“Apa di dalam sana ada perempuan yang memakai gaun warna pink pastel? Yang di bagian atas dan tangan gaunnya terdapat brokat biru?”

“Gak lihat tuh Mas. Dan sepertinya di dalam hanya ada kami saja deh Mas,” sahut yang lain.

Iqbal menarik napas.

“Okay, thanks atas infonya.”
“Iya Mas.”

Sepeninggal perempuan-perempuan itu, Iqbal nekat mencoba untuk mencari tahu dengan sendiri kebenaran informasi tersebut. Setelah memastikan sekitarnya aman, Iqbal membuka pintu toilet. Dan ternyata memang benar. Tidak ada siapa pun di dalam sana. Bahkan Iqbal sampai mengecek satu per satu bilik yang ada. Nihil. Semuanya kosong. Iqbal lantas keluar dan bersandar pada dinding dengan raut frustrasi. Iqbal menjambak rambutnya, merasa geram pada dirinya sendiri yang tak bisa menjaga Nayla dengan baik.

“Sial!” umpat Iqbal.

Tepat ketika dia kebingungan ingin mencari Nayla ke mana lagi, ponsel yang ia simpan di dalam saku jasnya bergetar. Iqbal merogoh benda pipih tersebut dari kantong celananya dan mengernyit ‘kan alis tatkala mendapatkan sebuah pesan dari salah satu aplikasi chattingnya. Nama seseorang pun tertulis di kolam user.

Aldi?

Lalu Iqbal membaca pesan yang dikirimkan Sang sahabat dengan cepat.

Dulu saya pernah bilang ke kamu bahwa istri kamu tidak sebaik yang kamu pikirkan selama ini kan? Bal, hanya demi mendapatkan informasi bahkan dia rela menyerahkan kehormatannya pada saya. Kalau kamu mau bukti, kamu bisa memutar rekaman ini.

Setelah membaca pesan tersebut, Iqbal menerima rekaman suara dari Aldi. Iqbal segera memutarnya.

“Pu-putri?” suara Nayla terdengar bergetar.

“Ya, Fatimah adalah putri suami kamu dengan wanita bernama Sheen.”

Tubuh Iqbal seketika menegang.

“Gak mungkin!”

“Saya bisa menjelaskan secara detail persoalan mereka. Tapi tidak gratis.”

Rekaman itu selesai. Kemudian Iqbal kembali mendapatkan pesan dari Aldi.

Hotel Mercure, kamar 109. Sekarang kami ada di sini.

***


109. Nomor itu terpampang jelas di pintu. Iqbal mengetuknya dengan tidak sabaran. Tidak lama kemudian seseorang dari dalam membukanya. Tanpa banyak basa-basi, Iqbal pun menerjang masuk dan memberikan pukulan pada Aldi dengan membabi buta.

Aldi jatuh tersungkur ke lantai. Iqbal yang menahannya di atas. Dengan sekuat tenaga, Iqbal melayangkan banyak bogeman dengan mulut yang tidak henti-hentinya memaki Aldi.

“Kamu pantas untuk menerima semua ini!” bentak Iqbal.

Sebenarnya Aldi ingin membalas pukulan Iqbal. Namun apa daya, pergerakannya yang terkunci mati membuat ia kesusahan membalikkan keadaan. Tak peduli Sang sahabat sudah terbatuk-batuk bahkan mengeluarkan percikan darah dari mulutnya, Iqbal tetap saja bernafsu untuk menghabisi Aldi.

Love You Till Jannah Where stories live. Discover now