05

5.2K 545 9
                                    

Aku mengemasi beberapa pakaian yang kubutuhkan ke dalam ransel selama perjalanan nanti. Buku yang diberikan bibi Paige pun tidak lupa kubawa. Setelah semua yang kubutuhkan telah kumasukkan ke dalam ransel, aku menghirup napas dalam-dalam sambil memandang sekeliling kamar asramaku.

“Sebentar lagi,” ucapku. Aku menatap jam saku yang menggantung di leherku. “Tinggal beberapa menit lagi,” lanjutku. Aku memakai mantelku, disusul memakai ransel. Tepat sebelum aku membuka pintu untuk keluar, seseorang mengetuk pintuku. Aku membukanya, tidak ada siapapun, lalu aku menengok ke bawah. Mataku terbelalak melihat sosok Sam berdiri di hadapanku.

“Sam? Bagaimana kau bisa masuk ke asrama putri?”

“Aku tidak perlu menjelaskannya. Bolehkah aku masuk? Aku ingin memberitahumu sesuatu.”

Aku mengernyit. “Tentu,” balasku. Lalu kubiarkan ia masuk dan kututup kembali pintu kamarku.

“Coba buka buku mantra pada halaman dengan judul menggandakan diri,” jelasnya.

Aku mengernyit sekali lagi, tapi segera kukeluarkan buku tersebut dari ranselku, dan membuka halaman dengan judul seperti yang dikatakan Sam.

“Sekarang, berdirilah di depan cermin.”

Aku berjalan mendekati cermin persegi yang menempel di dinding. “Baca mantra itu,” kata Sam.

“Bayangan menjadi nyata, permukaan menjadi nyata, hati, pikiran serta jiwa menjadi satu dan membentuk raga yang sama.”

Lalu aku menatap pantulan diriku di cermin. Saat aku berkedip, pantulan diriku di cermin tidak mengedipkan mata, aku mengerutkan dahi, tapi pantulanku malah menelengkan kepalanya. Aku menatap Sam bingung. “Ulurkan tanganmu ke cermin. Setelah kau merasakannya, tarik bayanganmu keluar,” perintah Sam.

Aku mengulurkan tangan dan menempelkan telapak tanganku di cermin. Aku terkesiap saat telapak tanganku perlahan tersedot masuk ke dalam cermin, tapi aku merasakan sebuah kulit, dan aku mencengkeram pergelangan tangannya. Aku menarik tangan itu dan membuat bayangan diriku di cermin keluar dan berdiri di hadapanku.

Kami benar-benar seperti saudara kembar.

“Itu bayangan dirimu yang lain. Dia bisa menggantikanmu selama kau pergi untuk mengembalikan buku mantra itu. Sifat, kelakuan, dan semua yang ada pada dirimu telah ada padanya, jadi kau tidak perlu khawatir,” jelas Sam.

“Wow! Aku tidak percaya buku mantra ini sangat berguna.”

“Tapi buku itu bukan milikmu.”

“Aku tahu.”

“Hanya memastikan.”

Aku memandang tiruanku dan tersenyum. “Hei, bisa kau beritahu tentang ayahku?” tanyaku.

“Tentu saja. Namanya Simon Gladwin. Seorang pria berdarah iblis yang menikahi Darla Gladwin yang merupakan seorang penyihir. Dia meninggal saat—”

Aku segera membungkam mulutnya dan tersenyum kecil padanya. “Cukup. Aku hanya ingin memastikan,” jelasku lirih.

“Ayahmu seorang iblis?” tanya Sam. Aku menoleh dan menatap sorot kebingungan di wajahnya. Aku mengedikkan bahu. “Tidak perlu kujelaskan,” sahutku. Aku memasukkan kembali buku mantra ke dalam ransel dan hendak keluar, tapi tiba-tiba Sam melesat ke hadapanku dan menahan pintu agar aku tidak keluar. “Ceritakan padaku Fallen, benarkah ayahmu seorang iblis? Dan kau ini… apa? Penyihir berdarah campuran?”

Aku memegang knop pintu dan menatap ke bawah. “Untuk saat ini aku tidak perlu menjelaskan apapun kecuali mengembalikan buku ini secepatnya.”

***

FALLEN (and The Book of Spells)#1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang