18. DESCENT TO TEN THOUSAND (CHAPTER 2)

Start from the beginning
                                    

Jeno menggeleng cepat. "Ti-tidak, bukan begitu. Hmm... ayah sedang berbicara dengan kakek. Jangan menganggu mereka," alibinya.

"A-"

"Cepat tidur atau aku akan mengadu pada ayah!" ancam Jeno.

Jungkook berdecak. "Baiklah," jawabnya pasrah. Baru saja ia akan menutup pintu, suara Jeno menghentikannya.

"Hyung, aku yang akan memboncengmu besok."

"Bukankah kau tidak bisa mengendarai sepeda?"

"Jika tidak dipaksakan, aku tidak akan pernah bisa."

Sebelum Jungkook membalas, Jeno sudah menutup pintu kamarnya.

"Jeno terlihat aneh," kata Jungkook sambil memandang pintu. Tapi kemudian, ia tersenyum lebar melihat kelakuan adiknya itu.

-
-
-

Pagi ini adalah pagi yang sangat melelahkan bagi Jungkook. Entah sudah berapa menit berlalu sejak ia keluar dari rumah. Ini semua karena Jeno yang tidak berani mengayuh sepeda dan hanya menjalankannya dengan kaki. Jungkook yang berada di belakangnya sudah mengoceh.

"Hei! Jika kau terus seperti ini, kau tidak akan pernah bisa naik sepeda! Sudahlah, biar aku saja," protesnya. Tanpa aba-aba, ia turun dari sepeda.

Jeno menggeleng keras. "Tidak mau! Kau duduk manis saja di belakangku, Hyung."

"Duduk manis apa, hah? Aku sangat pegal melihatmu! Cepat turun!" gertak Jungkook.

"Tidak mau!"

"Jeno-ya..."

"Tidak!"

Jungkook menghela napas kasar. Ia mengacak rambutnya gemas.

"Aku janji akan melakukan apa saja dihari ulang tahun kita nanti. Tetapi untuk kali ini aku mohon, tolong turuti aku," pinta Jungkook memelas.

"Baiklah. Apa saja, 'kan?" tanya Jeno sambil berpindah ke belakang. Jungkook segara mengambil posisi di depan.

"Jangan meminta yang aneh-aneh," ucap Jungkook kemudian mengayuh dengan cepat.

"Iya, aku mengerti. Ajari aku naik sepeda, ya?"

"Jika aku mengingatnya."

"Hyung!"

Jungkook tertawa lepas. Sementara Jeno menyandarkan kepalanya ke punggung kakaknya.

-
-
-

Dari jarak empat meter, Jungkook bisa melihat sekolahnya. Ia mempercepat laju sepeda.

Ting! ting!

Mendengar bel berbunyi, Jungkook dan Jeno terbelalak. Di depan sana, satpam sudah hampir menutup gerbang.

"Pak! Jangan ditutup dulu!" teriak Jungkook yang semakin brutal mengayuh sepeda. Dan akhirnya ia berhasil sampai di depan gerbang yang sudah tiga perempatnya tertutup.

"Aku mohon buka gerbangnya lebih lebar lagi."

Satpam berkumis lebat itu menggeleng tegas. "Tidak bisa, kau sudah terlambat."

Jungkook turun dari sepeda dengan tiba-tiba. Jeno yang belum seimbang, terjatuh ke samping. Sayangnya terkena seorang gadis lagi.

"Eo-eoh? Kau..."

Jeno berdiri dan menatap kaget gadis yang terjatuh bersamanya. Jeong Yein. Gadis itu tersenyum.

"Kalian lagi," ucap Yein. Jungkook memukul kepala Jeno.

"Kau suka sekali mencari masalah!"

Yein juga berdiri. Ia merapihkan pakaiannya.

"Tidak apa-apa. Aku tidak terluka parah. Kenapa kalian ada di sini?"

"Kami terlambat. Satpam ini tidak mau membukakan gerbangnya," jelas Jungkook.

"Oh, begitu..." balas Yein. Gadis itu menghampiri sang satpam.

"Pak, tolong buka gerbangnya untuk kami. Aku juga terlambat. Aku mohon, jangan beritahu ayahku."

Jungkook dan Jeno terkejut saat satpam menuruti perkataan Yein. Yein memberi kode pada mereka untuk masuk. Tentu saja, mereka menyetujuinya.

-
-
-

"Jadi kau anak pemilik sekolah ini?"

Yein mengangguk. "Ya. Hampir seluruh anggota sekolah mengenaliku."

"Tapi kenapa kami tidak mengenalmu?"

"Entahlah."

Mereka bertiga berjalan memasuki sekolah setelah Jeno memakirkan sepeda. Jungkook menghentikan langkah mereka.

"Bagaimana jika kita mengobati lukamu dulu? Luka yang kemarin juga belum sembuh, 'kan? Pasti semua guru sudah masuk dan kita akan dihukum. Lebih baik kita hadir dijam pelajaran berikutnya."

"Ta-tapi..."

"Tidak ada tapi-tapian. Ayo!"

Jungkook menggandeng tangan Jeno dan Inri menuju UKS.

-
-
-

Jeno menutup hidungnya karena bau obat-obatan yang sangat menyengat. Ia menggenggam erat tangan Jungkook.

"Hyung, aku mual. Aku tidak mau masuk," keluhnya.

"Ya sudah, tunggulah di luar," jawab Jungkook cuek.

Jeno mengembungkan pipinya. Yein terkikik geli. Gadis itu merangkul Jeno.

"Kau sangat menggemaskan!"

"Benarkah?" tanya Jeno berbinar-binar. Yein mengangguk ceria. Jungkook berdecak dan mengambil kotak P3K.

"Yein-ssi, silahkan duduk di sana. Aku akan mengobati lukamu," kata Jungkook sambil menunjuk ke salah satu kasur. Yein melepas rangkulannya dan menuntun Jeno untuk duduk di sampingnya. Jungkook berjongkok di depan Yein.

"Astaga...lukanya banyak sekali," kaget Jungkook saat melihat lutut Yein.

" mTapi aku tidak merasakan sakit, sungguh...aduh! Pelan-pelan!" Belum sempat Yein menyelesaikan ucapannya, Jungkook sudah mengoleskan alkohol ke lukanya.

"Apa sangat sakit? Maaf, aku melukaimu berkali-kali," sesal Jeno.

"Tidak, tidak. Sudah tidak terlalu sakit," seru Yein mencoba menghibur. Jungkook menggeram kesal.

"Kalian cocok sekali! Kenapa tidak pacaran saja?" celetuk Jungkook ketus. Ia menekan luka Yein dengan kasar.

"Ya! Sakit!" pekik Yein. Reflek gadis itu ingin memukul kepala Jungkook, tetapi terhenti karena ia menemukan kejanggalan.

"Kau...kenapa lehermu diplester?"

Yein menundukan tubuhnya untuk menjangkau leher Jungkook. Jeno membulatkan matanya.

"Ja-jangan dibu...ka..."

Ucapannya melemah di akhir kalimat. Yein sudah membuka plester Jungkook.

"Tanda ini seperti...keluarga Jeon?"

--TO BE CONTINUE--

VOTE 👇👇
IF YOU LIKE THIS STORY

BANGLYZ FANFICTION || BTS-LOVELYZWhere stories live. Discover now