Part ¤4 KOMIK INU-YASHA

Start from the beginning
                                    


Dengan lemas aku memungut komik Inu-Yasha di lantai, kemudian menyerahkannya pada siluman nggak berperasaan itu. Menguap sudah impianku menghabiskan malam Minggu dengan bersantai sepuasnya dan baca komik semalaman.


Yang ada malah malam panjang untuk memikirkan mean dan modus statistika. Rasanya hukuman awal berdiri di depan kelas dan ditonton seluruh anak termasuk Tommy ini nggak ada apa-apanya. Gimana nasib operasi-jaga-image-ku? Kayaknya tak ada harapan....


.....



Malam Minggu ini aku menginap di rumah Wulan untuk mengerjakan tugas matematika dari Pak Rio. Besok aku mau nonton TV dan baca komik sepuasnya untuk menikmati kebebasanku dari hukuman gara-gara nyolong mangga itu, jadi aku pengen nyelesain tugas ini sekarang. Berubahlah malam Minggu yang seharusnya buat bersenang-senang, menjadi malam panjang buat berkencam dengan angka dan grafik. Wulan membantuku mengerjakan soal latihan dan menjelaskan materi yang ribet dan membingungkan. Jam sebelas malam, aku baru selesai dengan soal-soal latihan, sementara Wulan sudah nggak bisa menahan kantuknya lalu tidur duluan. Selanjutnya aku tinggal menyalin catatan Wulan yang berisi materi pelajaran matematika hari ini.


Dua jam berlalu, akhirnya aku bisa nyelesaiin tugas ini dengan sisa-sisa energi kehidupan yang kupunya. Mataku terasa berat, aku meregangkan tubuh sambil menguap. Tega banget, Rio stres itu. Ngasih hukuman kok seberat ini, cuma gara-gara aku baca komik pas jam pelajaran. Mana komik kesayanganku disita. Sebel! Dasar kunyuk nggak berperasaan! Makiku dalam hati.


Aku beranjak ke dekat jendela, ingin menikmati bintang di langit untuk menenangkan pikiranku. Malam ini cerah, bintang-bintang bertaburan. Khayalanku melayang. Aku membayangkan seandainya saat ini ada Tommy sedang duduk berdua di padang rumput, memandangi kerlip bintang sambil berpegangan tangan. Suasana romantis dan penuh cinta mengelilingi kami. Ahh.....indahnya? Aku tersenyum-senyum sendiri, sampai bayangan Pak Rio dengan seringai jahatnya melintas dibenakku. Dia seolah mengejek imajinasi konyolku yang nggak mungkin jadi kenyataan. Aku menghela napa. Kenapa sih, tuh orang nggak berhenti mengusik hidupku?


Tak sengaja, aku menoleh ke arah rak meja belajar Wulan. Mataku menangkap sesuatu yang menarik perhatian. Sebuah buku dengan hardcover berwarna pink yang bertuliskan ''Cerita Hati''. Aku mengambil buku itu, lalu bersandar di dekat jendela, dan mulai membuka-buka halamannya. Sepertinya buku ini berisi kumpulan puisi karya Wulan.


Sejenak aku menoleh pada Wulan yang tengah terlelap. Salah nggak ya, kalau aku membacanya tanpa izin? Memang sih ini cuma puisi, buku diary, tapi siapa tahu Wulan nggak mau karyanya dibaca orang lain. Duh, gimana ya. Setelah perang batin, ternyata penasaranku lebih besar dari pada keraguanku. Jadi aku mulai membaca kata demi kata dalam rangkaian kalimat puitis itu.


Nggak terasa hampir satu jam aku membaca, hingga akhirnya tiba puisi terakhir. Perasaanku terhanyut oleh belasan puisi dalam buku itu. Kata-kata dalam puisi Wulan menyentuh hatiku. Aku kagum dan nggak nyangka Wulan bisa bikin puisi-puisi seindah ini. Kenapa dia nggak pernah cerita padaku atau Putri bahwa dia suka bikin puisi? Jangan-jangan puisi-puisi ini adalah ungkapan hatinya. Walau nggak ngerti-ngerti banget, aku bisa menangkap suasana yang melatari puisi-puisi romantis ini. Perasaan sedih, putus asa, dan kebahagiaan gitu karena rasa cinta tulus kepada seseorang yang ''jauh'', penantian yang sia-sia dan cinta yang nggak berbalas. Apa mungkin selama ini Wulan suka sama seseorang? Siapa, ya? Seandainya aja aku bisa mewujudkan cinta sahabatku ini. Tapi kayaknya Wulan nggak mau cerita, jadi sebaiknya aku nggak ngomongin soal ini ke dia. Sepertinya dia ingin menyimpannya sendiri, seperti juga aku yang merahasiakan soal Tommy dari dia dan Putri.

MATEMACINTAWhere stories live. Discover now