BAGIAN 1

74 8 0
                                    

Aku duduk dengan memakai rompi yang kututupi lagi dengan jaket besar menempel di bajuku. Jantungku berdebar, terasa meronta-ronta, rasanya aku tidak kuat lagi menahan lebih lama, jantungku seperti melompat-lompat berusaha keluar dari mulutku. Aku tidak tahu apa yang aku lakukan di sini. Untuk pertama kalinya aku ragu.

 Ya...aku benar-benar ragu dengan apa yang sudah aku yakini selama bertahun-tahun. Kepercayaan yang aku tanamkan selama bertahun-tahun, seakan-akan hancur seketika ketika melihat tatap matanya yang polos, senyumnya seperti mampu membuat malaikat manapun akan menunduk padanya. Sosok kecil itu begitu indah, tangannya yang mungil, ia tidak terlihat seperti calon-calon iblis yang guruku sering bilang. Ia tertawa begitu riang gembira, berlarian ke sana ke mari, semua benda yang disentuhnya terlihat sangat menarik baginya. Ia tertawa begitu gembira bersama kedua orang tuanya. Orang tua yang selama ini kami anggap sebagai iblis perusak moral.

Setan..., Ya begitulah kelompok kami sering menyebutnya. Orang-orang dewasa berkulit putih pucat, dengan rambut pirang. Berbicara bukan dengan bahasa kami. Aku benar-benar benci melihat mereka. Entah dari mana rasa benci ini. Aku juga tidak tahu, yang pasti, seluruh kelompokku membenci mereka, kelompokku selalu mengajarkan bahwa mereka adalah orang-orang berdosa yang telah merusak keyakinan kami dan menghancurkan moral kami. Semua yang dilakukan orang itu selalu bertentangan dengan ajaran kami. Lihat saja bagaimana mereka meminum minuman yang dapat membuat mereka tidak sadarkan diri. Mereka dengan bebas berhubungan intim tanpa terikat pernikahan. Yaa...mereka semua adalah pendosa. Dan aku yakin kalau darah mereka berarti halal untuk ditumpahkan.

Satu jam yang lalu, aku tiba di ruangan yang luas dan dipenuhi meja-meja bundar tempat orang memakan makanan pesanan mereka. Mereka sering menyebutnya kafe kalau tidak salah. Aku tidak terlalu mengerti dengan tempat-tempat seperti ini. Aku merasa sendiri di sini. Tidak sendiri secara harfiah, sebenarnya orang-orang yang aku benci itu mengelilingi di kanan kiriku. Aku hanya tidak pernah menganggap mereka ada. Lagipula, sepertinya mereka tidak memperhatikan aku. Siapa juga aku?? Aku tidak terlihat putih pucat seperti mereka, aku berbeda dengan mereka. Aku tiba di ruangan ini dengan perasaan benci yang sangat dalam. Kulihat di sekelilingku orang yang jelas-jelas bukan berasal dari negaraku begitu asik bersenda gurau. Mereka memakai pakaian setengah tebuka. 

"Puh...tidak tahu malu sekali mereka!!!" aku mengumpat dalam hati.

Kebencianku semakin menjadi-jadi ketika aku melihat dua orang, berpasangan, dan mereka saling menempelkan bibir mereka satu sama lain, seolah-olah tidak ada yang memperhatikan mereka di sana. "Cukup sudah, ini harus diakhiri...!!!" begitu pikirku.

Tapi sekali lagi, tembok kebencianku teralihkan seketika ketika anak kecil tadi tertawa dengan keras sehingga mengaburkan lamunanku. Ahh...tanpa sadar, aku tersenyum melihatnya. Tawanya lucu sekali, tidak seperti orang-orang lain di sini. Tawanya begitu lembut. Seperti nyanyian dari surga, sekalipun aku belum pernah ke surga. Kulit putihnya seperti paling bersinar di antara yang lain. Dengan rambut panjangnya yang dikuncir, dan bibirnya yang mungil, ia bernyanyi-nyanyi kecil. Kebencian yang dari tadi sudah merasukiku semenjak aku sampai ditempat ini tiba-tiba sirna begitu saja melihat wajahnya.

"Ahh...tidak...tidak..." aku berusaha mengalihkan pikiranku. "Ia tidak sebanding dengan apa yang akan aku dapatkan nanti, kelak setelah semua ini berakhir..." bisikku dalam hati.

Tiba-tiba aku teringat... mereka... kelompokku... pernah menjanjikan sesuatu padaku. Selesai dengan tugasku ini, aku pasti akan berada di surga. Itu yang mereka janjikan dan yang aku tanamkan sejak aku mengenal guruku. Ya guruku yang selama ini aku percaya. Setiap kata yang keluar darinya adalah kebenaran yang tidak dapat diganggu gugat. Setidaknya begitulah pendapatku. Dan tiba-tiba aku teringat beberapa jam yang lalu. Sebelum aku berada ditempat nista ini.

Hitam dan Putih, Pada Akhirnya Hanyalah Abu-Abu  [SELESAI]Where stories live. Discover now