Skenario yang Rumit

16 1 0
                                    

Bulan Juli, Dua tahun yang Lalu

Seperti ada sesuatu yang menghilang ketika Reyo pergi dan tak dapat lagi kulihat dirinya. Padahal, aku berpikir bahwa semua akan baik-baik saja atau mungkin akan lebih baik jika dia pergi. Namun, ternyata aku mulai merindukannya.

Aku melangkahkan kakiku menyusuri lorong menuju ke kelasku, kelas 12. Kelas dimana sebuah perjuangan akan menentukan nasib kita kedepannya dalam perebutan kursi di sebuah Perguruan Tinggi. Setiap tahun, sekolah kami selalu mengubah denah susunan kelas dan sekarang aku harus menempati sebuah kelas yang sangat aku kenal. Bekas kelas Reyo merupakan kelasku saat ini. 

Beberapa hal terubah, dan aku juga sedikit berubah. Aku mulai mengenal beberapa teman baru disini dan juga aku lebih sering berbicara dengan mereka. Tahun terakhirku di masa putih abu-abu sepertinya akan meninggalkan memori yang indah. Aku tak kehilangan Nala yang merupakan sahabat baikku, tapi aku juga mulai mengenal banyak orang. Aku menjadi orang yang lebih bersahabat daripada sebelumnya. 

Meskipun aku mulai dekat dengan beberapa teman baru, aktivitasku di sekolah masih tidak jauh berbeda. Aku yang lebih menyukai ketenangan selalu memutuskan keluar kelas untuk pergi perpustakaan. Aku melatih diriku dengan soal-soal ujian yang akan kuhadapi nantinya. Tapi kali ini aku tidak sendirian, teman-temanku itu juga menemaniku belajar di Perpustakaan. Lebih menyenangkan daripada belajar sendirian.

"Za, boleh tanya sesuatu." kata Nana berbisik.

Aku mengangguk

"Kamu sama Reyo masih sering komunikasi?"

"Hah?" sontak aku merasa kaget dengan pertanyaan Nana.

"Sssstttt" Nana memperingatkanku dengan menunjuk sebuah poster yang bertuliskan Keep Silent.

Aku tersadar lalu melihat sekelilingku dan semua mata mereka tertuju padaku termasuk seorang Pustakawati yang duduk di kursi didekat pintu masuk perpustakaan. Aku langsung menunduk untuk menunjukkan rasa penyesalan dan permohonan maafku.

"Darimana kamu tahu?" bisikku pada Nana

"Sebenarnya, aku dan Qila adalah saudara sepupu. Bahkan kita juga tinggal serumah. Jadi jelas aku tahu itu." jelas Nana dengan nada yang masih berbisik.

"Serius?" tanyaku memastikan.

"Hmmm. Jadi gimana? Kamu sama Reyo?" tanya Nana sekali lagi.

"Aku tidak pernah ada hubungan apa-apa sama Reyo. Aku rasa juga tidak ada alasan buat kita saling berkomunikasi satu sama lain." 

Nana menganggukkan kepalanya dan kembali terfokus pada sebuah buku berisi kumpulan soal ujian yang ada di depannya.

"Reyo gagal tes terus, aku rasa dia butuh semangat yang baru." bisik Nana yang secara tiba-tiba.

Aku menatap Nana dan berusaha menyembunyikan rasa penasaranku.

Apa yang Nana katakan tadi seperti menjadi bayang-bayang yang terus aku lihat setiap aku melangkahkan kakiku. Aku terus memikirkan apa yang di katakan oleh Nana. Sebenarnya, aku punya kontak Reyo. Tapi, aku belum menghubungi atau memastikan kontak itu aktif atau tidak. 

Posisi matahari yang ada di langit telah tegantikan oleh bulan dan sekumpulan bintang yang menjadikan langit lebih indah.

Aku mengambil ponselku yang kuletakkan diatas kasur sejak sepulang sekolah tadi. Aku melihat layar kontakku yang menampilkan kontak Reyo. Aku memberanikan diriku untuk memulai kembali segalanya. Aku memberikan dia semangat melalui pesan singkat yang kutujukkan padanya. Aku benar-benar takut apa dia akan membalasnya atau tidak.

Sejak malam itu, aku mulai lebih sering melihat notifikasi di ponselku. Namun tak ada notifikasi yang kuharapkan. Aku mulai resah, dan aku mulai berfikir bahwa dia tidak mau membalas pesanku. Sudah 1 minggu berlalu, tapi tetap tak ada jawaban. Akhirnya aku lebih memberanikan diriku melangkah lebih jauh. Aku menelpon Reyo. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Skenario Sang WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang