"Walaikumsalam, hati-hati," ucap nenek.

Aku mengeluarkan sepedaku dari tempat terparkirnya, di gudang samping rumah.

"Mishaa! ... ."

"Mishaa!.."

Suara yang tak asing lagi, suara siapa lagi yang pagi-pagi selalu teriak-teriak didepan Rumah dan memanggilku dengan nama itu. Intan. Dia adalah sahabatku.

"Iya, ya," jawabku menuntun sepedaku berjalan menghampiri Intan.

Aku menatap penampilannya yang super rapih dengan wajah berseri. Pakaian putih abu-abu, jilbab putih syar'i yang nampak baru, tas ransel di punggung, jam tangan hitam besar laki melingkar di pergelangan tangan kanannya. Anggun, tapi tetap saja sifat tomboynya belum bisa hilang sejak dulu awal aku mengenalnya, meski perubahan penampilannya semakin rapih, jilbab yang tak pernah lagi di lepaskan ketika keluar rumah.

"Waww MaasyaAllah, rapih banget. Serba baru ya?" ucapku menyoroti penampilannya dari atas sampai bawah.

Hampir setiap pagi Intan tak pernah absen mampir menjemputku dirumah, karena rute Intan kesekolah melewati rumahku. Kecuali, jika dia tidak sekolah.

Aku dan Intan sudah bersahabat sejak kelas 1 Madrasah Tsanawiyah atau setara SMP, saat itu kami berkenalan sebagai teman sebangku dan tinggal dilingkungan yang sama, rumah intan tak jauh dari rumahku. Kedekatan kami masih berlangsung sampai masuk ke sekolah SMA yang sama dan kelas yang sama sampai saat ini, seperti jodoh kami selalu masuk buku absen yang sama.

"Enggak, ini cuman jilbabnya doang yang baru," ucapnya cuek.

"Kok sendirian Tan. Hasan kemana?" tanyaku mencari keberadaan Hasan yang biasanya muncul bersama dengan Intan di depan rumahku.

"Gak masuk! kata uminya sih, Hasan masih sakit."

"Lah belum sehat juga tu orang." mengingat seminggu yang lalu saat daftar ulang dia tak hadir, dan jumat kemarin saat pembagian kelas juga tidak kelihatan.

Di sekolah ku sebelum masuk sekolah biasanya pembagian kelas sudah di umumkan. Dan minggu pertama sudah mulai aktif belajar meskipun siswa baru masih melaksanakan masa orientasi siswa.

"Yaudah yuk berangkat." Intan melajukan sepedanya lebih dulu.

"Yukks!" ucapku menyusul Intan.

Aku, Intan dan Hasan terbiasa menggunakan sepeda sebagai alat transportasi yang kami gunakan sehari-hari. Jarak rumah sampai kesekolah lumayan jauh sekitar kurang lebih tiga kilo meter dari rumah, dan menghabiskan waktu kurang lebih tiga puluh menit untuk sampai di sekolah dengan menggunakan sepeda.

Sesampainya di sekolah setelah memarkirkan sepeda, kami langsung berjalan menuju kelas melewati lorong-lorong kelas cukup panjang untuk sampai kelas paling ujung, masih ada waktu 15 menit lagi sebelum bel masuk berbunyi.

Siswa baru sudah memenuhi lapangan persiapan upacara penyambutan siswa baru dan Mos. Lucu, melihat siswa baru yang masih unyu-unyu, polos dengan pernak-pernik yang melekat di tubuh. Pita warna yang merenda, menghiasi jilbab dengan masing-masing warna kelompok kelas. Kaos kaki yang berbeda warna, kanan putih, kiri hitam. Tas ransel dari karung beras di punggung. Ada name tag dari karton menggantung di leher depan.

Kelas kami terletak di bagian ujung bangunan yang cukup jauh dari ruangan guru dan tidak jauh dari kantin sekolah sehingga membuat teman-teman leluasa keluar kelas atau pergi ke kantin ketika tidak ada guru.

"Sha, ada yang lagi liatin kamu tuh," ucap Intan sambil menunjukkan ke arah lapangan dengan isyarat matanya.

"Siapa Tan?" tanyaku penasaran mengikuti arahan Intan, seseorang berdiri di depan barisan di tengah lapangan melihat ke arah kami. Dengan cepat aku kembali melirik Intan.

"Itu loh, biasa tu kakak kelas yang sering kirim salam buat kamu." Aku hanya mengdengus.

"Ada-ada aja sih Tan, itu mah dia liatin kamu," ucapku setenang mungkin, menutupi rasa maluku, tak mau salah tingkah hanya karena di tatap lelaki.

"Yaelah, malah aku yang dikongekin," gerutu Intan kesal, aku tertawa geli melihat wajah Intan cemberut.

"Yaudah-yaudah, ngapain sih jadi ribut kena tu orang, dia kan punya mata terserah dia mau liat kemana. Ya udah yuk!" bujukku menarik tangan Intan segera.

Intan memang mudah kesal, dia suka sekali menjahili teman-temannya, tapi dia akan cepat ngambek ketika dia yang dijalin ataupun diejek.

Begitulah Intan, tapi dia tetap sahabat yang terbaik selalu ada kapanpun dibutuhkan dan buat suasana jadi ricuh rame akibat kejahilan nya, meskipun begitu dia cukup berprestasi dalam hal baca Al-Qur'an, hampir setiap lomba baca Al-Qur'an Intan lah yang mewakili sekolah maupun masjid kampung kami untuk mengikuti lomba dan jarang sekali kalah.

Aku pun ikut bangga mempunyai sahabat seperti Intan, dan aku harap keluarganya pun sama bangganya seperti apa yang aku rasakan.

🏡

Setelah bel tanda masuk berbunyi, semua tertib duduk pada bangku masing-masing, kecuali anggota osis yang masih sibuk mengurusi kegiatan Mos di lapangan.

Suasana kelas mulai riuh, saat jam pertama hampir habis, tapi guru tak juga kunjung masuk. Aku duduk dengan Intan di bangku ke dua dekat tembok, di depan meja guru, menanggapi celotehan Fira dan Sarah yang duduk di depanku. Beberapa yang lain sibuk dengan aktivitas masing-masing, mengobrol menceritakan banyak hal kegiatan selama liburan, atau obrolan santai tanpa makna, isi lawakan-lawakan receh membuat yang mendengar tertawa.

"Assalamualaikum!" kata Dian dengan nada hentakkan. Menarik perhatian seisi kelas.

"Teman-teman kata Bu Anis kita dipulangkan, karena guru-guru ada rapat dadakan! ... Trus kata bu Anis buat cerita tentang kegiatan selama liburan minimal 500 kata," jelas Dian menyampaikan pesan dari Ibu Anis guru Bahasa Indonesia kami sekaligus wali kelas, dengan nada yang cukup keras hampir berteriak.

"Alhamdulillah pulang cepat," suara gaduh teman-teman ku yang senang karena pulang cepat.

"Kenapa gak diliburin aja sih bilang dari kemarin kek, biar kita sekalian gitu gak usah kesekolah," gerutu Intan setelah mendengar pengumuman Dian.

"Iya, yah. Ini jadi kaek percuma gitu kita kesekolahnya ... inikan masih jam pertama." Lanjutku menyambung gerutu Intan.

"Ya udah yuk kita pulang, ngapain lama-lama disekolah," ajak Intan berdiri menyampir ransel di pundak.

"Kita jenguk Hasan dulu yah, sebelum pulang kerumah," ajakku pada intan.

"Eh iya, boleh tu," ucap Intan semangat.

Terlihat siswa-siswi kelas XI dan XII bersemangat, menikmati kebebasan belajar di hari pertama sekolah, kecuali para siswa-siswi baru yang sedang sibuk melaksanakan runtutan kegiatan Mos. Bahkan masih ada siswa-siswi yang sudah di pulangkan masih bertahan melihat kegiatan Mos, atau nongkrong di beberapa tempat, di depan kelas, di kantin, di warung dan ruko depan sekolah, dan yang paling kerajinan anak basket yang memanfaatkan untuk bermain basket, mungkin melepas rindu dengan basket setelah liburan.

🏡

"Assalamualaikum," ucapku berbarengan dengan intan yang berdiri di depan pintu rumah Hasan.

"Walaikumsalam," Suara sautan yang tak lama terdengar dari dalam Rumah, yang menurutku agak asing.

Aku dan Intan saling bertatapan, aku rasa Intan juga merasa asing dengan suara itu.

💕🏡💕

Jazakumullahu Khairan, 🙏🙏

Makasih sudah mampir baca dan yang kembali membaca ulang..


Jangan bosen buat vote & comment.

By.rasama02

Where Is My Calon Imam? Where stories live. Discover now