09

5K 512 4
                                    

Cukup lama aku menatap Sam yang kini sosoknya telah berwujud manusia. Mungkin hampir lebih dari satu menit aku menatapnya. Genggamannya melonggar dan ia melepaskan tanganku. Sam juga balas menatapku, tapi rasanya ia seperti menahan tawa, dan aku jamin ia tertawa karena melihat ekspresiku yang terkejut bukan main.

“Kau manusia?” tanyaku akhirnya.

Ia mengedikkan bahu. “Kupikir begitu.”

“Kau werewolf?”

Ia menggeleng. “Bukan.”

“Hewan penyihir?”

“Bukan.”

“Lalu? Sam, tolong jelaskan padaku apa yang terjadi padamu.”

Sam menatapku cukup lama, lalu melihat sekeliling. “Jangan disini. Ikut aku,” ajaknya lalu berjalan menyusuri hutan kembali. Aku tidak tahu kemana ia akan membawaku tapi jujur saja, kami sudah berjalan cukup jauh di bawah langit malam dan di tengah kesunyian hutan. Memang tidak ada ranting pohon atau apapun yang berserakan di tanah hutan ini, namun keadaan gelaplah yang membuatku berulang kali tersandung sesuatu dan menabrak pepohonan. Itu wajar karena aku bukan serigala, tidak bisa melihat dalam kegelapan. Sam yang menyadari hal itu menoleh ke belakang, melangkah mendekatiku dan menggenggam tanganku dengan mantap.

“Sebentar lagi,” ucapnya tersenyum. Ia menyisir rambutku yang sedikit berantakan dengan jemarinya, lalu kembali berjalan. Hanya butuh sekitar lima belas menit sebelum kami keluar dari hutan dan melihat sebuah pantai yang indah. Pasirnya terlihat bersih, bau air laut yang dibawa angin malam mengingatkanku akan kenanganku sewaktu kecil saat aku pergi ke pantai bersama kedua orang tuaku.

Sam kembali berjalan menyusuri pantai hingga kami memasuki hutan sekali lagi. Tidak lama kemudian aku melihat sebuah rumah yang sedikit tidak terawat. Aku menghentikan langkahku, Sam berhenti dan menoleh. “Ada apa?” tanyanya.

“Kenapa kita kemari?”

“Hanya ini satu-satunya tempat untuk kita beristirahat.”

“Tapi Sam, lihatlah rumah ini.”

“Aku tahu,” jawabnya santai dan menarik tanganku agar aku kembali berjalan. “Rumah ini aman, setidaknya sampai besok pagi.”

“Benarkah?”

Sam berhenti, membalikkan badan dan menempelkan sebelah tangannya di dada. “Aku bersumpah, kau boleh membelah jantungku.”

“Oke.”

Ia tersenyum dan kembali berjalan memasuki rumah tersebut.

Aku mengira tempat ini terlalu menakutkan untuk ditempati, tapi tidak buruk juga. Semua perabotan di dalam rumah ini masih tertata rapi dan bersih. Ada sebuah tangga setengah melingkar yang menuju ke lantai atas, sebuah rak buku di bawah tangga, dan perapian di dekat rak buku tersebut. Jam antik dengan tinggi sekitar dua meter yang ada di samping tangga menunjukkan pukul tujuh malam. Wow. Aku tidak sadar waktu berjalan begitu cepat.

“Sampai sihir itu menghilang keesokan harinya, kita bisa beristirahat disini,” ujar Sam sembari meletakkan ranselku di kursi di depan perapian.

“Sihir apa?”

“Sihir yang membekukan mereka semua.”

“Tunggu, kau yang melakukannya?”

Sam berjalan mendekatiku, berdiri di depanku, lalu meraih jam sakuku. Ia juga mengangkat jam sakunya. “Bukan aku, tapi ini,” katanya menunjukkan jam saku milikku dan miliknya.

“Bagaimana bisa? Sam, tolong jelaskan padaku.”

Sam tersenyum singkat. “Aku tahu,” ucapnya, lalu ia berjalan mendekati kursi. Ia menatapku. “Apa kau ingin berdiri disana sampai pagi?”

FALLEN (and The Book of Spells)#1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang