Memilih diam (4)

801 26 1
                                    

"Kau seperti tidak ingin bertahan tetapi takut kehilangan" bumi perempuan paling keras memaknai segala perumpamaan.

Dia hunjuk kecemasannya, diangkatnya rindu diatas kepala. Digotongnya pilu sendirian, tanpa berfikir nanti dia akan kelelahan--bumi.

Aku hafal semua tentang perpisahan -katanya (sambil terisak).

Setiap kali perdebatan menyalahi semua aturan, tidak ada yang berani menyalahi arti bahwa ini hanya sebuah kesalahpahaman.
"kita salah paham" --langit mencoba menjelaskan. Sudah berapa kali dibuatnya aku mati ketakutan tentang perpisahan yang diumpamakan. Seolah waktu tak berarti apa-apa. Kufikir malam itu akan menjadi hari terakhirku bersamanya. Apalah maksudnya? Dia mencoba untuk menutup diri, dia pegangi kedua tangannya untuk membekap mulutnya sendiri.

"Untuk apa kau melakukan semua ini, menjatuhkan hati padaku. Lalu kau membuat perumpamaan seolah perpisahan adalah hal yang pasti. Tak perlu ! Aku tak butuh." --marahnya menjadi-jadi.

Ini kemarahan yang berdasarkan ketakutan. Takut akan kehilangan. Takut untuk memulai waktu kembali dirundung kesedihan. Takut mengenang ingatan yang tak lagi bisa pulang. Semua ketakutan-ketakutan itu keluar ketika dirinya memilih diam. Tunggu, pelukan langit dalam doanya sampai di sore hari kala bumi hampir saja membungkam dirinya dalam pengasingan.

Sepasang LenganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang