eight

10.7K 292 10
                                    

Oji menatap kunci yang ad ditangan Fio sejenak. Lalu diambilnya diikuti dengan satu perkataan singkat sambil menunduk "Thank's"

Fio mengangguk dan pergi dari lapangan parkir.

Gladysha atau Adis. Cewek itu begitu khas dengan sifat kekanak-kanakannya. Lokasi rumah yang bersebrangan dengan Oji sejak balita membuat mereka begitu dekat. Banyak waktu yang telah mereka habiskan berdua. Posisi Adis sebagai anak tunggal membuat semua perhatian tercurah kepadanya. Tidak mengherankan ia tumbuh menjadi anak yang manja.

Namun sejak masuk SMA, Adis pindah rumah. Selain itu mereka juga beda sekolah. Kepindahan Adis yang tiba-tiba itu karena ia harus tinggal bersama nenek dan tantenya. Kedua orang tua Adis meninggal dalam satu kecelakaan pesawat. Dan entah bagaimana orang-orang disekitarnya memperlakukan cewek itu, sampai ketika Oji menemukannya dengan tingkat kemanjaan yang melewati batas wajarnya.

Tadinya Oji mau keluar lewat pintu gerbang samping. Tapi ia baru sadar kalau sudah siang begini pasti pintu gerbang samping sudah di gembok. Satu-satunya jalan cuma lewat pintu depan. Tak lupa ia tengok kanan-kiri saat tiba di depan gerbang. Begitu tidak ada tanda-tanda kemunculan Adis, Oji langsung tancap gas. Sejenak ia tatap Fio yang ternyata masih ada di pinggir jalan. Cewek itu sedang menunggu bis.

Namun keadaan itu tak berjalan mudah begitu saja. Tak lama ia melihat Adis berdiri di depan warung rokok dekat halte. Lebih parahnya lagi Adis menyadari kehadiran Oji dan mulai berlari mendekat. Disaat yang sama bis yang ditunggu Fio juga datang. Benda itu memblok jarak yang ada di depan motor. Otomatis motor tidak bisa meluncur begitu saja meninggalkan sekolah. Kalau dia mau nekat harus belok ke kanan melewati bis itu. Dan itu, otomatis membutuhkan waktu!

Terlambat! Kini Adis sudah berada di depan Oji. Cowok itu kesal setengah mati. Apalagi saat Adis mulai merengek kembali.

"Ojiii... ikuuutttt"

Oji membuang muka. Ia lelah sekali dengan Adis. Namun ia langsung mendapat ide instant saat melihat Fio yang hampir saja naik ke dalam bis kota. Cowok itu langsung turun dari atas motor dan meraih tangan Fio. Cewek itu terkaget karenanya.

"Fio! Tunggu! Jangan pergi!" Teriak Oji di depan banyak mata.

Fio jelas kaget banget. Cewek itu hampir aja jatuh karena gerakan Oji yang tiba-tiba. Untung Oji cepat membaca keadaan. Ia langsung memegang kedua lengan Fio saat tubuhnya limbung. Seketika tak ada jarak antara punggungnya dengan dada Oji. Bau khas cowok itu menyeruak pelan. Hangat nafasnya begitu dekat di tengkuk Fio.

"Ka.. Ka Oji.." Fio terbata.

"Gue bilang jangan pergi dulu. Jangan marah, oke?" Tangan Oji membawa bahu Fio untuk berada di depannya. Kini mereka berhadap-hadapan.

Fio makin mengernyitkan dahi. Kini Oji menggenggam tangan Fio. Cewek itu seakan kena serangan jantung!!

"Dis! Sekarang gue harus pergi sama Fio! Motor gue cuma muat dua orang!! Selain enggak mau kena tilang, naik motor bertiga tuh enggak enak. Sempit tau!!"

"Lho?? Kok sekarang malah pergi sama dia sih??" Adis berteriak. "Katanya temen-temen Oji suka makan orang. Nanti dia kena lahap gimana?"

Hadohhhh!!!! Keluh Oji. Mesti gue ngomong kayak gimana lagi sih biar lo ngerti???!!!!!

