Section 4 - Look, Just Don't Touch

Start from the beginning
                                    

"Sebenarnya Jay punya apartement-nya sendiri di New York, tetapi karena ada masalah teknis diapartement barunya itu, jadinya tempat itu tidak bisa ditempati. Aku mendengar dari Jay kalau kau itu sepupunya, Sev, jadi apa salahnya tinggal bersama lagi? Lagian kalian pernah tinggal bersama kan dulu?"

"Itu beda, Sir." Aku menggeleng kepala tidak percaya. "Kenapa anda tidak mendiskusikannya terlebih dahulu dengan saya?"

"Apa bedanya, Sev?" Aku baru sadar Jayden sudah berdiri sangat dekat denganku, memerangkapku disudut lift. Wajahnya terlalu dekat denganku dan aku menempelkan telapak tanganku pada wajahnya agar dia menjauh dariku. Tanpa kusadari jantungku berdebar sangat kencang sekarang. "Apakah kau mulai tertarik padaku?" tanyanya dengan seringai menyebalkan.

Aku menatapnya tajam. "Maafkan aku, Jay. Selama kepergianmu itu, aku sudah punya seorang pacar yang mencintaiku dan selalu berada disampingku!" jawabku tajam, membuat bahunya menegang dalam sekejap dan rahangnya mengatup. Aku menyilangkan kedua tanganku didepan dada, pandanganku tidak lepas darinya.

"Savy, kau tidak keluar?" tanya Sir Murray, membuyarkan lamunanku.

Aku melihat kita sudah berada di basement gedung. Sir Murray menunggu didepan lift dengan wajah khawatir menatapku, sedangkan Jayden sudah pergi entah kemana. Dia marah padaku? Marah saja! Aku sama sekali tidak peduli kalau dia marah. Dia pantas mendapatkan perlakuan kasar itu dariku.

"Aku hanya memikirkan tentang laporan keuangan yang tadi diberikan bawahanku," jawabku berbohong, tersenyum pada Sir Murray.

"Kita pergi naik mobil Jay," ujar Sir Murray.

Aku hanya tersenyum lemah, tidak ingin membantah lagi. Aku berjalan mengikuti Sir Murray hingga akhirnya dia berhenti dihadapan Lamborghini Reventon indah berwarna abu-abu.

Holy Maccaroni!

Mobil Jay Lamborghini Reventon!? Bagaimana hidup ini tidak adil? Aku merasa merana melihatnya, dan mengikuti Sir Murray yang masuk kejok belakang. "Sedang apa kau disini, Savy?" tanya Sir Murray bingung.

"Duduk," jawabku tidak kalah bingungnya.

Jayden yang berada dijok pengemudi memutar mata kesal. "Kau kira aku supir, Sev? Cepat pindah kedepan kalau tidak, kita tidak berangkat dan kita tidak makan siang!" perintahnya kesal.

Aku menggeram tidak kalah kesalnya. "Siapa juga yang mau makan? Aku sudah makan kok! Kalau kau tidak mau berangkat, kita ngomong-ngomong disini aku tidak keberatan!" jawabku tidak mau kalah.

"Savy sebagai bosmu, aku perintahkanmu untuk duduk didepan," ujar Sir Murray dengan wajah sok berwibanya.

Aku hanya melengos kesal, lalu keluar dari kursi ditengah menuju jok depan. Aku melihat Sir Murray mengacungkan jempol pada Jay, dan Jay hanya menyeringai menyebalkan.

Aku duduk dijok depan dan membanting pintu mobilnya cukup keras membuat Jayden melompat kaget. Aku membuang muka, Jayden menyalakan mesin mobilnya dan kita keluar dari basement kantor.

Kita sampai didepan restaurant mewah dipusat kota New York 5 menit kemudian, dan ternyata Sir Murray sudah memesankan tempat untuk tiga orang. Aku mulai curiga dengan tingkah laku mereka berdua. Kita sampai diruangan VVIP sehingga hanya ada kita bertiga diruangan itu. Sir Murray dan Jayden sedang melihat menu makanan dengan santai, tetapi pikiranku terlalu sibuk untuk memilih makanan! Ketika pelayan datang, Jayden dan Sir Murray sudah memilih makanan mereka.

"Sev, kau mau makan apa tidak sih?" tanya Jayden kasar.

"Cerewet!" sahutku kesal, menatap pelayan yang juga menatapku itu. "Aku pesan tenderloin steak, fruit salad, blueberry ice cream, dan lemon squash!" ujarku tanpa melihat menu makanan.

Wanting My BrotherWhere stories live. Discover now