Chapter 27

1.6K 209 14
                                    

Blam

Pintu itu tertutup dengan cukup keras. Dimana pria yang menutup pintu rumahnya itu kini terlihat tidak baik karena pengaruh alkohol dalam tubuhnya mulai bereaksi. Membuatnya kini mabuk dan tanpa bisa ia hindari kini terjatuh pada lantai rumahnya.

"Sshh.." Ringisan kecil ia keluarkan. Bahkan tak ada niatan baginya untuk bangun dari terjatuhnya. Seolah lantai dingin rumahnya tak berpengaruh apapun padanya.

Drrt...Drrt...

Ponselnya bergetar pada saku celananya. Memilih berbaring pada lantai rumahnya dan mengeluarkan ponselnya untuk mengangkat panggilan itu.

"Hmm." Hanya dengan sebuah gumaman yang ia lakukan untuk menjawab panggilan itu. Selanjutnya, ia bahkan tak terlalu mendengarkan perkataan seseorang di sebrang sana. Rasa mabuk yang menyerang tubuhnya benar-benar membuatnya tak bisa fokus. Mungkin keberuntungan baginya karena bisa sampai di rumahnya dalam keadaan mabuk.

"Baiklah, baiklah. Besok pagi saja lagi bicarakan hal itu."

Dan dengan kalimat itu, ia mematikan panggilan itu. Dimana panggilan itu merupakan panggilan dari sekretaris pribadinya. Ia menghela nafasnya dan memilih untuk bangkit. Berjalan kembali menuju kamarnya dan langsung menjatuhkan begitu saja dirinya di atas tempat tidur di kamar itu.

Kedua matanya masih menutup. Namun rasa kantuk belum menyerangnya walaupun kepalanya terasa sangat pening. Mungkin pengaruh alkohol, begitu pikirnya.

Ia membuka kedua matanya. Dan langsung di sambut dengan senyuman manis dari seorang gadis yang duduk pada sisi ranjang. Gadis yang bahkan hampir dua bulan ini masih sangat ia rindukan. Ia mendecih, mengutuk pikirannya dan menutup kembali kedua matanya.

"Kenapa kau harus muncul dalam mimpiku? Kenapa tidak langsung muncul dihadapanku?"

Ia merasa gila karena bergumam sendiri. Dan saat kedua matanya terbuka, tak ada siapapun yang ada dihadapannya. Kembali menertawai dirinya.

"Aku memang menyedihkan kan, Lisa? Tapi aku benar-benar sangat merindukanmu."

.

.

Genggaman gadis itu pada selimutnya mengerat. Titik-titik peluh membasahi pelipis hingga keningnya. Membuat beberapa helaian rambutnya tertempel disana.

"Hahh..."

Kedua matanya terbuka dengan cepat. Dengan nafasnya yang sedikit memburu. Ia beranjak dari berbaringnya perlahan dan mengambil segelas air yang sudah tersedia sebelumnya di atas meja nakas.

Ia memilih meminumnya dengan cepat. Bahkan meneguk air pun rasanya ia tak bisa saat ini. Sedikit berlari dari tempat tidurnya untuk menuju kamar mandi dan dengan cepat berlutut untuk mengeluarkan kembali air putih itu ke dalam closet. Bersamaan dengan itu pula, rasa mual yang menyerangnya kembali datang.

Ia tak tahu apa yang terjadi padanya beberapa minggu ini. Rasanya, seluruh tubuhnya benar-benar lelah dan tak bertenaga. Dan untuk yang ke sekian kalinya, tak ada apapun yang ia keluarkan malam itu. Membuatnya menyerah dan memilih untuk beranjak lalu mencuci mulut dan wajahnya.

Langkah Lisa kini membawanya kembali untuk berbaring. Menarik selimutnya untuk melanjutkan kembali tidurnya. Namun terhenti ketika tatapannya terhenti pada sebuah bingkai foto yang terselip di atas jajaran buku-buku di meja belajarnya. Bingkai foto yang selalu ia sembunyikan dan tak pernah ia beritahu pada orang lain.

Rindu itu menyerangnya. Perkataannya pada Jimin saat itu jika ia tak merindukannya adalah bohong. Bahkan sampai saat ini. Dua bulan berlalu dengan cepatnya. Namun bayangan pria itu di benaknya tak pernah menghilang. Dan tanpa bisa ia tahan, sebulir airmata jatuh dan membasahi bantal yang ia tiduri. Terlalu menyesakkan menahan rindunya selama hampir dua bulan.

forbidden love ❌ hopeliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang