"Lo gak beli apa-apa, Ki?" tanya Lisa. Dilihatnya sahabatnya itu kini masih memandangi belahan jiwanya yang jauh di seberang sana. Ia hanya bisa menggelengkan kepala. "Gue pesenin es teh, ya?"

"Lis," panggil Kiara. "Gue beruntung banget gak sih?"

Gadis berponi itu mengangguk. "Hm, iya. Tapi lo gak jajan 'nih jadinya?"

Sedetik kemudian Kiara menatap Lisa dengan intens. Lidahnya menyuarakan decakan, "Ya udah, biar gue pesen sendiri aja."

Ia berdiri dari duduknya, beranjak ke salah satu bilik kantin yang sudah menjadi langganannya selama setahun ke belakang. Dilihatnya si ibu penjual sedang membungkus nasi pesanan gadis kelas 10 yang sedang mengantre.

"Bu, kaya biasanya, ya!" seru Kiara.

"Siap selalu, dik!" seru si ibu penjual tak kalah semangat.

"Gak usah pake es krim, Bu. Lagi bokek!" tambahnya dengan sedikit kecewa.

Adik kelas 10 yang sedang menunggu nasi bungkusnya siap itu tertangkap tengah menahan tawa.

"Gak perlu di tahan-tahan, dik. Hati-hati 'ntar kentut."

"Ini, dik." Si ibu penjual menyodorkan kantong plastik hitam yang dipastikan berisi nasi bungkus pada adik kelas tersebut. Gadis itu memberikan selembar 20 ribu yang langsung di sahuti oleh si Ibu. "Pas ya duitnya."

"Eh, Bu.."

"Bercanda." Kemudian di serahkannya kembalian yang sebenarnya. Setelah itu membuatkan nasi ayam yang biasa Kiara beli disini setelah murid kelas 10 itu pergi.

Tak sampai satu menit Kiara menunggu sambil memandangi Jaewon dari tempatnya berdiri, Ibu penjual sudah menyodorinya sekantung plastik hitam berisi pesanannya.

"Ini, dik," katanya.

Kiara mengecek kantong plastik itu tetapi ia mendapati ternyata si Ibu menambahkan es krim kesukaannya di dalam sana. Ia segera mengeluarkannya dari dalam kantong plastik dengan alis bertaut dibuatnya. "Loh, Bu. Kia gak pesen es krim."

Si Ibu tertawa. "Ambil aja, dik. Sudah di bayar semua sama adik ganteng yang disana," katanya sambil menunjuk seseorang di balik punggung Kiara dengan jempolnya.

Ia berbalik badan, Jaewon tengah memandangnya dengan memberi gerakan tangan kuncup ke dalam mulutnya. Bibir lelaki itu bergerak menyuarakan kalimatnya.

"Makan."

Itu yang Kiara tangkap.

Segeralah ia membalas dengan senyum lebarnya. Jaewon jadi khawatir mulutnya bisa robek kalau tersenyum selebar itu.

Namun sungguh ia lega, gadis itu berlari kecil setelahnya dan mengambil duduk di samping Lisa lagi. Dimakannya es krim pelangi terlebih dahulu. Terlebih lagi sambil memandangi Jaewon dari tempatnya.

Ah, senyumannya tak bisa luntur lagi.

Ya, senyum keduanya.

Bangunan dengan cat merah itu sudah dipenuhi oleh murid-murid dari berbagai macam sekolah. Semuanya masuk ke dalamnya, terkecuali satu laki-laki yang masih berdiri di sisi motornya sambil pandangannya menelusuri sekitar. Lebih tepatnya mencari Daniel.

Sosok itu belum juga datang, padahal ia sendiri yang bilang pada Jaewon akan datang tepat waktu sesuai jadwal bimbingan belajar. Dasar kutu kupret, itu yang ada dalam otak Jaewon sejak tadi. Bisakah ia mengumpat sekarang?

"Jaewon?"

Lelaki itu menoleh. Matanya menyipit sedikit ketika didapatinya seorang gadis dengan kemeja rapi dan celana jeans kasual. Ia menggantungkan tas kecil di pundak, dan kini ia sedang tersenyum cukup lebar pada Jaewon.

Ah, iya.

Risa, teman Jaewon semasa SMP. Mereka pernah berada dalam kelas yang sama selama 2 tahun. Sebenarnya bukan hanya teman, tapi mereka juga pernah berada pada masa pendekatan. Gadis itu sempat menaruh hati pada Jaewon di masa itu. Mereka  cukup dekat pada masanya. Akan tetapi gadis itu malah berakhir  dengan orang lain.

"Tuh, kan, gue gak salah orang," cetus si gadis sambil menjentikkan jari. "Lo ikut bimbel disini juga?"

Jaewon hanya mengangguk singkat sebagai jawaban.

"Lama gak ketemu lo makin oke aja," pujinya tanpa ragu. Jaewon tidak tahu harus merespon apa jadi hanya tersenyum sebagai formalitas.

"Lo sekolah dimana?" tanya Jaewon kemudian.

"SMA Kusuma," jawabnya. "Deket sini, kok."

Lelaki itu mengangguk-angguk saja sebagai respon. Lagi-lagi formalitas.

"Ya udah, gue masuk duluan, ya." Risa tersenyum kecil sebelum akhirnya meninggalkan Jaewon di luar bangunan ramai itu.

Lagi-lagi pundaknya di tepuk, lagi-lagi ia menoleh begitu saja. Butuh beberapa saat agar ia bisa menyadari siapa yang sedang berdiri di depannya. Segala nama hewan di kebun binatang terlontar  dalam hatinya kala itu.

Daniel yang tadi menepuk pundak Jaewon itu malah melotot. "Bimbelnya udah mau jam masuk, lo ngapain nangkring di parkiran?"

"Gue nunggu hampir setengah jam di sini, anjir!" katanya menahan diri untuk tidak memaki-maki. Walaupun sudah di dalam hati.

Dasar, Kuda Nil.


Hayoo,
Jangan lupa kasih vote buat cerita ini yaa! Dan tulis kritik saran kalian kolom komentar!

Love u semua,

Leggeo

Another One [Jung Jaewon FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang