.”

“Aku nggak mengerti arah pembicaraan kamu.”

“Ayolah. Aku berhasil menakhlukkan laki-lakimu. Dan sekarang kamu ingin membalas dendam? Membuktikan kalau kamu juga bisa menakhlukkan laki-lakiku?”

Are you crazy? Apa kamu dan genk sosialitamu  tidak punya hal yang lebih menarik daripada membual? Menciptakan ide-ide gila dan menjijikkan yang merugikan orang lain?” Bryna menggeleng marah. “Dan Tama bahkan bukan lelakimu.”

“Oh, dia menyukaiku. Dia menginginkanku dan aku menolaknya. Apa kamu nggak ingat itu?”

Ingat? Tentu saja Bryna ingat. Dia tidak akan pernah lupa bahwa laki-laki itu pernah menyukai Brenda.

“Dan alasan itu yang membuatmu berpikir aku mendekati Tama untuk membalasmu?”

“Kamu yang bisa menjawabnya.”

“Astaga, Bren. Be smart, please. Pertama, kamu menolaknya, tidak pernah terjadi hubungan apapun diantara kalian. Jadi kamu nggak bisa menyalahkan orang lain yang mungkin menjalin hubungan dengannya. Dan lagi, cerita itu terjadi saat kita masih remaja. Itu bukan cinta yang membubung diantara kalian, hanya perasaan tertarik.”

Bryna menahan lidahnya untuk menambahkan, “Tidak seperti hubunganku dengan Nicko. Kami hampir menikah saat itu, dasar jal*ng.”

“Apakah kamu buta? Atau kamu hanya menutup mata terhadap apa yang tidak ingin kamu terima Bry?”

Dia hanya akan kelihatan bodoh kalau menanggapi ocehan Bryna yang melantur tidak jelas. Jadi Bryna hanya menjawab singkat.

“Terserah.”

Lalu ia bergegas keluar, menuju taksi yang menunggu dan berkendara ke kantor dengan perasaan marah.

Memaafkan Nicko dan berdamai dengannya tidak sesulit dengan Brenda. Nicko mengakui kesalahannya, paling tidak. Ia juga tidak segan-segan minta maaf.

Sedangkan adiknya sendiri? Menunjukkan tanda-tanda penyesalan saja tidak. Dan sekarang, apa yang dilakukannya?
Menuduh Bryna mendekati Tama untuk membalas dendam?
Atas dasar apa coba?
Yang benar saja.

•°•

Bryna masih belum bisa menguraikan amarahnya saat ia sampai di kantor. Ia menghempaskan tubuhnya di kursi dan memejamkan mata.
Baru sepagi ini, dan ia sudah kehilangan moodnya.

Memaksakan diri, ia menarik map kuning di mejanya, dan memeriksa BAST renovasi proyek gedung olahraga yang rencananya akan diserah terimakan lusa itu.

Nothing Last Forever (Hate-Love) ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora