Bryna mengangguk, tidak ingin membiarkan dirinya terlalu terbawa perasaan. Ia berbalik keluar garasi dan melihat Brenda berdiri diambang pintu, menatap mereka berdua dengan tatapan curiga dan kesal luar biasa.

Tapi ia tidak berhenti untuk menjelaskan apapun pada Brenda. Tidak perlu. Ia hanya melewatinya begitu saja dan meneruskan langkahnya menuju taksi yang sudah menunggunya.

Dan sepertinya Nicko juga melakukan hal yang sama, karena setelah ia duduk di dalam taksi dan menutup pintunya, ia melihat mobil Nicko meninggalkan rumah.

•°•

"Bu Rara sudah menunjukkan tanda-tanda perbaikan dalam 12 jam terakhir." Kata dr.Evan saat Bryna di Rumah Sakit dan menemuinya.

"Kami optimis, jika kondisinya terus membaik secara bertahap, kami bisa melakukan operasi dalam minggu ini." Dokter itu tersenyum penuh simpatik sebelum meninggalkannya di depan pintu ruang rawat ibunya.

Lelah dan nyaris bosan karena melihat empat sisi dinding yang sama terus menerus selama beberapa jam terakhir, Bryna memutuskan untuk melemaskan kaki dan berjalan-jalan di sepanjang koridor Rumah Sakit yang berkilau.

Tapi belum sempat dia beranjak, dilihatnya perawat yang keluar dari ruangan ibunya mendekatinya dengan senyum lebar.

"Ibu sudah bangun, dan sekarang sedang menunggu mbak Bryna di dalam."

Bryna mengangguk, tersenyum kecil dan menghampiri ibunya.

Ibunya tidak terlihat jauh lebih baik daripada beberapa hari terakhir sebenarnya. Tapi Bryna menganggap bahwa kulitnya sudah tidak terlihat seperti lilin pucat, dan semburat biru di bibirnya sedikit memudar.

"Bryna.." Panggil ibunya.

Ada rasa gelisah yang menyeruak dalam dadanya saat mendengar nada suara ibunya. Tegas, mendesak dan serius. Tidak ringan dan basa-basi seperti beberapa hari terakhir.

Dan Bryna memahami satu hal, ibunya tidak sedang membicarakan masalah ringan dengannya.

"Ya bu?"

"Apakah semua baik-baik saja?"

Bryna melihat garis-garis di wajah Ibunya terukir lebih dalam, kulit dibawah dagunya tampak mengendur, dan rambutnya mulai banyak yang memutih.

"Hmm, sejauh ini semua baik-baik saja, bu. Kami sedang berusaha mendapatkan jalan untuk.." Bryna berusaha mencari kata yang tepat agar tidak membuat ibunya cemas.

"..semuanya. Dan, Bryna akan bergabung ke Karya Utama bu." Jawabnya hati-hati. "Om Indra dan Brenda juga sudah setuju untuk itu, jadi.." Bryna mengangkat bahunya, seolah mengatakan "begitulah" dengan bahasa tubuhnya.

"Bukan tentang itu." Kata ibunya tenang. "Nicko."

Bryna mengerutkan kening, terkejut. "Nicko?"

"Brenda bilang.."

Hati Bryna mencelos. Sejak kecil, apapun yang diadukan Brenda pada ibu tidak pernah menjadi topik favorit yang ingin dibahas Bryna.

"..kalau sejak kepulangan kamu, Nicko semakin jarang menghabiskan waktunya bersama Brenda. Apakah dia mendekatimu lagi, Bry?"

Bryna menarik nafas dalam, berusaha menjaga agar tetap tenang kendati darahnya mulai mendidih.

"Tidak bu." Jawabnya.

"Kamu masih mencintainya?"

"Tidak lagi."

"Masih menginginkan Nicko?"

"Tentu saja tidak."

"Brenda tidak tenang akhir-akhir ini, Bry. Dia khawatir terus menerus."

"Brenda sudah memiliki Nicko bu, bukankah itu sudah cukup?"

Nothing Last Forever (Hate-Love) ✔Where stories live. Discover now