Suasana menjadi hening. Ya, memang sering 'sih seperti ini, jadi aku sudah terbiasa.

Oh! Aku teringat sesuatu.

“Ehm, minggu depan ada pertemuan orangtua dengan komite sekolah, apa kalian bisa datang?” tanyaku hati-hati.

“Ibu tidak bisa, banyak urusan” jawab Ibu dengan cepat.

Ahh, jawaban yang sudah sering kudengar.

“Urusan ini, urusan itu, urusanmu selalu banyak dan tidak pernah selesai,” cibir Ayah tanpa menoleh ke arah Ibu yang ada dihadapannya.

“Coba bercermin, kau juga sama saja,” balas Ibu tak mau kalah.

“Urusanku penting, tidak seperti urusanmu”

“Penting mana dengan anakmu? Sampai lebih mengutamakannya,”

“Kau sendiri? Apa kau mementingkan Laras?”

“Jangan tanyakan itu padaku, pertanyaan itu lebih cocok untukmu”

“Ooh, sudah merasa cukup baik dalam mengurus anak? Tidak tahu diri”

“Apa-apaan maksudmu itu, hah?!”

Brak!

“Bisakah sehari saja kalian tidak ribut?!” ucapku kesal.

“Heh! Bicaralah dengan sopan pada orangtuamu!” bentak Ayah seraya menatapku tajam.

“Jangan membentak anakmu!” kata Ibu marah.

“Halah anak dan Ibunya sama saja! Tidak tahu sopan santun!”

“Ini semua karena kau!! Kau yang mengajarkannya jadi kasar!”

“Berani sekali kau menuduhku! Itu hasil didikanmu tahu!!”

Aku berdiri dan keluar dari ruang makan menuju kamar. Membiarkan kedua manusia itu melanjutkan perdebatannya.

Hancur sudah hari minggu ku yang damai.

Sampai di kamar aku masuk dan menutup pintu, serta menguncinya. Dengan pasrah aku membanting tubuhku ke kasur, dan memejamkan mata.

Prang!

Aku sedikit terkejut dengan suara pecahan dari bawah, ah mereka mulai lagi. Suara-suara pertengkaran pun mulai terdengar. Aku menutup telingaku dan meringkuk dikasur.

Perlahan air mata jatuh, dan mulai deras menjadi tangis. Aku menangis dalam diam, mencoba menahan emosi yang dalam ini.

Drrtt.. drrt..

Aku mengabaikan getaran ponselku yang menandakan sebuah notifikasi. Aku terus menangis dan sesekali berteriak kecil.

Drrt.. drrt.. drrt..

Drrt.. drrt.. drrt..

“Arghh! Siapa 'sih?!” geramku kesal.

Aku bangun dari posisi, duduk ditepi kasur dekat nakas kecil. Aku mengusap wajahku sekilas, menetralkan emosi, dan berikutnya mengambil ponselku yang terus bergetar.

Ku lihat, ada banyak notifikasi baru. Ah, rupanya dari dunia keduaku, RolePlay. Disini aku bermain peran sebagai gadis periang dan lucu, berbeda jauh memang dengan diriku didunia nyata yang pendiam. Ah iya, di RolePlay aku bernama Nuyya dan menggunakan profil Eunha GFriend sebagai face claim*.

Sambil sesenggukan, aku membuka salah satu grup chat yang kuberi pin. Minggu pagi seperti ini, biasanya grup itu sepi karena banyak member yang masih tidur. Tapi kali ini tidak, lumayan ramai.

Teletubbies SQ (5)

-Pesan yang belum dibaca-

Agerr : Mandi dulu mendingan, biar wangi

Our Fake Life | RolePlayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang