|4| Cukup Aku Yang Merasakan

7 1 0
                                    

Sanggana bersandar pada tiang beranda sebuah rumah sederhana, penghuninya dengan senang hati menghidangkan makanan kecil dan segelas teh, nenek tua yang hidup disana selalu ramah, menerima dengan tangan terbuka tamu yang datang padanya. Dia tidak mau pergi dari rumahnya tersebut, baginya tempat itu adalah tempat yang paling berharga untuknya dan tempat terbaik menghabiskan waktu tuanya.

"Sanggana, kau tidak datang bersama Lie?" tanyanya ramah. Wanita tua itu masih memiliki paras yang cantik, usia tidak memudarkan kejelitaannya, malahan terlihat awet muda.

"Dia bilang ingin mampir ke makam guru Jo terlebih dahulu, ngomong-ngomong kue ini enak," tutur Sanggana sambil mengemil kue-kue buatan rumah itu.

Wanita tua itu adalah istri dari guru Jo, namanya adalah Hase, biasanya mereka memanggilnya nenek Hase. Wanita tegar yang selama ini menemani guru Jo kemanapun dia pergi. Mereka pernah dikaruniai seorang anak laki-laki yang meninggal karena serangan pihak kerajaan. Saat guru Jo menemukan Lie dikebakaran tersebut.

"Kau boleh membawanya ke markas, tapi aku sungguh khawatir dengan Lie. Semenjak dia menggantikan Jo memimpin dia semakin sibuk dan jarang memedulikan dirinya sendiri,"
Tutur nenek Hase, semenjak mereka menemukan Lie, nenek Hase sudah menganggapnya cucu sendiri.

"Aku akan memperhatikannya untukmu, nenek Hase. Tapi Lie sekarang dalam kondisi yang baik, dia juga sudah jarang tidur larut malam lagi." Sanggana mencoba menenangkan nenek Hase agar tidak khawatir berlebihan.

"Baguslah kalau begitu." Nenek Hase menghela nafas lega."Lie maupun Jo sama saja, selalu tertutup dan membuat khawatir orang sekitarnya. Mungkin karena Lie selama ini dilatih langsung oleh Jo makanya sifat Jo menurun padanya."

Sanggana hanya bisa terdiam. Dari sekian banyak sifat Lie hanya sifat tidak terbuka itu saja yang sama dengan guru Jo. Mereka sama-sama memendam masalah sendiri, memecahkannya tanpa bantuan orang lain, seolah mereka adalah orang yang teguh dan kokoh.

Lie melakukan itu semata karena dia merasa tidak enak kalau sampai merepotkan orang lain, dia menyimpan masalah itu untuk dia selesaikan sendiri. Jelas seseorang hidup tidak mampu tanpa bantuan orang lain, Lie terbiasa memendam. Dia mungkin selama ini memang bekerja sama dengan yang lain, nampak terbuka. Tapi nyatanya banyak misteri dalam dirinya. Yang selama ini belum terkuak.

Lie duduk disebelah nisan dari batu tersebut, memainkan ilalang ditangan kanannya. Angin sore menerpa rambut bergelombangnya, jubah yang dikenakannya juga berkibar. Suasana senyap. Hanya ada dirinya dan makam guru Jo disana. Lie seolah betah berlama-lama disana, menikmati rasa sepi.

"Guru." Akhirnya Lie bersuara. Namun yang dia dapati adalah jawaban dari angin yang pelan.

"Aku ingin bercerita pada guru...."

*****

Nam baru saja melihat keadaan Sinra dan Tho. Mereka berdua ditempatkan dikamar yang sama, ranjang mereka bersebelahan. Nam sebenarnya ingin sekamar mereka tapi tidak ada kasur untuknya, mana mungkin dia tidur beralaskan lantai kayu.

Keke  menceritakan banyak hal, terutama tempat ini. Markas rahasia untuk pasukan pemberontak yang selama ini hanya dia dengar kabarnya, kini dia ada diantaranya, mereka yang selama ini menentang keras pihak kerajaan Hulungga, kelihatan ramah daripada pikirannya selama ini. Nam mengira mereka adalah sekumpulan preman yang merasa tidak terima pada mandat kerajaan.

"Tempat ini hanya diketahui segelintir orang, kebanyakan adalah orang-orang kepercayaan ketua. Kami juga punya akses untuk pangan dan sandang yang mencukupi. Jalur rahasia pelayaran kami dan informan kami sudah menyebar," Kata Keke.

Kelinci Berjiwa HarimauWhere stories live. Discover now