6

2.2K 108 18
                                    

Suara panggilan dari interkom membuat Sammy terkejut. Astaga! Apakah itu Arya? Sejenak ia memandangi diri. Tubuhnya dibalut setelan tidur serba panjang dan ... ia tak memakai bra. Setiap tidur ia memang selalu braless. Syukurlah ia mengingatnya. Coba kalau tidak, ia bisa kena malu dan lelaki itu yang akan mendapat keuntungan.

Dengan tubuh lunglai Sammy turun dari tempat tidur lalu melangkah ke arah lemari pakaian. Setelah itu barulah ia pergi ke kamar mandi untuk memakai bra dan membasuh wajah agar terlihat sedikit segar. Biarlah rambutnya berantakan, toh ia sedang sakit. Arya pasti memaklumi. Hei, kenapa ia jadi memikirkan pendapat lelaki itu tentang penampilannya sekarang?

Sammy menggigil kedinginan saat air menyentuh kulitnya. Usai dari kamar mandi ia berjalan gontai menuju pintu depan.

Sebelum membuka pintu ia pastikan dulu bahwa yang datang benar-benar Arya dengan melihatnya dari layar interkom di sebelah pintu. Ternyata benar, itu teman dekatnya. Hmm, teman dekat, ya? Ya, memang begitu. Hubungan mereka bukan pacaran, tapi juga bukan teman biasa. Mereka teman istimewa.

Saat pintu sudah dibuka terlihatlah sebuah pemandangan yang menyegarkan mata berupa seorang lelaki tampan berkemeja biru tua. Dialah Arya. Lelaki itu menenteng sebuah paper bag di tangan kanannya.

Sejenak Sammy terpukau pada penampilan Arya yang terlihat rapi dan segar. Ia yakin pasti lelaki itu beraroma wangi tapi sayang sekali hidungnya sedang tak bisa membaui apapun. Sepertinya Arya akan berangkat ke kantor tapi mampir dulu ke sini untuk menjenguknya. Oh, sungguh manis.

Sammy merasa heran. Banyak lelaki tampan yang ia kenal tapi tak ada yang seperti Arya. Maksudnya, Arya mampu membuatnya selalu terpesona sedangkan yang lain tidak. Malah ada yang tampan tapi kadang membosankan saat dipandang mata tapi memandang Arya, ia tak pernah bosan. Mungkin karena Arya selain tampan, juga berkharisma.

"Hai." Seperti biasa, lelaki itu memamerkan senyum menawannya.

"Hai," balas Sammy dengan suara kodoknya lalu mempersilakan Arya masuk. Saat akan melangkah ke dalam tiba-tiba tubuhnya limbung karena kepalanya masih terasa berat. Tentu saja itu membuat Arya dengan sigap melangkah mendekat untuk menangkap tubuh lemah itu, khawatir terjatuh.

Kini posisi mereka seperti sedang berpelukan yang membuat jantung Sammy berdebar-debar. Astaga, mengapa lelaki itu selalu berhasil membuat jantungnya begini?

Beberapa detik mata mereka saling bertemu pandang. Sammy merasa seperti sedang beradegan di sinetron. Malah kemarin di sinetron yang ia bintangi tak ada adegan seperti ini. Hampir tak ada adegan romantis di sinetron tersebut.

"Arya, aku nggak papa kok," kata Sammy memberi kode agar Arya melepaskan tangan dari tubuhnya.

"Tadi kamu hampir jatuh." Seperti mengerti maksud perkataan Sammy, Arya melepaskan tubuh gadis itu.

"Kepalaku masih sakit," kata Sammy sambil melangkah ke ruang tamu yang juga berfungsi sebagai ruang bersantai ditandai dengan keberadaan sebuah televisi layar datar di sana. Apartemen Sammy memang tidak terlalu luas, tapi terlihat sangat nyaman dengan dominasi warna broken white dan abu-abu. "Semalam juga badanku panas banget," lanjutnya sambil menjatuhkan diri di atas sofa.

"Terus sekarang masih panas?" Arya menyentuh kening Sammy.

"Enggak." Sammy menjawab sambil tersenyum samar karena senang lelaki itu perhatian dan peduli padanya.

"Kamu sih, bandel. Suruh ke dokter, nggak mau."

"Aku udah minum obat. Semalam managerku yang beli di apotek."

Dendam Sang Mantan  Where stories live. Discover now