Return : The Memory of Lost

7.5K 800 142
                                    

Felix menatap kosong pohon yang berada tak jauh darinya. Jisung yang sedari tadi bertanya diacuhkan olehnya, serasa bertanya pada orang tuli Jisung tuh.

Pikirannya berkecamuk, dia takut, dia marah, dia resah, dia bingung dan sedih. Hentakan keras serta aura gelap yang tadi menyerangnya adalah hal yang paling tidak bisa Felix tangani. Dia lemah akan hal itu, dia lemah dengan kekerasan dan apapun yang berkaitan dengannya. Hal ini karena hidupnya dikelilingi dengan kedamaian dan kelembutan kasih sayang, sangat jarang bahkan tak pernah ia diperlakukan kasar seperti tadi.

Felix pintar, cerdas walau terkadang bodoh, seharusnya dia bisa mengontrol dirinya sendiri. Otaknya yang biasa memikirkan jalan keluar dari permasalahan teman temannya kini serasa mati, dia hanya bisa memikirkan jalan keluar untuk temannya, bukan untuk dirinya. Dia tidak bisa menenangkan dirinya atau memberikan kata kata motivasi pada dirinya sendiri. Batinnya mati, pikirannya pun seperti itu, dan bibirnya kelu tak ingin mengeluarkan sepatah kata pun.

"Lix, apa kau tak mau cerita padaku?" Jisung bertanya lirih, dia mencoba untuk membuat Felix buka suara.

Tapi apa yang Jisung dapat, hanya gelengan kepala dan suara tertahan akibat tangisannya yang terlampau kencang dan lama itu.

Tak lama Seungmin dan Jeongin datang, wajah mereka terlihat panik sambil menggendong tas ransel yang belum tertutup sempurna.

"Felix, kau kenapa! Lihat dirimu, kau kenapa Lix? Kasih tahu aku."

Seungmin langsung bereaksi heboh, selain karena dia dekat dan tahu bagaimana Felix -setelah Jisung-, dia memang orang yang khawatiran dan mudah tersentuh maupun tersulut emosi.

Tapi tetap saja, Felix hanya menggelengkan kepalanya dan enggan berbicara sepatah kata pun yang menjelaskan keadaannya.

"sudahlah, lebih baik kau pulang saja dulu. Aku akan izin nanti, bilang saja kau tak enak badan." Jisung pun akhirnya mengambil keputusan. Dia pergi ke kelas Felix untuk mengambil tasnya, menyisakan Seungmin dan Jeongin yang menatap Felix heran dan khawatir.

"Lix, jangan seperti ini~" Seungmin menepuk bahu Felix pelan.

"betul kata kak Seungmin, kak Felix jangan seperti ini. Kita jadi khawatir." Jeongin ikut mengelus lengan Felix yang bergetar.

↘ ↘

Changbin memutar mutarkan kunci motor di jarinya. Dia baru saja mengancam Felix dan hal ini membuat moodnya turun. Dia pun memutuskan untuk ke markas dan kembali ke kampus nanti sore. Sepuntung rokok yang belum dinyalakan itu terselip diantara bibirnya, sepertinya Changbin berniat ingin merokok. Ya walau bukan perokok akut, tapi preman seperti dia pasti tahu dengan nikotin itu. Karena rokok, adalah narkotika yang paling mudah dibawa dan tak akan membahayakan hidupnya.

Samar samar Changbin mendengar suara dibalik pintu markasnya yang tak tertutup rapat.


"Pengaduan"

"Memangnya dengan kau mengadu pada Changbin kau akan selamat?!"

"DASAR PEMBUNUH BRENGSEK!"

BRAAAK!

Changbin menendang pintu dengan keras, emosinya kalut. Mendengar suara seseorang yang menyangkut pautkan dirinya itu membuat Changbin tersulut emosi. Bukan karena ada namanya yang jadi masalah utama, tapi dia hapal betul siapa yang membentak dan siapa yang dibentak.

"Kau berani menghajarnya hah?" suara baritone dan kelam milik Changbin membuat kepalan tangan itu terhenti di udara.

Bangchan, iya, orang yang hendak melayangkan pukulannya itu adalah dia. Yang berteriak, yang membawa bawa namanya itu dia. Dan yang kini terdiam kaku layaknya kayu adalah Hyunjin. Wajahnya memerah menahan takut, tangannya terkepal kuat hingga buku bukunya memutih, dan juga urat urat yang menonjol di leher dan lengannya.

▶Return◀[ChangLix]🔞जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें