"Dimana yang lain!" Petir yang dari tadi menyambar bersahutan tak terdengar. Semuanya menunduk mendengar suara Woofang meninggi.

"Semuanya... Semuanya telah dibantai..." Serigala berbulu putih itu terbatuk memuntahkan darah.

"Kenapa? Apa kalian menyerang mereka lebih dulu!?" Woofang meletakkan kaki depannya yang besar ke pundak anak serigala yang sedang menangis di samping Ibunya. Mengelusnya pelan. Raja itu tahu, waktu Sang Ibu sudah tidak banyak lagi.

"Tidak... Tidak.... Kami selalu menyingkir jika ada mereka.... Tetapi... Tadi, mereka... Mereka menyerang karena merebut mangsa kami... Padahal di pundak mereka sudah banyak hewan yang tumbang dipangku." Serigala putih itu kemudian menatap anaknya. Bibirnya tersenyum. Gigi taringnya seolah menghilang tak pernah ada.

"Ibu!!!!"
"Sayang.... Tenang... Raja akan menjagamu...  Ibu... Ibu sayang denganmu nak..." Mata gelapnya mulai berair. Pandangannya mulai tak tergambar. Sosok anaknya perlahan semakin kabur di pandangan.
Matanya terjatuh bersama salju.
Untuk selamanya.

"Ibu!!!!" Dari dalam gua Liff terseok-seok menyeret tubuhnya. Mencoba melihat apa yang sedang terjadi.

"Ini sudah yang keberapa kali..." Ucap salah satu serigala muda.
"Tenang nak..." Ucap Woofang sambil mengelus pelan punggung anak serigala itu.

"Apa yang akan dilakukan Raja? Apa dia sudah menjadi terlalu tua seperti Liff sehingga dia melembek?"
"Entahlah... Jika dia seperti ini terus, lama kelamaan posisi Alpha akan tergantikan."
Para serigala muda mulai berbisik.

"Apa yang akan kau lakukan Woof?" Liff yanh merupakan sahabat Sang Raja bergumam di dalam hati.

Woofang berjalan ke sebuah batu. Berdiri di puncaknya dengan gagah. Di belakangnya tebing curam begitu indah dipandang, seandainya salju tidak turun lebat.

"Keserakahan mereka akan berakhir malam ini!!!" Teriak Woofang.
Semua serigala langsung berdiri sigap menerima perintah.

"Terlalu lama kita berdiam diri! Mangsa kita perlahan mulai menipis! Pohon yang menaungi kita semakin dibabat habis!" Woofang berjalan kecil di atas batu. Taringnya sudah tidak tersembunyi. Liurnya menetes panas.

"Terlalu lama kita hidup menghormati aturan Ibu Alam! Tapi mereka! Para manusia biadab itu berkali-kali melanggar dan Ibu Alam tidak bertindak apa-apa!" Angin datang berhembus kencang mengibarkan bulu-bulu mereka.

"Serigala sudah terlalu lama berdiam diri! Aku! Woofang! Sang Penguasa gunung ini terlalu lama menurut dan menunggu Ibu Alam bertindak! Tapi hasilnya nihil!!!" Woofang berdiri tegak menatap tajam ke arah kumpulan serigala di hadapannya.

"Tidak.... Tidak akan lagi. Tidak akan ada serigala yang mati tidak terhormat seperti Ibu anak ini. Malam ini! Kabarkan ke semua serigala yang duduk di wilayah kekuasaanku ini! Kita akan menyerang Alvant!" Semua serigala pun meninggikan ekor. Bersiap siaga. Taring mulai nampak. Cakar mulai bersiap.

"Badai salju terlebat pun tidak akan menghentikanku... Auuuuu!!!!!" Woofang melonglong keras.

"Auuu!!!!! Auuu!!!!" Mereka semua ikut membalas melonglong.
"Auuu!!!!!" Liff yang dari tadi mendengarkan juga ikut melonlong. Walau suaranya sedikit serak.

"Auuu!!!!" Suara lolongan itu saling bersahutan. Semua serigala di gunung itu saling meneruskan pesan Sang Raja.

------------------------------------------------------------------

Uap panas hasil rebusan sup meluap ke langit-langit. Kalkun liar sudah dipotong kecil-kecil, disajikan dengan jamur dan wortel yang didapat dari gunung.

"Yeaaayyy~ sup kalkun!!!" Ruby menepukkan tangannya. Mulutnya menganga sudah tidak sabar ingin menyantap masakan dari Sang Ibu yang baru saja diangkat ke atas meja.

"Heh! Jangan dimakan dulu! Tunggu Ayah!" Sang Ibu pun langsung menegur putrinya yang sudah hampir menempelkan hidungnya ke kuah sup.

"Hehehe... Iya Bu..." Ruby pun kembali menarik diri. Duduk manis di kursi meja makan.

"Malam ini sepertinya akan ada badai..." Nenek menyampaikan apa yang barusan dilihatnya di langit.

"Hmm tenang~ Ruby sudah pergi mencari kayu bakar tadi pagi!" Ruby melipat tangannya. Merasa bangga.

"Jubahmu lepas dulu kalau mau makan..." Ucap Ibu pelan sambil membagikan jatah roti ke masing-masing piring.

"Tidak.... Tidak bisa.... Mulai hari ini jubah ini akan Ruby pakai seterusnya. Sampai Ruby melampaui kakek Red Hood!!!" Ruby mengangguk kecil.

Nenek tersenyum. "Sepertinya dia terlalu tua untuk dipanggil kakek olehmu Ruby..."

"Hmmm ya ya. Maksudnya buyut..."

"Auuuu!!!!!" Suara lolongan serigala terdengar  jelas meski rumah kayu mereka sudah tertutup rapat.

"Auu!!!" Lagi suara dari serigala lain yang lebih jauh juga cukup jelas terdengar.

"Ada apa?" Ruby bingung. Baru kali ini dalam hidupnya dia mendengar lolongan serigala sekencang itu. Terlebih lagi lolongan itu saling bersahutan.

Wajah nenek sedikit pucat. Sedangkan Ibu masih asyik menata makanan di atas meja.
"Bruak!" Pintu kamar mandi terbuka.
Ayah masih memakai handuk dan tubuhnya masih belum kering sepenuhnya.
Wajahnya sama dengan Nenek. Pucat seperti salju yang turun di kota Alvant.

The Wolf Is Comingحيث تعيش القصص. اكتشف الآن