Jimin mengernyit serius. Entah kenapa, ia tidak suka dengan kedatangan segerombolan  berbaju hitam itu.

"Entahlah, Tae... penampilannya mencurigakan."

"Ada apa sih denganmu? Kau itu, jangan berpikiran yang tidak-tidak. Bisa jadi mereka memang—"

PRANG!!

"SEMUANYA DIAM DI TEMPAT!"

DEG!

Jimin dan Taehyung sontak saling tatap begitu indera pendengaran mereka mendengar suara teriakan dan pecahan di lantai 1. Jimin lantas menggenggam erat tangan Taehyung, firasatnya benar-benar buruk hingga jantungnya berdegup kencang.

""Saat ini, polisi masih menyelidiki jejak kejahatan. Sedikitnya ada 6 orang. Untuk saat ini, diharapkan pada seluruh warga Jeju untuk berhati-hati karena pelaku masih belum tertangkap.""

Jimin membeku, seketika mengingat berita yang sayup didengarnya kemarin malam. Apakah, apakah yang dimaksud mereka semalam adalah...

"Taehyung, kita harus segera—"

Drap. Drap. Drap.

"SEMUANYA DIAM DI TEMPAT!!"

Jimin baru saja hendak melangkah, namun suara derap diikuti teriakan kencang, lalu 3 orang berpakaian serba hitam dengan membawa pistol, telah mendahuluinya sebelum sempat berlari sembunyi. Tangannya semakin erat menggenggam Taehyung.

"JANGAN SEKALI-KALI BERGERAK! MERUNDUK! CEPAT MERUNDUK DAN ANGKAT TANGAN!"

"Jimin," Taehyung berbisik pelan.

"Turuti saja," Jimin perlahan menurunkan tubuhnya, diikuti Taehyung juga.

3 orang itu, berjalan layaknya yang paling berkuasa. Mereka terus menodongkan senjata api, seraya mengumpulkan satu per satu tas, dompet, dan menyita seluruh handphone. Tiba salah satunya berdiri dihadapan Jimin, ia menjulurkan tangan, mengisyaratkan 'serahkan barang berhargamu'. Jimin merogoh saku dan menyerahkan dompet, tentu saja, dan lagi-lagi Taehyung hanya mengikutinya. Orang itu berjalan lagi menyita lainnya.

"KALIAN! SEMUANYA BERDIRI! BERBARIS MEMANJANG!"

"CEPAT!"

Tak ada yang berani melawan seseorang—ah 3 orang yang membawa senjata api, walaupun dalam jumlah, tentu mereka kalah banyak. Tapi, pertanyaannya, memang siapa yang rela ditembak oleh mereka? Bahkan mereka bisa saja membunuhnya.

"TURUN, BERURUTAN!"

Jimin masih menggenggam tangan Taehyung, tak membiarkan sepupunya itu berpisah darinya. Wajah Taehyung menunduk, enggan memandang mereka.

"Cih, apa-apaan, kalian sepasang kekasih ya?" salah satu dari mereka mengatakannya saat Taehyung-Jimin lewat. Matanya menatap remeh ke genggaman tangan Jimin.

Taehyung melepasnya, lalu mengangkat wajah, berganti memandang tajam si pengejek. Tatapannya tajam, sampai Jimin bergidik karena Taehyung yang dikenalnya tidak pernah seperti ini.

"Apa? Kau marah karena kubilang gay?"

"Jaga mulutmu, b*jing*n,"

PLAK!

"Ya! Jangan menyakitinya!" Jimin langsung menengahi saat orang itu maju selangkah, hendak memberi hadiah lebih pada Taehyung yang barusan ditamparnya.

"Ou! Jangan mengacau!" temannya berseru, memanggilnya dengan sebutan Ou.

Disinilah sekarang Taehyung, Jimin, semua pelanggan dan pekerja restaurant. Berbaris rapi layaknya anak-anak yang mengadakan upacara. Restaurant sudah ditutup rapat, dibuat seakan tutup. Memang, restaurant itu memiliki jalan masuk sendiri, dan bangunannya tak terlalu kelihatan dari jalan raya. Wajar jika tak banyak yang berkunjung.

SO FAR AWAYWhere stories live. Discover now