"Ya dia gue jagainlah!" Jawab Oji yang tanpa disadarinya membuat urusan bertambah panjang.

"Lho? Dia siapa? Baru pernah aku liat Oji bela-belain cewek"

"Diaaa.. dia.. ya diaa..." Oji tergagap.

"Woi! Woi! Woi!" Teriak kondektur bis menggebrak-gebrak body bis dengan koin yang ada ditangannya. Ternyata bis itu masih bercokol di tempat yang sama. Enek juga dia liat adegan yang khas sinetron remaja itu. Adis, Oji juga Fio kontan menoleh. "Gua kagak mau tau dia siapa!! Yang gua mau tanya dia mau naek bis ape kagak??"

"Ng.. ng.." Fio tergagap seketika.

"Maaf Bang! Enggak jadi. Maaf banget"

"'Maap-maap'" Abang kondektur betawi itu menatap mereka bertiga kesal. "Dasar Ababil* lo pade!! Masih kecil mah kagak usah pake pacar-pacaran segale!! Makan juga masih dari orang tue"

Suara Abang kondektur yang serasa pake toa di masjid itu jelas menarik semua perhatian penumpang. Kontan mereka menoleh dan mengamati apa yang terjadi pada calon penumpang yang batal masuk ke dalam bis. Wajah ketiga orang itu persis kayak apel washington! Merrraaahhh abis!

Sepeninggal bis, Adis kembali bertanya. Kali ini dia bahkan lebih serius. Namun, tetap Oji tergagap menjawabnya. Cowok itu juga bingung harus jawab apa.

"Di.. dia.." Oji udah kepalang basah akting seolah Fio adalah pacarnya di depan Adis. Mendingan di proklamirkan aja sekalian!! "Dia cewek gue. Kenapa?!"

Fio jelas langsung menatap Oji lekat-lekat. Degup jantung yang sudah berdetak di kapasitas maksimunnya membuat Fio tak mampu berkata-kata.

"Dan sekarang, dia marah sama gue, makanya tadi dia mau pulang sendiri. Ini gara-gara elo"

Adis terdiam. Ia tak bisa berbuat apa-apa selain menatapnya saat mereka menaiki motor Oji. Benda itu melesat cepat saat Oji menarik gas. Ia harus cepat tiba di tempat tujuan. Ari dan yang lain sudah menunggunya.

"Pegangan Fi. Gue mau ngebut" kata Oji.

Fio kikuk sebetulnya. Di pinggang yang tadi begitu terasa hangat itu serasa berubah beku mendadak. Tangannya seakan ragu untuk mendekap pinggang Oji. Namun, cowok itu tak memberikan pilihan. Kecepatan motor yang di tambahnya hampir membuat Fio tersentak ke belakang. Dengan cepat Ia mendekap pinggang itu dan menyurukkan kepalanya ke dalam punggung Oji.

"Lama amat sih lo?" Protes Ridho saat Oji tiba. Cowok itu mengerutkan alis saat melihat Fio berjalan dibelakang Oji. Lalu tatapannya berpindah ke Fio dan Oji secara bergantian sambil menunjuk mereka juga secara bergantian. Senyum menyembul kemudian.

Oji menyadari senyum Ridho yang agak meledek itu. Ia tidak bisa tinggal diam "Dho, jangan buat gosip deh!"

Senyum Ridho berubah jadi tawa. Keras dan lama. Cowok itu berlari mendekati Ari. "Bos.. gue ngerti kenapa dia ngaret. Dan gue rasa bukan karena ban motornya bocor boss!"

Ari menyatukan alis dan ikut menatap Oji dan Fio yang ada di depan pintu tempat footsal. Cowok itu tertawa. Pelan, Ia mencolek Tari yang sibuk dengan buku Fisikanya itu.

"Liat tuh, enggak percuma elo gue ajak kesini. Toh temen lo juga ikut tuh" Ari menunjuk dua sosok di depan itu dengan dagu.

Tari tersadar dan ikut menatap apa yang dimaksud Ari. Ia kontan menganga. "Fio? Sama Kak Oji? Kok bisa?"

Jingga Untuk MatahariWhere stories live. Discover now