Daniel hanya menatap pintu itu dalam diam. Lalu, beranjak menuju meja buffet yang menyimpan majalah-majalah milik Nara, dan mengambil beberapa untuk ia baca. Biasanya, dimajalah ada beberapa resep masakan. Daniel harus mempelajari itu, agar jika Nara meminta hal tadi lagi, ia bisa melaksanakannya.

Ah, untung saja Daniel sudah bisa membaca dengan lancar biarpun dia tidak sekolah.

Dia dikurung di rumah itu selama tiga hari. Tanpa makanan sama sekali. Jika lapar, Daniel mengelabui perutnya dengan minum. Ia duduk sambil menyenderkan punggung kecilnya di dinding dekat pintu. Di sebelahnya, botol air minum berdiri tegak. Manik sebiru langit itu menatap lemah, ke arah pintu yang entah kapan akan terbukanya.

Perutnya terasa sakit karena kebanyakan minum.

Lalu, pintu itu sungguh terbuka.

Nara pulang bersama pasangannya. Kali ini, ia membawa sebuah kantong berisi makanan dan memberikannya ke Daniel. Membuat anak itu senang bukan main.

Wanita itu masuk ke dalam, meninggalkan si kecil itu bersama pasangannya yang tengah duduk di kursi sambil menatap Daniel dengan tajam.

Ini yang membuat Daniel merasa tidak nyaman. Pria itu selalu menatapnya dengan tatapan menyeramkan.

Nara kembali dengan pakaian yang sudah berganti. Ia duduk di samping pria itu dan memeluk lengannya manja.

Pria itu tersenyum, "anak kamu punya nilai," ujarnya. Tangan besarnya memainkan rambut Nara yang panjang.

Nara melirik Daniel sekilas, dan tersenyum ragu, "maksudnya?"

Daniel hanya diam menguping. Ia sesekali memasukkan makanan yang Nara bawa ke mulutnya. Namun, ia tidak bisa mendengar ucapan mereka lagi. Pria itu berbisik. Terlalu pelan.

Tapi, setelah itu, Nara menatapnya dengan tatapan yang tak ia mengerti.

Daniel hanya menunduk dan tetap makan dalam diam.

Tak lama setelah itu, pria menyeramkan tadi pergi. Daniel membereskan bekas makannya. Nara diam. Bibirnya mengapit sebatang rokok. Kedua matanya tidak teralih dari Daniel. Sesekali, ia menyesap rokok itu dan menghembuskan asapnya perlahan.

"Niel!" panggilnya.

Kaki kecil itu segera menghampirinya. Kedua mata birunya yang cantik tak berani menatapnya.

Nara mengeluarkan beberapa lembar uang dan memberikannya ke Daniel.

"Pergi ke pasar, dan beli bahan-bahan makanan," ujarnya.

Niel mengangguk, dan segera melaksanakan perintahnya. Anak itu selalu menurut. Apapun yang ia ucapkan, Daniel tak pernah sekalipun membantah.

Si kecil berambut cokelat itu mengingat-ingat nama bahan makanan yang ia baca dari majalah selama tiga hari ini. Dia tidak tau bentuknya yang mana. Jadi, sesekali, ia bertanya pada penjual.

Satu-satunya yang Daniel tau, adalah garam itu asin, gula itu manis. Hanya itu.

Daniel hanya membeli bahan yang ia ingat namanya saja. Dia bahkan tidak bisa membedakan yang mana jahe, yang mana lengkuas, yang mana kunyit, dan yang mana kencur. Semuanya tampak sama dimata Daniel. Lalu, apa bedanya buncis dengan kacang panjang?

Daniel menghela napas. Membawa kantong berisi belanjaan itu dengan susah payah ke rumah dan meletakkannya di dapur.

Nara sedang asik merokok sambil menonton televisi. Daniel duduk di lantai. Kepalanya menyender di badan kursi. Tak mempedulikan asap rokok yang menyesakkan dada. Dia hanya sedang ingin berada di dekat Nara. Di dekat wanita yang telah melahirkannya itu.

Happiness [SELESAI] ✔Where stories live. Discover now