Meet Up

931 122 2
                                    


"Lea! Lo dimana?"

"Gua lagi di jalan! Sabar napa."

"Cepet! Gue udah berdiri lama nih di depan kafe, udah kayak gembel. Mana panas lagi." Gerutuku kesal.

"Kenapa lo ga masuk duluan aja, udah tau lagi panas Jakarta tuh."

"Cih!" Umpatku marah mendengar celotehannya. Setelah itu aku menutup teleponnya dengan kasar. Aku pun memasukkan ponselku ke tas kecilku.

Tapi dia benar juga. Kenapa aku tidak masuk duluan? Ah, sudahlah. Tunggu saja dia disini.

Aku dan Lea adalah sahabat roleplay, sudah menginjak 5 bulan aku bertemu dengannya lewat Line. Itu terbilang cukup lama dalam waktu roleplay.

Aku ini adalah orang asli Bandung yang sedang berlibur ke Jakarta. Karena kebetulan Lea tinggal di Jakarta, maka kami putuskan akan bertemu di suatu kafe di Jakarta.

2 hari yang lalu..

14.30
Ilea: Lo mau ke Jakarta besok?
Ilea: Nanti meet sama gua, mau?

14.30
Ryu: Mau lah
Ryu: gue di Bintaro sih, lo kan di Jakarta Utara
Ryu: Emg mau meet dimana
Ryu: Kan jauh

14.30
Ilea: Bisa di atur lah
Ilea: Di kafe xxxx
Ilea: send location

14.30
Ryu: Ayo lah
Ryu: Naek Grab cuma 15.000
Ryu: Deket

"Jakarta panas banget, gila!" Ucapku sambil mengipaskan tanganku. Sumpah demi apapun Jakarta sangatlah panas bagi orang yang terbiasa hidup di dataran tinggi, seperti Kota Bandung.

Kuharap ibukota dipindahkan ke kota lain, kasihan.

Tring.. Tring!

"Halo?"

"Kamu kemana, ma? Kenapa ga bilang-bilang mau pergi sendiri!"

Damn. Itu ibuku. Aku tadi terburu-buru meninggalkan rumah di Bintaro untuk kesini.

"Tadi lupa mau izin. Maaf ya, bu. Tadi buru-buru banget." Ucapku menyesal. Padahal tadi ibu tertidur, jadi aku tidak bisa meminta izin.

"Yaudah, nanti pulangnya jangan lebih dari jam 5, awas lho kalau lebih. Ibu sentil!"

Tut.. tut.. tut..

Menyeramkan.

Ponselku berdering lagi. Oke, sekarang dari Lea.

"Kenapa?"

"Lo pake baju apa sih? Gua udah nyampe, lu dimana?"

"Depan kafe, pake baju warna biru muda."

"Oh, yang itu? Beneran kayak gembel, sih. Pendek lagi."

Mendengar itu, amarahku langsung naik, "Woy, anjir! Gue bukan gembel! Berani ngatain, gue lebih tua dari lo juga."

Terasa pundakku di sentuh seseorang, lantas aku menoleh ke belakang.

"Ini Ryu, 'kan?" Kata gadis yang menyentuh pundakku. Dia memakai pakaian tomboy.

"Lea?" Dia mengangguk. Ketika melihat reaksinya, kedua sudut bibirku menaik. Hatiku terasa sangat senang.

Aku memeluknya. "Ih, akhirnya ketemu sekarang. Pengen banget dari dulu ketemu kayak gini."

Lea melepas pelukanku. "Masuk ke dalem, disini panas."

Setelah aku melangkahkan kakiku ke dalam, aku kerasakan kesejukan. Jakarta sejuknya di dalam ruangan. Berbeda dengan Bandung, luar dan dalam sama-sama sejuk.

Tidak seperti mengobrol di chat, kami berdua merasa agak canggung. Aku tipe orang yang tidak terlalu cerewet ke orang yang baru bertemu, jadi ini agak susah.

"Oh, iya. Mau minum apa, Yu?" Ucapnya terdengar sangat canggung. Aku segera mengambil buku menu yang ada di sudut meja. Dan melihat-lihat isinya.

"Lemon Tea aja." Jawabku singkat. Oke kurasa ini benar-benar canggung.

Lea terlihat memanggil seorang pelayang yang ada di sebelah kasir. Dan pelayan itu pun segera menghampiri meja kami.

"Cheesecake nya satu, tiramisu nya satu, terus hmmm, jus jeruknya satu, sama lemon teanya satu. Udah mas."

Pelayan itu mengulangi pesanan dan berbalik menuju kasir.

"Oy,"

Aku tersentak karena dia memanggilku tiba-tiba.

"Canggung banget ga, sih? Lo frontal banget kalo chatting." Katanya sambil tertawa.

"Cuma ga biasa aja, nanti kalo sering ketemu, gue bakal lebih frontal lagi dibanding chatan." Kataku jujur.

"Oh, ya udh. Dandanan lo kek cewe centil tau ga, Yu." Ejeknya sinis.

Aku tersedak ludah sendiri. Rasanya aku akan meledak.

"Oke, gue terima. Emg lo nggak? Dandanan tomboy, tapi suara cempreng. Ew."

.
.
.

Itulah meet up pertama bersama teman roleplay-ku. Awalnya sangat canggung, tapi lama-kelamaan berubah menjadi asyik.

Ini cerita fake world-ku yang paling aku senangi. Persahabatan.

Ketika sebuah pertemanan di dunia palsu, berubah menjadi nyata.

Karena pertemanan itu tidak ada yang palsu.

Persahabatan lebih mengasyikkan daripada berpasangan. Karena sahabat selalu mengerti kita saat sedang susah maupun senang. Dia tempat curhatku. Dan aku senang bermain bersama mereka(sahabat-sahabatku).

————

Oke, ini agak membosankan. Gue gatau harus ngetik apalagi. Jadi, aku sayang kamu.

—Salmon.

in

Our Fake Life | RolePlayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang