#33. Intoxicating

Mulai dari awal
                                    

“Jeon Jungkook akan lebih cocok jika pacaran dengan anak-anak akselerasi.”

*Mereka itu—”

Detik itu, mendadak sekali Jungkook menutup bukunya dengan lumayan keras. Bunyinya memecah keheningan selama sekejap, sampai-sampai dua anak perempuan di jajaran rak sontak menoleh, lalu terkesiap. Dua siswi tersebut saling menyikut takut-takut melihat apa yang disuguhkan di hadapan mereka.

Di sana Jeon Jungkook duduk dengan raut demikian dingin. Dua tangan di atas meja bersama tumpukan buku, serta tatapan tajam menusuk—pemandangan sama seperti sosok atasan tak berhati dalam serial drama yang bersedia mendamprat setiap bawahannya tanpa belas kasih.

“Kalian tidak tahu ini perpustakaan?” pemuda itu berkata dengan nada mengintimidasi nan rendah. “Apa kalian bodoh? Gunakan mulut kalian untuk sesuatu yang lebih berguna.”

Jungkook melihat salah satu siswi menunduk dan berpaling, sementara satu lagi kelihatannya ingin mengatakan sesuatu tapi tak berani.

“Enyah dari sini,” Jungkook menekankan saat tak ada sepatah kata pun balasan yang diterimanya. “Jangan sampai aku mendengar ocehan kalian lagi.”

Tanpa menunggu lama—atau menunggu Jungkook naik darah—siswi-siswi tersebut segera angkat kaki. Hal yang tepat untuk dilakukan, karena jika mereka berlama-lama di sana sedikit lagi saja mungkin mereka betul-betul akan habis di tangan Jungkook.

Dua siswi penggosip meninggalkan perpustakaan tanpa mengetahui bahwa ada orang lain yang juga menyimak pembicaraan mereka selain Jeon Jungkook.

Sewaktu suasana siang kembali sunyi, Jungkook kemudian menurunkan pandangannya, sekadar melihat sosok pemuda yang tengah tiduran satu kursi bersamanya dengan menggunakan pahanya sebagai bantal. Pacarnya itu satu-satunya yang Jungkook pikirkan pada saat ini. Laki-laki itu terlihat meletakkan tangan di atas lutut Jungkook, sedikit menutup pandangan.

Namun bahkan meski dari sisi samping, Jungkook bisa melihat lamat-lamat ekspresi murung mulai muncul di sana. “Kau mendengarnya?” Jungkook bertanya kepada Taehyung.

Terkesan tak peduli jawaban yang kemudian diberikan. “Terdengar jelas sekali, bagaimana mungkin aku tidak dengar?”

Jungkook tahu itu. Akan tetapi dia bersungguh-sungguh saat menyuruh Taehyung agar, “Jangan dengarkan.”

“Bodoh.” Taehyung terkekeh meremehkan. “Kau pikir aku akan terpuruk? Jangan meledek dan pikirkan saja dirimu. Kau kelihatan seperti akan menantang gadis-gadis itu berkelahi.”

Taehyung menoleh sejenak dan merapatkan jaketnya, lalu menyamankan kepalanya kembali di paha Jungkook sambil mencibir, “Memangnya sejak kapan anak-anak membicarakan hal baik tentangku?”

“Aku tidak peduli,” kata Jungkook sambil meraih buku di meja. “Aku paling benci orang yang suka ikut campur.”

Taehyung menarik cengiran melihat Jungkook bersungut-sungut. Jadi dia kemudian mengangkat tangan menepuk-nepuk pipi pemuda tersebut seraya menimpali, “Aku juga, Berengsek. Aku juga.”

Jungkook kembali menatap Taehyung.

“Aku juga paling muak dengan orang seperti itu,” kata Taehyung, “tapi jangan khawatir, aku tidak pernah memikirkan omongan mereka.” Lalu dia berbalik pada posisinya semula.

Tak lama setelah diam beberapa detik Jungkook akhirnya mengulas senyum tipis.

Hanya saja, Taehyung berbohong. Dia tidak serius saat mengatakan tidak kepikiran. Sudah pasti. Faktanya, memang sulit sekali tak memikirkan omongan orang-orang di sekitar saat kebetulan dirinya dan sang kekasih yang dibahas. Ini memang berlebihan, tapi dia jadi lebih sentimen sejak berpacaran dengan Jeon Jungkook. Dia terganggu, sebab dia yang dulu tidak pernah menggubris seberapa buruk dirinya dibicarakan atau dipandang, kini mulai peduli mau tak mau.

Unlimited | BTS KookV [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang