5

19.9K 3.3K 118
                                    

"Kau tidak apa-apa, Carmel? Tadi sepertinya petirnya besar sekali." Ayah Carmelize bertanya sembari mengambil lauk yang jauh untuk Carmelize. "Kau tidak apa-apa, kan?"

"Carmel sudah besar, Pa," tegur Ibu Carmelize, sebelum menyicip irisan daging yang telah dipotongnya ke dalam mulut.

"Caremelize masih sepuluh tahun." Ayah Carmelize mengusap kepala gadis kecilnya dengan sayang, "Baru tidak melihatmu tiga bulan, kau sudah tambah dewasa, ya."

Carmelize tersenyum pelan. Entah mengapa, tiba-tiba saja dia teringat dengan hari pertamanya di Kerajaan Bayangan saat raja dan ratu sedang makan siang. Di sana, dia teringat dengan raja yang keras pada anak-anaknya dan ratu yang terus membela mereka. Keadaan ini sama seperti keadaan keluarga mereka saat ini, hanya saja, Ibunya lebih keras padanya--sama seperti raja.

"Bagaimana sekolahmu?" tanya Ayahnya kepadanya.

Carmelize mengangguk, "Baik, Pa."

"Kalau berdasarkan apa yang dikatakan beberapa pembantu di rumah ini, belakangan suasana hatimu sedang senang. Ada apa?" tanya Ibunya yang membuat sesuatu di benak Carmelize berdesir senang.

"Iya, Papa juga penasaran. Ada apa?"

Carmelize mengedipkan matanya berulang kali, tersenyum tipis, lalu menurunkan sendok dan garpunya bersamaan di atas piring.

"Belakangan ini ... aku punya seorang teman dekat."

Ibunya kembali melanjutkan makannya. "Oh, begitu."

"Siapa namanya?" tanya Ayahnya.

"Namanya River, dia seumuran denganku."

"Oh. Nama yang bagus, ya," ucap Ayah.

Carmelize hampir mengatakan bahwa pemilik nama itu adalah seorang tuan putri, namun tertahan oleh dehaman dari Ibunya.

"Siapa orangtuanya? Dan bekerja sebagai apa mereka?"

Carmelize menatap ke arah piringnya, mulai sibuk memikirkan jawaban yang tidak bisa dijawabnya. Carmelize tidak pernah tahu siapa nama raja dan ratu. Dia juga bingung, apakah raja dan ratu adalah pekerjaan?

"Hush, jangan membicarakan hal seperti itu di depan Carmel," tegur Ayahnya

"Sudah saatnya Carmel tahu tentang kekejaman dunia ini. Orang-orang yang ingin memperalat dan memanfaatkan, orang yang mencari kesempatan..." Ibu Carmelize menatap Carmelize agak lama. "Carmel, ingat kata-kata Mama."

Ayah Carmelize menghela napas, "Kau juga harus ingat kalau kau berbicara pada anak yang berumur sepuluh tahun."

"Ini bukti aku tidak meremehkannya," balas Ibu Carmelize sembari mengelap bibirnya dengan kain. "Kalian berdua, lanjutkan saja makannya. Aku akan melanjutkan pekerjaanku di kamar."

Usai kepergian Ibu Carmelize, Ayahnya mendekatkan diri pada Carmelize, berbisik pelan, "Papa harap di masa depan, kau tidak galak seperti itu."

Carmelize menganggukkan kepala salama beberapa kali. Sebenarnya, daripada galak, Carmelize merasa bahwa Ibunya lebih sedikit pemilih daripada orang-orang pada umumnya. Ucapan Ibunya juga sebenarnya ada benarnya, tapi Carmelize akhirnya memutuskan untuk tidak berpikir lebih jauh tentang pertemanannya dengan Putri River, karena Putri River jelas tidak punya maksud apapun untuk berteman dengannya.

Iya, pastinya begitu.

***

"Tunggu. Itu namanya cita-cita?" tanya Putri River sambil mengangkat kedua alisnya, mempertanyakan kebenarannya, "Lucu sekali. Biasa kami menyebutnya sebagai hal yang ingin kami lakukan di masa depan."

APPETENCE - The Kingdom of Shade [END]Where stories live. Discover now