25 | NO!

3.4K 379 3
                                    

Aku sampai di rumahku untuk sesuatu yang ganjil. Avery sedang duduk di sofa dengan wajah menunduk, sedangkan Mom berdiri tidak jauh darinya. Keduanya tampak terkejut melihatku datang. Ada yang tidak beres.

"Hai," sapaku ragu. "Tumben kau di sini hari kerja?" Reaksi Avery membuat pertanyaanku terdengar bodoh. Dia terlihat kaku dan tegang—lebih dari biasanya.

Mom berjalan mendekatiku dan menyentuh sebelah tanganku lembut. "Aria, sayang, ada yang harus kusampaikan."

Aku reflek menarik lenganku. Aku tidak tau apa yang terjadi, tapi aku tidak suka ini. Rasanya seperti sesuatu yang buruk akan terjadi. Atau sudah terjadi.

"Ada apa?" tembakku menatap Mom dan Avery bergantian. Avery bahkan tidak mau mengadah menatapku. Ini benar-benar janggal. Jantungku sudah berpacu cepat sebelum aku benar-benar tau apa yang terjadi.

Mom menatapku. Wajahnya terlihat sedih. Dia tidak pernah terlihat sedih seumur hidupnya. Bahkan ketika Dad pergi dari rumah, dia masih terlihat sama. "Aria, lebih baik kau duduk dulu."

"Tidak," tolakku cepat. "Ada apa?"

Mom menarik nafas berat. "Ini soal ayahmu."

Oh, tidak. Kedua lututku lemas. Rentetan kemungkinan buruk terlintas di benakku. Dan dalam waktu cepat aku langsung menyimpulkan hal yang terburuk. Tidak, tidak, tidak.

"Ada apa, Mom?! Ada apa dengan Dad?!" Aku lagi-lagi menoleh ke arah Avery untuk mencari jawaban, tapi dia terlalu pengecut untuk melihat wajahku.

Mom kembali mencoba memegang lenganku, tapi detik itu juga kutepis kasar. Kenapa butuh waktu lama sekali untuk Mom menjawab dengan jelas; ada apa dengan Dad?

"Ayahmu ditemukan meninggal..."

Tidak ada yang jelas setelah kalimat itu. Pandanganku gelap. Tidak, aku tidak pingsan. Aku berharap aku pingsan. Tidak mungkin. Dad...

"TIDAK!" teriakku kencang. "TIDAK! TIDAK! TIDAK!" aku tidak bisa berhenti. Mom berusaha memegangku tapi kudorong tubuhnya kencang sampai terjatuh di lantai. Avery tidak bergerak. Dia masih duduk di sofa menatap lantai.

"TIDAK! TIDAK! TIDAK! TIDAK!" aku semakin histeris, berharap dengan penolakanku, Mom menarik ucapannya dan semua baik-baik saja. Tidak... tidak mungkin... Dad...

Pandanganku berubah merah. Kuperhatikan jemari-jemari tanganku. Rasanya aku ingin melakukan sesuatu yang masuk akal. Ucapan Mom tidak masuk akal.

Kuambil guci cina di meja bawah tangga lalu membantingnya keras ke lantai, berharap bunyi pecahannya yang nyaring bisa menghentikan ini semua. Tapi tidak, aku bahkan tidak bisa mendengar suara pecahannya. Hanya bisa melihat benda itu terpecah-belah. Semua di sekitarku berubah bisu. Yang terdengar di telingaku hanya ucapan Mom.

Ayahmu ditemukan meninggal...

"TIDAK! DAD MASIH ADA! KALIAN SEMUA BRENGSEK!" aku menutup telingaku erat-erat dengan kedua tangan. Suara Mom tetap terdengar.

Ayahmu ditemukan meninggal...

Aku berlari cepat menuju kamarku. Membanting pintunya dan menguncinya berkali-kali. Di dalam kamarku, aku berjalan bolak-balik dengan panik. Aku harus melakukan sesuatu. Sesuatu untuk membatalkan ini. Sesuatu untuk...

Dad sudah tidak ada.

Tidak ada.

Tidak akan kembali.

Ayahmu ditemukan meninggal...

Seketika aku jatuh terjerembab di lantai. Aku meringkuk, berteriak sekuat tenagaku. Aku tidak berhenti sampai sakit ini hilang.

Tapi sakit ini tidak pernah hilang.

ARIADonde viven las historias. Descúbrelo ahora