Menuju Ibu Kota

117 23 4
                                    

Tatapan Rucard dan Hans saling bersinggungan. Lancipnya ujung pedang yang berkilau itu bergeser menatap Hans.

"Hei! Hei! Hentikan!" Angel berlari dan memeluk tangan Rucard. "Kak! Sudah! Tenang dulu!"

Dengan sedikit mendesis Rucard pun menurunkan pedangnya. Hans lalu mengikuti mengistirahatkan crossbownya.

"Ughh...." Rasa sakit di kepala Ruby masih terasa. Nina setia di samping, selalu memegang tangannya. Mencoba mengurangi rasa sakit itu walau ia tahu pegangan tangan itu tidak mengurangi sedikit pun sakit menusuk-nusuk yang ada di kepala Ruby.

Angel menghampiri Ruby. Mengangkat tangan dan menggunakan sihir penyembuh. Telapak tangannya bersinar garis-garis kecil putih.

Sedikit bergumam. Dengan sihirnya dia bisa merasakan sesuatu negatif yang membuat Ruby kesakitan seperti itu.
"Ini... Sihir... Sihir yang sangat tua sekali. Siapa orang jahat yang sudah menaruh ini di kepalamu?" Alisnya menurun ke bawah. Iba melihat Ruby.

"Hanya ini yang bisa kulakukan." Seketika sinar-sinar putih itu bersinar terang hingga meyilaukan mata. Di puncak klimaksnya sekejap semua cahayanya sirna.

Ruby menarik nafas panjang dan menurunkan tangannya. Rasa sakit itu perlahan pergi hingga sama sekali tidak terasa. Bola mata merahnya berubah kembali menjadi hijau.

"Apa yang terjadi padamu?" Angel mengapitkan kedua tangannya. Seperti biarawati yang berdoa untuk Ruby.

"Aku.... Tidak ingat apa-apa..." Ruby menggeleng kecil. Ketika kepalanya bergerak, jarum-jarum kecil itu masih terasa sedikit menusuk.

"Dia adalah satu-satunya yang selamat dari Alvant." Hans angkat bicara. Raut wajah Rucard yang tadi masih bengis mulai sedikit melunak.

"Jika dia satu-satunya yang selamat, kenapa tidak pergi ke Ibu Kota dan menghadap Raja?"
"Dia bilang dia tidak ingat apa-apa Kak!" Angel sedikit membentak. Tidak mebyukai nada bicara Rucard yang menginterogasi.

"Bukan dia maksudku. Tapi pria bernama Hans ini. Kenapa dia malah membawa gadis ini, bukan menyerahkannya kepada kerajaan." Tatap Rucard tajam ke arah Hans.

"Untuk apa? Agar kalian bisa menginterogasi gadis malang yang tidak ingat apa-apa? Aku tahu kalian para penduduk Ibu Kota.
"Kalian tidak perlu pencitraan seolah-olah peduli dengan kami penduduk desa. Kalian duduk manis dengan manja, buah dan susu selalu tersedia di samping kalian. Kemana kalian saat Alvant hancur lebur? Tidak ada satu pun dari kalian datang menjenguk atau memeriksa."

Keh! Rucard mengadu giginya. Tangannya yang dilindungi baju armor baja kembali naik mencengkram kuat di gagang pedang.
"Sudah! Sudah!" Angel berteriak. Keributan mereka mengundang tatapan-tatapan dari ksatria-ksatria lain yang sedang menyisiri sisa Vahniir.

"Mr. Hans... Bagaimana pun Ruby tetap harus ikut kami ke Ibu Kota. Bukan hanya untuk dimintai keterangan, tapi juga untuk menghapus sihir jahat yang ada di kepalanya." Mendengar perkataan Angel, Nina mengeratkan genggamannya ke tangan Ruby.

"Segala tindakan menghalang-halangi akan dianggap sebagai tindakan pembangkangan kepada Raja!" Rucard menimpali dengan suara tegas. Membuang diri menjauh menuju kudanya.

Ruby tersenyum. Dia menoleh ke bawah. Ke arah anak rakun kecil yang berbinar-binar menatap matanya saat ini.
Dia kemudian mengangkat kepala. Dipandangnya wajah Hans. Kulit tuanya sudah kusam dan sedikit berkeriput. Di sekeliling mereka bangunan-bangunan telah hancur lebur.
Mayat-mayat manusia berserakan tiada arti.

Gadis pirang itu pun menelan ludah. "Terima kasih Nina. Hans.... Jika aku bisa membantu, tentu aku ingin sekali membantu. Aku tidak bisa berdiam diri jika ada pembantaian lagi." Ruby menjongkok. Memeluk Nina.

"Kakak mau pergi?" Suaranya pelan. Sedikit membujuk agar Ruby berubah pikiran.
"Iya. Cuma sebentar, nanti Kakak kembali lagi kok." Pelukan Ruby semakin erat. Nina membalas memeluknya.

Fuhh... Hans menghidupkan rokoknya lagi. Nina menatapnya. Tanpa perlu berkata-kata, Hans sudah tahu maksud tatapan rakun itu.
"Aku tetap disini. Ini rumahku. Kalau kau mau ikut dengannya ya pergilah..." Ucapnya setelah ia menyemburkan asap pekat dari mulut.

"Tak apa Nina... Jaga Hans ya ketika Kakak pergi..." Nina mengangguk mengerti. Bulu-bulunya turun dielus-elus Ruby.

Angel tersenyum. "Baiklah! Ayo kereta kuda sudah menanti."

Rucard datang dengan kereta kuda terakhir yang siap mengangkut. Kuda-kuda Rucard dan Angel terikat menarik kereta itu.
Rucard kemudian memberikan komando kepada sisa pasukannya untuk berjaga disana. Dia mengatakan akan kembali setelah melaporkan adanya saksi mata kepada Sang Raja.

Semua ksatria menghormat. Mengerti perintah.

Kereta kuda pun di pacu menuju Ibu Kota. Meninggalkan Hans dan Nina yang masih ingin menyisiri sedikit sisa-sisa reruntuhan.

"Hei! Itu kapak sungguhan?"
"Iya? Kenapa?" Angel menatap kagum kapak besar di punggung Ruby. Memandang ukurannya saja sulit untuk dipercaya gadis pirang di depannya ini bisa mengangkatnya.

"Apa kamu bisa bertarung? Kamu dari Alvant kan? Desa pemburu itu?"
"I...iya.. bisa. Sedikit-sedikit..." Ruby mengangguk canggung.

Angel termenung sesaat. "Aku turut berduka cita....."
Hmph... Ruby lalu tersenyun kecil dan menggeleng. "Tak apa. Lagi pula aku tidak mengingat apa-apa..."

"Ngomong-ngomong, dia kakakmu?" Ruby melirik Rucard yang ada di depan. Sibuk memacu kuda-kuda menyusuri jalan.
"Iya.... Dia adalah ksatria terbaik dari kerajaan!" Angel mengangguk bangga.

Kereta sesekali berguncang terkena batu terjal. Langit mulai menggelap tidak secerah sebelumnya. Matahari yang tepat di atas kepala mulai meluncur sedikit ke bawah, kembali ke horizon.
"Angel....."
"Ya?" Angel menoleh.

"Sihir apa memangnya yang ada di kepalaku ini? Dan siapa yang merapalkannya?"

Angel terdiam sesaat memandang dahi Ruby. Tudung merahnya terjatuh akibat guncangan kereta kuda yang semakin beringas.

"Ada sesuatu selain sihir yang menghalangi ingatan itu... Sesuatu yang sangat kuno.... Jahat... Dan kuat.... Sihirku tidak bisa menyapunya." Angel meletakkan tangannya pelan di atas tangan Ruby.

"Tapi! Jangan khawatir! Seseorang di Ibu Kota pasti bisa menyelesaikannya!"

------------------------------------------------------------------

Haaaaiiiii~ maaf lambat update 😢 akhir-akhir ini lagi banyak tugas... Padahal rencananya mau update tiap hari... Tapi apa daya. Hiks 😔🙏

The Wolf Is ComingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang