03

149 28 3
                                    


Butuh beberapa saat bagi mataku untuk menyesuaikan dengan cahaya yang masuk dari celah jendela. Cih, bagaimana cahaya tersebut bisa masuk? Aku ingat telah menutupnya dengan gorden. Apa mungkin ibu membukanya tadi?

Oh iya, ibu.

Erangan pelan keluar dari bibirku saat berusaha bangkit. Sial, punggungku terasa sakit. Aku mengangkat lengan kananku dan di sana ada goresan baru. Goresan yang dibuat oleh pak tua itu. Kusadari bajuku sudah bukan sweater hitam yang kugunakan, ibu mungkin sudah menggantinya.

"Kau sudah bangun?"

Suara ibu terdengar pelan namun begitu lembut di telingaku. Kantung mata tercetak jelas di wajahnya dan juga bekas sembab akibat menangis. Beliau membawa sebuah nampan berisi segelas air dan roti lapis selai kacang dan jelly, seakan tahu kalau diriku akan bangun.

"Sudah berapa lama aku tertidur?" tanyaku yang tanpa basa-basi segera mengambil roti lapis tersebut. Jujur saja, begitu bangun perutku terasa lapar dan roti lapis ini entah kenapa terasa begitu lezat untuk lidahku yang kelu.

"Sejak kemarin."

Ibu duduk di sisi tempat tidur, memandangiku lekat-lekat. Aku tahu tatapan itu, tatapan sendu dan penyesalan karena tidak bisa melindungiku dari tangan pria gila itu. Ibu mulai mengelus kepalaku dengan sayang dan memperhatikan luka di wajahku, setelah ini mungkin akan bertanya bagaimana rasa roti lapisnya.

"Roti lapisnya enak?"

Betul kan.

Aku hanya mengangguk sambil terus menyantap makan ... siangku? Entahlah. Mungkin aku perlu dua roti lapis lagi, perut ini rasanya mulai berselera.

"Oh iya, temanmu tadi datang berkunjung."

Aku berhenti mengunyah.

"Chanyeol?"

Ibu mengangguk. "Dia tadi menitipkan pesan."

Setidaknya aku bisa bernafas lega, walaupun sejenak kukira Chanyeol akan menunggu sampai aku terbangun.

"Dia menitipkan pesan agar kau cepat sembuh. Dia juga membawa buah-buahan dan keripik kentang untukmu."

Ibu tersenyum saat menceritakan tentang Chanyeol. Dia tidak lama berada di rumahku, karena ibu tidak yakin kapan aku akan bangun dan sepertinya itu juga cara ibu, agar Chanyeol tidak bertemu pria gila itu.

"Dia anak yang baik ya."

Juga anak aneh yang menghadiahkan keripik kentang kepada orang sakit. Tapi dia memang baik, Chanyeol memang baik.


***


"Untukmu."

Kantin siang itu cukup ramai dan seperti biasa Chanyeol duduk sambil menikmati siaran dari youtube. Mulutnya yang sedang mengunyah, berhenti sejenak saat melihat sebungkus keripik kentang di tanganku. Sebelah alisnya dinaikkan, menatap heran ke arahku.

"Sebagai ganti tempo hari," jawabku sambil menyodorkan keripik kentang tersebut. Setelah beberapa saat, akhirnya dia mengerti maksudku.

"Hei, kau tidak perlu repot-repot membalasnya."

Ya, walaupun dia berbicara seperti itu tetap saja dimakan. Aku hanya menggelengkan kepala melihat kelakuannya. Dia pun menyodorkan bungkusan itu ke arahku. Percayalah, jika aku tidak mengambil sedikit, bungkus keripik kentang itu akan tetap mengarah padaku.

"Kau demam ya kata ibumu?"

Demam. Terkadang kuharap hanya sakit itu.

"Begitulah."

Breathe No More | CHANSOOWhere stories live. Discover now