Part 2

11.5K 714 7
                                    


Hari-hari selanjutnya semakin kelabu bagi Andra,

Sampai bertahun-tahun kemudian, saat ini Diandra berusia 11 tahun, dan saat kejadian yang menewaskan Darrel, Diandra berusia 6 tahun, dan Darrel pada waktu itu berusia 3 tahun, saat ini keluarga Winters sendiri sudah memiliki anak laki-laki yang menjadi kebanggaan kedua orang tuanya, namanya Daniel, Daniel sendiri saat ini berusia 5 tahun. Jarak 6 tahun antara Daniel dan Diandra, sedangkan satu tahun untuk Diandra dan sang Kakak Daisy.

Seperti anak kecil yang lainnya, Diandra pun sama, kadang ada masanya Diandra tidak mau mendengarkan nasihat dari Mbok Sumi, yang mencintainya selama ini untuk tidak berbuat ulah apapun yang akan membuatnya di hukum oleh kedua orang tuanya. Tapi yang namanya anak-anak, sebelum ia dimarahi, diomelin dan terjadi apa yang dilarang orang tua, mereka cenderung untuk melupakan apapun kecuali bermain, tertawa, bercanda, berlarian tanpa ada beban kehidupan, dan melupakan hukuman yang akan mereka terima setiap kali ia melakukan kesalahan sekecil apapun.

Diandra kecil tengah bercanda bersama dengan Daisy, dan Daniel yang pada saat ini masih berusia lima tahun. Mereka berlarian mengelilingi ruang keluarga yang luas itu, sambil tertawa dan berteriak nyaring, melupakan semuanya. Dan saking asyiknya mereka bercanda, hingga tidak sadar pada satu kesempatan Diandra menyenggol guci antic milik Mama yang mahal harganya.

"BRAKKKK...."

Mendengar suara benda jatuh, mereka bertiga berhenti berlariannya, dan saling menatap dengan wajah ketakutan, begitu juga dengan Diandra, wajah Diandra yang pucat semakin pucat, dan getar ketakutan tampak diwajah kecilnya.

Mendengar suara barang pecah Papa masuk ke ruang duduk dan berteriak. "ADA APA INI?"

"Diandra memecahkan guci antik milik Mama Pa!" jelas Daisy.

Papa menatap Diandra marah, "KAMU...!" desisnya sambil menghampirinya, sebelum Diandra tahu tujuan Papa, sebelah tangannya yang kanan menyambar pipinya, "PLAKKK..!" darah segar muncrat dari bibir Diandra yang pecah, dan sebelum Diandra menyadari semuanya, pukulan bertubi-tubi jatuh kepadanya, berupa sapu lidi dan rotan, yang entah kapan ada di tangan Papa.

Papa tidak segan menyakiti Diandra secara fisik, bila Papa hanya orang biasa dan tidak memikirkan tentang statusnya yang pengusaha kaya, dan diperhitungkan, mungkin membunuh Diandra pun akan Papa lakukan, karena kebenciannya kepada Diandra.

Menerima perlakuan buruk Papa kepadanya.

Diandra ambruk di lantai dengan tubuh lebam bekas pukulan dan bibir pecah. Airmata, darah dan jerit ketakutan yang ia keluarkan tidak Papa pedulikan, dan sebelum Diandra menyadari semuanya, Papa lagi-lagi sudah menyeret Diandra menuju gudang gelap, dan menguncinya dari luar.

"Bukan hanya Andra yang salah Pa, tapi Daisy juga. Hukum Daisy Pa, hukum Daisy.." pinta Daisy sambil memegang kedua tangan Papa, berusaha membela Diandra yang disakiti oleh Papanya.

Tapi yang dilakukan Papa hanya mendengus, melepaskan cekalan tangan Daisy kasar, dan beranjak meninggalkannya. Papa sama sekali tidak berniat untuk mengabulkan permohonan Daisy. Meninggalkan Daisy yang memanggil nama Diandra dari luar gudang, dan dijawab lemah oleh Diandra dari dalam. Mereka menangis berdua, walaupun tembok tebal memisahkan mereka berdua.

Menurut Papa dan Mama semua kesalahan yang dilakukan di rumah ini, sudah pasti Diandra yang melakukan, tanpa harus Papa peduli siapa pelaku sebenarnya, bisa Daisy, Daniel atau yang lainnya.

Bagi Papa dan Mama, Diandra merupakan tokoh utama untuk semua kesalahan didalam keluarganya. Sah-sah saja untuk disalahkan atau dihukum sesuai hukum yang sudah Papa buat untuk Diandra, menyakitinya secara fisik dan psikis.

Sepeninggal Papa, Diandra masih berusaha bangkit, mengetuk pintu pelan dengan sisa-sisa tenaganya, walaupun dengan kondisi lemah kesakitan, Diandra memohon kepada Papa untuk memaafkan, untuk membuka pintu untuknya, untuk membiarkannya menikmati udara bebas, bukan dikurung dalam ruang gelap dan pengap seperti ini.

Tapi sekali lagi, hukuman tetaplah hukuman dari Papa untuknya, mau tidak mau Diandra harus mau menerimanya setiap kali ia melakukan kesalahan.

"Papa... Tolong buka pintunya, Andra janji tidak akan nakal lagi.." jerit pilu Andra didalam gudang gelap, tapi Papa dan Mama seolah menutup mata dan telinganya.

Yang berbaik hati akan keadaan Diandra atas kenakalannya hanya Mbok Sumi, yang selalu memastikan Diandra makan, dan minum yang cukup, memberikan obat-obatan untuk luka-luka yang ia dapatkan dari pukulan Papa disekujur tubuhnya yang membiru.

****

Dua hari Diandra dikurung didalam gudang gelap itu, tanpa sempat ia melihat cerahnya matahari disiang hari, dan indahnya bulan purnama di malam hari.

Hingga akhirnya Papa mengijinkan Diandra keluar dari gudang sempit dan pengap itu, dengan ancaman, apabila Diandra melakukan kesalahan yang sama, ia akan mendapatkan hukuman yang sama, atau malah lebih menyakitkan daripada itu.

Sungguh, Papa dan Mama sepertinya lupa, luka masa kecil akan berdampak trauma untuk kehidupan Diandra kedepannya.

****

Dan hukuman setiap Diandra melakukan kesalahan itu, harus Diandra terima sampai ia berusia 15 tahun, sering kali ia datang kesekolahnya dengan luka lebam disekujur tubuhnya, atau bekas tamparan yang membiru dipipinya.

Setiap kali ada orang yang bertanya tentang penyebab luka itu, Diandra hanya bisa tersenyum tanpa daya, ia tidak mampu menceritakan yang sebenarnya kepada orang lain, bahwa orang tualah yang menyebabkan luka disekujur tubuhnya.

Bukan hanya luka ditubuhnya, tapi juga di jiwa, dan hatinya.

Diandra masih menenggang perasaan Mama dan Papa, karena Papa itu pengusaha sukses, berita buruk apapun yang terjadi pada Papa akan berdampak untuk usahanya.

Dan selama ini ia hanya sanggup Diandra berbagi dengan Mbok Sumi, pengasuhnya sejak ia bayi.

Dan setiap kali Diandra mengalami kekerasan, Mbok Sumi akan memeluknya erat, ikut menangis seolah ia yang menerima luka itu, dan mencoba memberikan ketenangan yang Diandra butuhkan, dan mencoba mengobati luka hati dan traumanya, dengan cerita-cerita masa kecilnya, walaupun sama sekali tidak indah.

Bukan hanya diingatan Diandra, karena kenyataannya pun sama buruknya.

Dunia DiandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang