|4| Cukup Aku Yang Merasakan

Start from the beginning
                                    

Jujur saja Nam agak kaget, dia mendapati sebuah kelompok pemberontak yang terorganisasi, penuh pemikiran dan tertata rapi. Mereka bekerja dengan berstruktur, terencana dan fleksibel. Seperti licinnya kulit ular, mulus menuju tujuan. Andai kata Keke tahu dihadapannya ini adalah seorang putra mahkota, apakah pedangnya yang masih bersarung manis dipinggangnya itu malah melesat kelehernya.

"Ngomong-ngomong, Keke. Kenapa kau mau membocorkan soal kelompokmu padaku?"

Keke menatap polos."Karena kau bertanya."

Nam menepuk dahinya, dasar bodoh.

"Bukan berarti kau harus menjabarkan semuanya, 'kan? Aku ini orang asing dan bisa saja aku orang jahat," Tuding Nam, dia merasa gemas dengan kepolosan Keke yang tidak khawatir mengenai dirinya. Padahal seharusnya dia lebih waspada pada orang asing.

"Tapi kau tidak terlihat seperti penjahat," Kilah Keke yang sekarang menunjuknya dengan jari telunjuk.

"Kau tidak bisa menilai seseorang dari luarnya saja, banyak orang yang bisa memanipulasi orang-orang seenaknya, waspadalah sedikit." Nam menyilangkan kedua tangannya, dia bersandar pada dinding dikamarnya, sedari tadi Keke tidak beranjak pergi, dia memilih untuk menemani Nam mengobrol.

"Wah, aku tidak berpikir sejauh itu. Kau pintar," Puji Keke.

Nam terkekeh, tentu saja dia pintar, setelah bertahun-tahun lamanya dia menjalani didikan keras tutor istana yang disiplin. Tapi rasa geli itu bukan karena hal tersebut, tapi karena wajah Keke yang lugu dan polos itu.

Tok tok.

"Siapa?" Keke berbalik, seorang gadis seumuran dengannya membuka pintu, pakaiannya lebih kasual daripada Keke yang mengenakan pakaian seorang kesatria laki-laki pada umumnya."Ada apa, Mia?"

Mia menyilangkan kedua tangannya. "Aku tidak tahu kau sedang berkencan dengan seorang pria."

Keke tertawa, sedangkan Nam malah tersedak.

"Aku hanya menemaninya saja, apa jangan-jangan kau naksir dia?" goda Keke, Mia memutar bola matanya.

"Ngomong-ngomong, ketua sudah tiba."

"Benarkah?!" Keke berdiri, raut wajahnya antusias. Dia seperti anak kecil yang mendengar kabar gembira kalau dia akan mendapat hadiah.

"Siapa ketua?" Nam ikut nimbrung.

"Tentu saja pemimpin kami!" Seru keke."Kau akan senang berkenalan dengannya, aku juga belum bercerita tentang kalian padanya,  pasti dia akan terkejut."

Nam berusaha mencerna informasi barusan, pemimpin dari tempat ini telah datang, Nam cukup penasaran seperti apa dirinya. Tentunya orang yang mampu memimpin kelompok pemberontak ini adalah orang yang pemberani dan berpengetahuan luas. Dia mampu membuat rencana dan gagasan yang matang, bahkan juga mendirikan perkampungan untuk warga yang tersisihkan.

Nam tidak sabar untuk bertemu dengannya.

*****

Lie tahu kedatangannya akan membuat anak-anak itu menyambutnya dengan tingkah yang berlebihan, tapi kali ini dia malah mendapatkan yang lebih aneh. Keke dan Zarana sudah berlarian dari satu rumah panggung kerumah lain dengan melompat, anggota lain bahkan ada yang kena sikutan mereka hanya bisa menggeleng-geleng kepala. Dua orang itu memang tidak pernah bisa diam.

"Ketua!" Teriak mereka berdua sambil  merentangkan tangan, bersiap memeluk Lie yang sedari tadi hanya diam memperhatikan.

Tapi aksi konyol mereka dihentikan oleh tangan kekar yang telah memegang kerah baju masing-masing,  Keke maupun Zarana bahkan sudah tercekik.

"Kalian berdua bisa tidak jangan bertingkah konyol seperti ini, hah?" Hardik Lahwi, dia adalah salah satu anggota senior, di mana Lahwi lebih cocok dipanggil paman-paman.

"Ampuni kami, Lahwi," rengek mereka berdua. Akhirnya mereka bisa bernafas lega setelah dilepaskan.

"Kalian tidak pernah berubah," komentar Lie, dua orang itu serentak mendongak, gadis bersurai gelombang yang mereka panggil ketua itu tersenyum tipis.

"Aku pulang semuanya."

Semua orang bersorak senang.

*****

Kelinci Berjiwa HarimauWhere stories live. Discover now