"Jeon! Aku yang menghidupimu selama ini! Lalu, apa balasanmu, hah?! Inikah balasanmu?! Kau adik tak tau diri—lepas! Jeon! Aku tidak akan mengurusmu lagi! Aku tidak akan peduli! Aku—"

Jungkook semakin memejamkan matanya. Hatinya benar-benar sakit, tapi tidak bisa terus membiarkan kakaknya menyakiti orang lain. Lalu, Jungkook dapat merasakan dua tangan menyambut kedua sisi tubuhnya. Memberinya kehangatan dan tepukan halus pada punggung, tak lupa merapal kata-kata yang seketika mengubah hatinya menjadi hangat.

"Ssh... jangan dengarkan dia. Aku yakin, dia tak akan membencimu. Seberapa marahnya seorang kakak, tapi ikatan darah tak bisa membohongi. Kau sudah melakukan yang terbaik, Jungkook-ah,"

Jimin diam, hatinya ikut teriris mendengar raungan Jungkook yang menenggelamkan kepala pada bahunya. Namun, saat matanya menangkap kehadiran Taehyung yang berdiri di bawah pohon, tepat di seberang rumah Jungkook, ia mengernyit dalam. Seperti adegan dalam film, Jimin merasa sekitarnya melambat, perlahan hening.

"Taehyung?" Bibirnya bergerak lirih, suaranya menggema. Bukan tanpa alasan air mata Jimin jatuh, Taehyung yang dilihatnya sekarang sungguh berbeda. Taehyung tampak pucat, seperti tak mengalir darah di dalamnya. Sepupunya itu juga jauh dari kata baik. Sepupunya itu... bukan layaknya manusia. Jimin menangkap dengan baik, kehadiran Taehyung yang pudar diterpa cahaya.

Taehyung tersenyum, tapi sendu sekali. Seolah ia sedang memberi senyum terbaiknya sebelum pergi.

Jimin tanpa sadar melepas pelukannya pada Jungkook, berjalan melewati lelaki itu tanpa mengatakan apapun. Langkahnya terasa berat, Jimin tak tau kenapa gravitasi sekitarnya seakan berputar.

"Taehyung," tangannya terulur, berusaha menggapai Taehyung yang semakin pudar.

"Tidak, jangan pergi," Jimin mulai menangis.

"Jangan,"

"Jangan tinggalkan aku,"

"Taehyung—"

"JIMIN HYEONG!"

Selanjutnya yang terjadi adalah, tubuhnya yang melayang setelah benturan hebat di sisi kanannya, Jimin merasa ringan, lalu semuanya gelap.


~~~


Ruang operasi masih ditutup bahkan setelah 2 jam berlalu. Tak jauh dari pintu masuknya, gadis dan pria orang duduk berdampingan, sementara di seberangnya, ada seorang laki-laki remaja. Hening. Semuanya sibuk dengan pikiran di kepala mereka, kemungkinan-kemungkinan yang berputar, membuat sang gadis yang masih terisak itu merasa sesak, pria di sebelahnya sesekali menepuk pelan punggungnya guna menenangkan.

Kemudian, pria itu menatap seorang laki-laki di seberangnya, sendu. Laki-laki itu tampak kacau, wajahnya juga sembab, belum lagi ia hanya mengenakan kaos putih, jaketnya yang terkena darah dilipat di sampingnya.

"Siapa namamu tadi, nak?" Suara baritone-nya menggema.

"Jeon Jungkook, tuan,"

"Berapa umurmu?"

"20 tahun,"

Pria itu tersenyum, "namaku Kim Daeryeong. Panggil saja paman. Yang kau selamatkan itu, adalah keponakanku, Park Jimin, kakak dari gadis ini, Jihyun."

Jungkook menatap Jihyun yang bersandari di bahu Daeryeong, bahunya masih naik-turun tak berirama, belum lagi wajahnya yang sudah memerah dan sembab karena terus menangis.

"Apa kau mengenal Jimin? Apa hanya sekadar menolongnya?"

"Aku adalah orang yang membantu Jimin hyeong menggarap tugasnya,"

SO FAR AWAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang